Melalui laman resminya, tepat di tanggal 13 Juni 2018, Bologna mengumumkan Filippo Inzaghi sebagai pelatih mereka yang baru di musim kompetisi 2018/2019 menggantikan Roberto Donadoni. Oleh manajemen I Rossoblu, Inzaghi diganjar kontrak berdurasi dua musim alias berakhir Juni 2020. Kendati minim pengalaman, pihak Bologna yakin kalau Inzaghi dapat mengubah nasib Andrea Poli dan kawan-kawan yang di musim-musim sebelumnya selalu terancam degradasi.
Sebelum menerima pinangan Bologna, Inzaghi mengukir pencapaian apik tatkala menukangi Venezia dalam rentang dua musim. Pada periode perdananya di Stadion Pierluigi Penzo, Inzaghi menghadiahi I Arancioneroverdi tiket promosi otomatis ke Serie B usai menjadi pemuncak klasemen akhir Lega Pro/Serie C grup B dan gelar Coppa Italia Lega Pro/Serie C (kompetisi piala domestik khusus bagi tim-tim di Lega Pro/Serie C atau divisi ketiga sepakbola Italia). Sementara di musim keduanya, Inzaghi hampir membawa Venezia naik kelas ke Serie A jika tidak dibungkam Palermo pada babak semifinal playoff promosi.
Bersamaan dengan masuknya Inzaghi, I Rossoblu juga membenahi skuat mereka. Sejumlah penggawa baru layaknya Arturo Calabresi, Mitchell Dijks, Diego Falcinelli, Federico Mattiello, dan Lukasz Skorupski didatangkan guna menjamin kekokohan tim. Sementara figur-figur lawas seperti Adam Masina, Antonio Mirante, dan Simone Verdi, dijual ke kesebelasan lain demi meraup fulus dalam jumlah tebal.
Walau mustahil bersaing di papan atas, tapi skuat Bologna asuhan Inzaghi menjanjikan kualitas yang pilih tanding. Para pengamat bahkan percaya kalau tim yang berdiri tahun 1909 itu memiliki kapasitas untuk bertarung di papan tengah seraya menjauh dari jerat relegasi. Maka harapan dan optimisme bahwa I Rossoblu akan menjalani musim kompetisi dengan lebih baik, menggelegak tanpa henti.
Namun kenyataannya, asa tersebut langsung menyusut di pekan pembukaan Serie A 2018/19. Bermain di kandang sendiri, Stadion Renato Dall`Ara, Poli dan kolega justru disengat SPAL lewat kedudukan akhir 0-1. Sempat membaik dengan bermain seri kontra Frosinone di giornata kedua, Bologna kembali tersungkur secara mengenaskan di pekan ketiga dan keempat akibat tumbang dari Internazionale Milano serta Genoa.
Kemenangan yang dicari-cari Bologna menampakkan batang hidungnya baru pada pekan kelima, versus AS Roma. Gol-gol dari Mattiello dan Federico Santander sudah cukup buat menghunus Serigala Ibu Kota. Momen ini sendiri dicatut sebagai titik kebangkitan I Rossoblu guna meraup hasil-hasil positif di laga selanjutnya.
Hal tersebut laksana khayalan semata karena di lima giornata setelah itu, Poli beserta rekan-rekan cuma memetik satu kemenangan lagi yakni saat berjumpa Udinese. Terasa makin sial buat Inzaghi sebab dalam 11 pertandingan berikutnya di Serie A, mereka senantiasa gagal memetik angka penuh (lima kali imbang dan enam kali tumbang).
Rekor buruk tersebut membuat Bologna terperosok di peringkat 18 klasemen sementara alias berkubang di zona degradasi. Alhasil, masa depan Inzaghi di bangku pelatih jadi tak menentu.
