Oleh: Robby Triadi*
Minggu (3/2) malam lalu, Manchester City berhasil mengalahkan Arsenal dengan skor cukup meyakinkan, 3-1. Kekalahan Arsenal ini melanjutkan rekor buruk Unai Emery dalam karier kepelatihannya yang belum pernah sama sekali memenangkan pertandingan saat berhadapan dengan kesebelasan asuhan Pep Guardiola. Juru taktik Arsenal tersebut hanya mencatatkan empat hasil imbang dan tujuh kali kalah dalam 11 pertemuan terakhir sebelum kedua kesebelasan berjumpa di pekan ke-25 Liga Inggris.
Dari segi statistik, City bisa menguasai pertandingan dengan penguasaan bola 59% berbanding 41%. Bukan cuma itu, tapi dalam urusan percobaan tendangan pun, City jauh mengungguli Arsenal dengan 19 percobaan tembakan (12 di antaranya mengenai sasaran) berbanding 4 (2 di antaranya mengenai sasaran) milik Arsenal.
Kebobolan cepat di menit pertama oleh gol Aguero direspons dengan baik oleh Arsenal lewat sundulan Laurent Koscielny memanfaatkan sundulan Nacho Monreal setelah menerima tendangan penjuru dari Lucas Torreira pada menit ke-11. Perlawanan sengit yang ditunjukkan Arsenal akhirnya harus memudar setelah kebobolan lewat gol Sergio Aguero pada menit ke-44.
Selepas turun minum, City justru berhasil menunjukkan dominasinya dengan melakukan 13 percobaan tendangan ke gawang Arsenal sedangkan Arsenal gagal melakukan percobaan tendangan sama sekali ke gawang City. Alhasil Aguero berhasil melesakkan gol ketiganya ke gawang Leno pada malam itu untuk menyudahi pertandingan.
***
Arsenal turun dengan formasi 3-4-3 yang sewaktu-waktu bisa bermutasi menjadi 4-4-2. Taktik ini merupakan andalan Emery kala harus berjumpa dengan tim-tim besar di liga. Setelah babak belur dengan menggunakan formula empat bek murni saat melawan Liverpool, ia memodifikasi taktiknya dengan pola tiga bek saat melawan Chelsea dan berhasil berjalan dengan baik. Pola tiga bek ala Emery ini didukung oleh dua bek sayap di lini tengah yang pada saat bertahan bisa bermain lebih dalam untuk membantu pertahanan. Ketika bertahan Arsenal bisa bermain dengan lima sampai enam pemain bertipe bek.
Guardiola merespons taktik Emery dengan memilih Kyle Walker, Nicolas Otamendi, dan Aymeric Laporte di garis pertahanan terakhir. Pep kemudian mengisi pos gelandang dengan lima pemain.
Tapi pada praktiknya, Fernandinho yang posisi aslinya sebagai gelandang bertahan, lebih sering bermain layaknya bek tengah untuk menemani Otamendi. Tak hanya itu, Fernandinho memegang peranan kunci, walaupun Aguero yang keluar menjadi pahlawan dengan hattrick-nya. Gelandang berusia 33 tahun ini menjadi the unsung hero.
Dipilihnya Fernandinho mungkin membuat pendukung City bingung karena bisa saja Stones diplot sebagai bek tengah. Padahal, di usianya yang tidak muda lagi, sulit untuk percaya Fernandinho bisa menandingi kecepatan Pierre-Emerick Aubameyang dan Alexandre Lacazette. Ini yang membuat dipilihnya Fernandinho bagaikan sebuah perjudian.
Kali ini keputusan Guardiola amatlah tepat. Ia tahu bagaimana struktur permainan Arsenal saat diserang adalah dengan menumpuk gelandangnya untuk berada rapat dengan bek. Untuk membongkar sempitnya ruang di depan kotak penalti Arsenal, Fernandinho bermain lebih ke depan untuk menemani Ilkay Guendogan sebagai gelandang di belakang Kevin De Bruyne dan David Silva. Ini membuat Gundogan bisa lebih bebas bergerak untuk mencari posisi yang memungkinkannya melepas umpan ke kotak penalti.
Buktinya, gol kedua Aguero dengan asis Raheem Sterling adalah cerminan bagaimana taktik ini berhasil. Menerima bola di sisi kanan pertahanan Arsenal, Sterling membawa bola ke dalam pertahanan Arsenal dan melakukan operan satu-dua dengan Guendogan. Ia berhasil melewati garis pertahanan pemain Arsenal kemudian melepas umpan mendatar untuk dituntaskan Aguero. Posisi Guendogan dalam gol tersebut ada di depan kotak penalti Arsenal, sementara De Bruyne dan Silva, ada di dalam kotak penalti. Di belakang mereka semua ada Fernandinho yang menjaga kedalaman tepat di depan trio Walker, Otamendi, dan Laporte.
Posisi Fernandinho yang harus jauh turun ke belakang dibanding peran yang biasa ia mainkan, tidak menyurutkan kemampuannya. Ia tidak hanya menjadi pemutus serangan dan bek tengah, tapi juga sebagai pemain yang membuat para gelandang lainnya nyaman bermain lebih ke depan pertahanan Arsenal. Walau harus “ditarik” ke belakang tapi Fernandinho berhasil membuat akurasi operan mencapai 89% di sepertiga pertahanan lawan yang artinya ia menjadi pengatur permainan timnya.
https://twitter.com/RusoZamogilny/status/1092804813144895491
Sesudah pertandingan Pep menjawab pertanyaan media tentang alasannya menempatkan Fernandinho sebagai pemain bertahan. Ia menjawab bahwa Fernandinho bisa bermain di posisi mana saja karena dia kuat, memiliki kecepatan, dan inteligensi tinggi. Mungkin para pendukung City tidak akan melupakan bagaimana Pep memaksa Fernandinho menjadi bek tengah saat tandang ke Old Trafford musim lalu, atau bagaimana ia digeser ke pos bek kanan bahkan kiri pada saat pra musim.
Lebih gilanya Pep menyebut anak asuhnya tersebut bisa bermain di posisi mana saja kecuali kiper. Pep bahkan sempat bercanda siapa yang lebih baik untuk mengisi pos sebagai gelandang bertahan di City yang begitu berjaya pada musim lalu, apakah dia di masa kejayaannya atau Fernandinho, dan jawabannya adalah Fernandinho karena dia lebih cepat dan pintar dalam membaca permainan.
Sebagaimana Pep yang bisa memainkan Cesc Fabregas sebagai false nine, atau Phillip Lahm yang disulap menjadi inverted wing-back, lewat Fernandinho, Pep menunjukkan dia bisa membuat pemainnya bermain dengan luar biasa meski bukan pada peran yang biasa dimainkannya. Pada laga melawan Arsenal sendiri, Fernandinho dengan fasih bermain sebagai Half-Back.
*Penulis merupakan penikmat sepakbola. Bisa dihubungi lewat akun Twitter di @robtriadi
**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
Komentar