Pemain naturalisasi jadi pemain menggiurkan buat kesebelasan Indonesia. Bukan cuma klub, timnas pun kepincut menggunakan "pemain asing" sejak 2010. Kini setiap tahun pemain naturalisasi di Indonesia terus bertambah. Padahal semakin banyak pemain naturalisasi bisa berarti kesempatan talenta lokal untuk mendapatkan menit bermain semakin kecil.
Pro-kontra pemain naturalisasi sendiri tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain, termasuk di Asia Tenggara, hal ini juga diperdebatkan. Tapi apa yang dilakukan Vietnam menghadapi gelombang pemain naturalisasi bisa dijadikan pelajaran federasi, operator liga dan klub Indonesia agar tidak begitu saja tergiur dengan talenta asing berpaspor Indonesia.
Pembatasan Pemain Asing dan Naturalisasi di Vietnam
Liga sepakbola resmi Vietnam mulai bergulir sejak 1980. Tapi Vietnam baru memulai era sepakbola profesional mereka per 2000. Sebelum itu sepakbola Vietnam semi-profesional. Tidak terlalu seriusnya negara terhadap sepakbola pun membuat Vietnam tidak berprestasi di tim nasional.
Saat liga profesional bergulir, sepakbola Vietnam mulai memperbolehkan pemain asing untuk direkrut setiap kesebelasan dengan maksimal empat pemain (tiga pemain untuk divisi dua). Kesebelasan divisi dua, Dong Tam Long An, jadi kesebelasan pertama yang merekrut pemain asing, yakni kiper asal Brasil, Fabio dos Santos. Tapi itu baru terjadi pada Desember 2001, artinya kesebelasan Vietnam masih tidak menggunakan pemain asing di musim pertamanya memulai era profesional.
Ternyata Santos mampu membawa Dong Tam Long An ke tangga kesuksesan. Musim pertama, Santos membawa Long An promosi ke V-League 1 dengan status juara Divisi 1. Musim kedua dan ketiga giliran V-League 1 yang berhasil dipersembahkan Santos. Meski berposisi kiper, eks pemain Vasco da Gama ini andal dalam mengeksekusi tendangan bebas dan penalti.
Keberhasilan Santos inilah yang membuat pemain asing mulai berdatangan ke Vietnam. Akan tetapi minimnya pengetahuan kesebelasan Vietnam pada kualitas pemain asing membuat klub bisa menyeleksi 30 sampai 70 pemain asing dari Amerika Latin dan Afrika. Setiap tahunnya, ada 200 pemain asing yang mengikuti seleksi di kesebelasan-kesebelasan V-League 1. Posisi penyerang jadi posisi favorit kesebelasan Vietnam dalam mendatangkan pemain asing.
"V-League punya potensi besar," ujar agen pemain asal Vietnam, Mae Mua, pada 2006. "Kebanyakan kesebelasan Vietnam mencari penyerang dari negara Afrika karena mereka cukup murah dan lebih kuat dari penyerang lokal. Pemain Eropa mahal."
Emeka Achilefu, pemain asal Nigeria, jadi penyerang asing pertama yang menjadi pencetak gol terbanyak V-League 1. Bersamaan dengan itu, pada 2003, menjadi awal penyerang asing mendominasi pencetak gol terbanyak V-League 1. Sejak 2003 hingga 2018, hanya Nguyen Anh Duc sebagai pemain lokal yang berhasil jadi top skor pada 2017.
Merajalelanya pemain asing di Vietnam membuat Federasi Sepakbola Vietnam (VFF) kebanjiran pengajuan pemain naturalisasi. Santos adalah pemain pertama yang dinaturalisasi pada 2007. Sejak 2009 akan ada pemain naturalisasi baru di Vietnam setiap tahunnya. Ketika itu sama seperti di Indonesia sekarang ini, mayoritas pemain asing dinaturalisasi untuk mengakali regulasi: sebuah klub punya banyak pemain asing berpaspor Vietnam.
Tahun 2009 memang jadi tahun di mana banyak pemain asing dinaturalisasi Vietnam. Tercatat ada 8 pemain yang dinaturalisasi saat itu. Bahkan dua mantan pemain Timnas Thailand pun dinaturalisasi supaya bisa tetap memperkuat Hoang Anh Gia Lai tanpa mengurangi kuota pemain asing.
Baca juga: Asal Muasal Banyaknya Nama "Nguyen" di Vietnam
Atas momen itu, pada 2010 tercetus ide dari sejumlah kesebelasan tentang pembatasan pemain naturalisasi. Sebanyak 11 dari total 14 kesebelasan V-League 1 setuju jika pemain naturalisasi harus dibatasi. Setiap kesebelasan boleh memiliki pemain naturalisasi sebanyak-banyaknya, tapi hanya satu pemain yang boleh dimainkan.