Enggan kehabisan waktu dan kesabaran yang semakin habis bikin palu hukuman diketok manajemen I Rossoblu tepat di tanggal 28 Januari 2019 kemarin. Inzaghi resmi dicopot dari jabatannya serta digantikan oleh bekas pelatih Bologna di musim 2008/2009 lalu asal Serbia, Sinisa Mihajlovic.
https://twitter.com/BolognaFC1909en/status/1089974017568722952
"Inzaghi adalah lelucon. Dirinya tak punya kapabilitas untuk menjadi seorang pelatih. Tak ada jaminan bahwa mantan pemain yang punya segudang prestasi secara otomatis jadi pelatih hebat. Ada baiknya, Inzaghi memikirkan pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan kemampuannya", cerca Giuseppe Accardi, agen salah satu pemain Bologna, Ibrahima Mbaye, seperti dikutip dari football-italia.
Kekesalan yang bersemayam di benak Accardi sesungguhnya diakibatkan oleh minimnya kesempatan bermain kliennya akhir-akhir ini. Dari delapan partai pamungkas, Inzaghi membiarkan Mbaye jadi penghangat bangku cadangan di enam pertandingan. Sebelumnya, pemain asal Senegal itu dipercaya sang pelatih merumput sebanyak 10 kali di seluruh ajang yang diikuti Bologna. Namun apa yang diungkapkan Accardi terkait Inzaghi mungkin ada benarnya.
Para penggemar Serie A tentu mengerti bahwa semasa bermain dahulu, Inzaghi merupakan salah satu penyerang top di Negeri Spaghetti pada era 1990-an sampai 2000-an. Meski kemampuan olah bolanya tidak fantastis dan disebut pelatih legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson, sebagai sosok yang terlahir offside –kala bermain Inzaghi begitu kondang sebagai penyerang yang rajin terkena offside tapi juga piawai lolos dari jebakan tersebut–, Inzaghi punya kemampuan di atas rata-rata dalam urusan mencetak gol.
Keberingasannya itu bikin kakak dari Simone Inzaghi (kini berstatus pelatih Lazio) sukses mengoleksi beberapa titel juara. Antara lain tiga Scudetto, dua Liga Champions dan Piala Super Eropa berikut masing-masing sebiji Coppa Italia, Supercoppa Italiana, dan Piala Dunia Antarklub bersama Juventus serta AC Milan plus satu trofi Piala Dunia bareng tim nasional Italia. Wajar kalau saat masih bermain dahulu Inzaghi kerap dipuja.
Akan tetapi nama besar Inzaghi sebagai pemain seolah hilang tanpa jejak begitu menyentuh dunia kepelatihan. Alih-alih mengukir prestasi gemilang, pencapaian Inzaghi memang jauh dari kata memuaskan. Saat didapuk sebagai allenatore AC Milan pada bulan Juni 2014, banyak yang menyangka jika sosok berjuluk Super Pippo ini akan menjabat dalam tempo cukup lama. Namun performa inkonsisten I Rossoneri sepanjang musim 2014/2015 sehingga finis di posisi 10 klasemen akhir, bikin masa kerja Inzaghi disudahi kubu manajemen di bulan Juni 2015.
Layaknya Clarence Seedorf yang dirinya gantikan, Inzaghi dinilai Milanisti sebagai figur yang inkompeten untuk membesut tim sekelas Milan. Terlebih, saat itu mereka tengah tertatih-tatih dan sulit bersaing di papan atas. Pengangkatan Inzaghi dianggap sebagai cara Milan menghemat pengeluaran karena di saat yang sama masih harus membayar gaji Massimiliano Allegri dan Seedorf yang diberhentikan.
Praktis, keberhasilannya mengantar Venezia promosi ke Serie B sekaligus menggondol titel Coppa Italia Lega Pro/Serie C jadi dua prestasi yang baru bisa diukir Inzaghi dengan status pelatih sejauh ini. Dirinya pun lebih sering menerima cacian ketimbang pujian.
Secara keseluruhan, karier Inzaghi di kancah sepakbola, sebagai pemain dan pelatih bak dua sisi yang bertolak belakang. Sisi yang satu mengilap luar biasa sedangkan yang satu lagi buram dan tak sedap dipandang.
Usai dipecat Bologna, haruskah Inzaghi mempertimbangkan pekerjaan baru yang lebih sesuai dengan kemampuannya seperti selorohan Accardi?
Komentar