Oleh: Fajar Aprilian*
Hasil 0-6 ketika Chelsea dibantai Manchester City mengejutkan semua orang, baik pendukung Chelsea maupun pendukung Manchester City sekalipun. Mengingat ini adalah duel antara dua kesebelasan kuat di Inggris yang dihuni oleh pemain-pemain berkualitas juga ditangani oleh dua pelatih hebat. Apalagi kedua kesebelasan dibekali dengan hasil bagus di laga sebelumnya, di mana Manchester City menang 3-1 atas Arsenal dan Chelsea membantai Huddersfield Town lima gol tanpa balas. Ini yang membuat pertandingan awalnya diprediksi akan berjalan ketat.
Namun apa mau dikata. Hasil yang tertera di papan skor memang menunjukkan kedudukan yang sangat jomplang. City mampu menyarangkan enam gol tanpa dibalas The Blues sebiji gol pun. Hasil ini tak hanya mengejutkan, tapi juga sangat memalukan dan mengecewakan bagi publik London Biru. Di akhir laga pun, entah disengaja ataupun tidak, sang juru taktik, Maurizio Sarri, mengabaikan ajakan jabat tangan dari Pep Guardiola, yang menunjukkan adanya kekesalan dan kekecewaan dari apa yang sudah terjadi.
Kursi Panas Maurizio Sarri
Performa Sarri memang tengah disorot akhir-akhir ini. Inkonsistensi dari permainan Eden Hazard dan kolega dianggap sangat mengecewakan. Apalagi dalam tiga pertandingan terakhir, mereka hanya menang sekali, sedangkan dua pertandingan lagi berakhir dengan kekalahan yang memalukan, kala dicukur Bournemouth 0-4 dan yang terbaru dibantai Manchester City 0-6.
Posisi mantan Allenatore Napoli ini pun dikabarkan sedang di ujung tanduk. Banyak kabar yang menyebutkan bahwa kursi pelatih asal Italia ini pun sudah mulai panas. Desakan agar Sarri dipecat pun banyak disuarakan para penggemar. Bagaimana tidak? Performa inkonsisten dan hasil pertandingan terakhir yang sangat memalukan membuat mereka terlempar dari posisi empat besar, yang merupakan tempat terakhir untuk bisa berlaga di Liga Champions. Dan untuk sementara ini The Blues duduk di peringkat keenam klasemen di bawah tim sekota, Arsenal.
Bukan hanya soal performa tim, taktik Sarri pun banyak dikritik, di antaranya karena memainkan N’Golo Kante menjadi berperan lebih menyerang dan sering menempatkan Eden Hazard sebagai ujung tombak (sebelum datangnya Gonzalo Higuain).
Padahal performa Sarri di awal musim sangatlah bagus, bahkan disebut-sebut sebagai kandidat kuat peraih trofi Premier League bersama Juergen Klopp di Liverpool dan pep Guardiola di Man City. Tak hanya itu, Chelsea pun sempat mencatatkan rekor tak terkalahkan di awal musim.
Namun mengingat Chelsea merupakan tim besar yang dihuni pemain-pemain bintang dan didukung dengan pasokan uang yang berlimpah, ditambah rekam jejak sang pemilik Roman Abramovich yang sering tak sabaran dengan performa pelatih, membuat isu kursi panas ini pun menjadi semakin mencuat.
Chelsea dengan “Tradisi”-nya
Isu pemecatan Sarri pun semakin berhembus mengingat Chelsea sering melakukan pergantian pelatih di tengah-tengah kompetisi. Tentu yang paling diingat adalah saat Roberto Di Matteo menggantikan Andre Villas Boas, di mana saat itu Di Matteo justru berhasil mempersembahkan trofi Liga Champions pertama untuk The Blues.
Baca juga: Sarrismo sebagai Penghibur Liga Primer
Chelsea di bawah Abramovich memang sering melakukan pergantian pelatih di saat kompetisi masih berjalan. Penyebabnya bisa beragam seperti performa tim, posisi di klasemen, atau hubungan yang kurang baik dengan pemain atau bahkan dengan Abramovich sendiri.
Namun memang pergantian tersebut justru seringkali berdampak pada meningkatnya performa tim. Entah apa penyebabnya, tapi transisi yang dilakukan Chelsea dari pelatih lama ke pelatih baru di tengah kompetisi memang sering berbuah manis.
Pergantian dari Jose Mourinho ke Avram Grant pada musim 2007/08 justru mampu mengantarkan Chelsea ke final Liga Champions, walaupun harus kalah dari Manchester United yang kala itu masih ditangani Sir Alex Ferguson.
Dari Luis Felipe Scolari ke Guus Hiddink pada musim 2008/09 berbuah trofi Piala FA. Satu yang sangat fenomenal tentunya dari Villas Boas ke Di Matteo pada 2011/12, dengan berhasil membawa trofi Si Kuping Besar saat menundukkan Bayern Muenchen di partai puncak lewat babak adu penalti.
Lalu saat berpindah dari Di Matteo ke tangan Rafael Benitez di musim berikutnya berbuah trofi Europa League. Bahkan saat kursi kepelatihan beralih ke Guus Hiddink dari sebelumnya diduduki Mourinho pada 2015/16 pun berdampak pada naiknya posisi Chelsea di klasemen.
Peralihan dari kepempinan dua orang yang berbeda memang kadang memerlukan banyak waktu untuk melihat hasilnya, tapi apa yang sering terjadi pada Chelsea memang semakin menguatkan isu dan juga desakan untuk mundurnya Sarri dari kursi pelatih. Diharapkan dengan catatan masa lalu yang bagus, sebuah pergantian kepelatihan bisa berdampak pada peningkatan performa tim dan juga prestasi.
Namun Sarri pun agaknya perlu diberi kesempatan sedikit lebih lama lagi, berdasar pada kesuksesannya yang berhasil membawa Napoli menjadi pesaing utama Juventus di Serie A Italia. Apalagi di awal menjabat kursi pelatih Chelsea pun, Sarri mencatatkan performa yang bagus. Ditambah kedatangan Higuain yang punya catatan apik saat ditangani Sarri, seharusnya menjadi poin penting kenapa Sarri perlu diberikan lagi waktu. Toh ini pun menjadi musim pertamanya di Chelsea, juga di Premier League dengan tingkat persaingannya yang tinggi.
Kompetisi pun masih cukup panjang. Segala kemungkinan, perubahan posisi di klasemen masih sangat mungkin terjadi. Apalagi Chelsea belum gugur di Europa League dan Piala FA, serta kekalahan atas Pep pun masih bisa dibalas di final EFL Cup nanti.
Kabarnya Maurizio Sarri hanya punya waktu setidaknya sebulan ke depan untuk memperbaiki penampilannya. Jika tidak, maka Sarri akan menjadi bagian dari “tradisi” Chelsea berikutnya.
*Penulis bisa dihubungi di akun Twitter @fajar_april14 dan Instagram @aprilian1996
**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
Komentar