Pro-kontra lahir dari ide tersebut. Dong Tam Long An, bersama Vissai Ninh Binh dan Hoang Anh Gia Lai, adalah tiga kesebelasan besar Vietnam yang menolak ide tersebut.
"Aturan membatasi pemain naturalisasi ini ilegal. Cuma satu pemain di lapangan, padahal mereka juga warga Vietnam. Mereka punya hak yang sama seperti masyarakat Vietnam lainnya," kata Pham Phu Hoa, Direktur Umum Dong Tang Long An, pada Vietnam News.
VFF sebagai federasi sendiri mendukung perubahan aturan tersebut. Mereka sangat memedulikan nasib para pemain lokal. Karenanya kesebelasan-kesebelasan yang tidak ingin ada perubahan regulasi pun akhirnya menyerah dan menuruti regulasi anyar: 3 pemain asing + 1 pemain naturalisasi di lapangan.
"Aturan 3+1 tidak dibuat oleh VFF tapi berdasarkan pengambilan suara dari para klub V-League. Tapi sekarang bayangkan jika ke-14 kesebelasan V-League menggunakan mayoritas pemain asingnya di susunan pemain, apa jadinya masa depan sepakbola Vietnam? Diperlukan keseimbangan supaya para pemain muda bisa berkembang dan tetap tidak kehilangan identitas di level tim nasional," tutur Sekjen VFF yang kemudian menjadi Ketua Umum VFF, Le Hung Dung.
Perubahan regulasi pemain asing pada 2010 itu nyatanya mengubah peta kekuatan kesebelasan Vietnam. Ha Noi FC langsung merasakan gelar juara pertama mereka pada musim tersebut. Song Lam Nge Anh meraih gelar juara ketiga mereka setelah puasa selama 9 musim. Quang Nam meraih trofi pertama pada 2017.
Dong Tam Long An, sementara itu, degradasi dua musim setelah regulasi baru itu bergulir. Hoang Anh Gia Lai belum juara lagi sejak terakhir mengangkat piala pada 2004 karena mulai lebih mengandalkan pemain lokal. Meski begitu Hoang Anh Gia Lai rajin mengirim pemain ke timnas.
Sebenarnya tidak hanya pada 2010 saja Vietnam "memerangi" pemain asing di liga. Pada 2013, setiap kesebelasan hanya boleh memiliki 4 pemain asing (sebelumnya maksimal lima pemain) dengan aturan "3+1 di lapangan" yang berlaku. Kemudian sejak 2016 sampai sekarang, aturan yang dipakai adalah "2+1 di lapangan" dengan maksimal 3 pemain asing setiap tim. Meskipun begitu, pada 2017, VFF memperbolehkan kesebelasan yang bermain di AFC Cup untuk memiliki 4 pemain asing (1 pemain wajib dari kesebelasan Asia), tapi di liga aturan "2+1" tetap berlaku.
Perubahan-perubahan di atas lambat laun mengubah pola perekrutan pemain asing dan naturalisasi di Vietnam. Sebelumnya masih ada kesebelasan yang memiliki lebih dari dua pemain naturalisasi meski hanya satu pemain yang boleh dimainkan, seperti Becamex Binh Duong yang pada musim 2013 dan 2014 mendaftarkan 3 pemain asing + 4 pemain naturalisasi serta Thanh Hoa yang punya 3 pemain asing + 5 pemain naturalisasi pada 2014.
Namun sejak 2015 tidak ada lagi kesebelasan yang memiliki lebih dari satu pemain naturalisasi. Bahkan dalam empat tahun terakhir ada empat sampai enam kesebelasan yang sama sekali tidak menggunakan jasa pemain naturalisasi.
Pemain Naturalisasi Bukan untuk Timnas
Setelah Fabio dos Santos, yang mengubah nama menjadi Phan dos Santos setelah memiliki paspor Vietnam, tercatat ada 27 pemain lain yang mendapatkan paspor Vietnam. Tapi dari ke-28 pemain itu, tidak ada satu pun yang menjadi bintang di Timnas Vietnam. Toh, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, naturalisasi pemain di Vietnam marak karena memang untuk mengakali regulasi liga.
Lagipula dari ke-28 pemain itu cuma tiga pemain yang sempat merasakan seragam Timnas Vietnam: Phan dos Santos, Huynh Kesley Alves, dan Dinh Hoàng Max yang bernama asli Maxwell Eyerakpo. Santos jadi pemain dengan caps terbanyak: lima kali. Alves dan Max cuma sekali. Satu pemain lain, Dinh Hoan La, yang lahir di Ukraina, hanya sempat mengikuti pemusatan latihan Timnas Vietnam.
VFF memang sudah bertekad untuk tetap menggunakan talenta lokal di timnas. Apalagi pada 2008 mereka tetap bisa juara Piala AFF dengan talenta asli Vietnam. Bahkan sejak 2007 hingga saat ini, Vietnam berhasil dua kali juara dan empat kali mencapai babak semifinal Piala AFF tanpa para pemain naturalisasi.
Keinginan Timnas Vietnam diisi pemain naturalisasi sebenarnya hanya datang dari Ketua Umum VFF periode 2005-2013, Nguyen Trong Hy. Hanya di rezim Trong Hy pemain naturalisasi merajalela bahkan membela timnas. Setelah lengser pada 2013 karena merasa sepakbola Vietnam mengalami stagnasi, tidak ada lagi pemain naturalisasi yang bermain untuk timnas.
Pemain naturalisasi Vietnam bukannya tidak berkualitas sehingga tidak ada yang dipanggil timnas. Kesley Alves adalah top skor V-League 1 edisi 2005 dan total mencetak 89 gol sepanjang 12 musim berkarier di Vietnam. Do Merlo alias Gaston Merlo yang berasal dari Argentina tercatat 4 kali jadi top skor V-League 1 dan jadi pencetak gol terbanyak ketiga di V-League dengan 118 gol dalam 9 tahun berkarier di Vietnam tidak sekalipun berseragam timnas (dinaturalisasi pada 2017).
Begitu juga dengan penyerang kelahiran Nigeria yang berpaspor Vietnam sejak 2013, Hoàng Vu Samson alias Samson Kayode Olaleye. Dia belum pernah sekalipun berbaju timnas meski dia sudah dua kali jadi pencetak gol terbanyak V-League 1 sekaligus mencatatkan diri menjadi pencetak gol terbanyak V-League sepanjang sejarah dengan 174 gol dalam 12 musim di Vietnam dan jadi faktor utama Ha Noi FC mendominasi sepakbola Vietnam dalam 10 tahun terakhir.
Pada 2011, ketika Indonesia mulai membuka pintu untuk pemain naturalisasi, Vietnam merupakan negara dengan pemain naturalisasi terbanyak di Asia dengan 15 pemain. Ketika itu Indonesia baru punya tiga pemain naturalisasi, sekarang Indonesia sudah punya 25 pemain naturalisasi (termasuk Fabiano Beltrame, Marc Klok, Silvio Escobar, dan Otavio Dutra). Indonesia otw jadi negara dengan pemain naturalisasi terbanyak bersama Filipina.
Faktor sepakbola Vietnam yang kurang komersil jadi alasan surutnya pemain asing di sana. Sejak 2013 VFF pun mewanti-wanti setiap klub untuk lebih efektif dalam menekan anggaran karena mereka tahu bahwa banyak kesebelasan V-League 1 yang punya finansial pas-pasan sehingga terbatas dalam merekrut pemain asing berkualitas. Para klub pun legawa dan membantu para talenta lokal meski mereka tahu bahwa stigma tentang kualitas pemain asing menentukan sukses atau tidaknya klub Vietnam itu benar adanya.
"Masalah finansial jadi masalah umum. Banyak klub yang belum siap menghadapi kompetisi karena masalah finansial. Pengurangan pemain asing juga jadi faktor VFF untuk mengembangkan para pemain muda," kata Le Hung Dung, yang per 2013 menjadi Ketua Umum VFF sebelum meresmikan perubahan aturan pemain asing pada 2013.
"Krisis finansial" yang melanda kesebelasan Vietnam tersebut menjadi berkah bagi timnas. Sejak 2013 justru lahir talenta-talenta berbakat Vietnam. Ketika Le Cong Vinh memutuskan pensiun dari timnas, masih ada Nguyen Van Quyet, Nguyen Truong Hoang bahkan muncul Nguyen Tien Linh, Nguyen Van Toan, Nguyen Cong Phuon, dan Nguyen Quang Hai yang membuat lini serang Vietnam tetap tajam.
Karenanya Vietnam tetap berjaya dengan para talenta lokal mereka, lewat talenta menjanjikan para Nguyen. Terbaru mereka mampu juara Piala AFF 2018 dan mencapai babak perempat final Piala Asia 2019. Mereka yang pada 2008 mencapai peringkat terendah di FIFA dengan menempati posisi 172, dalam 10 tahun mampu melesat ke peringkat 99. Di sepakbola Asia Tenggara, jika tak menghitung Australia, Vietnam menempati peringkat FIFA tertinggi.
Kuncinya Ada di Akademi
Membatasi pemain asing tentu bukan satu-satunya cara Vietnam bisa berprestasi, atau setidaknya lebih berprestasi dibanding negara-negara Asia Tenggara lain. Sejak awal 2007-an kesebelasan-kesebelasan Vietnam berinvestasi pada akademi.
Sebagai contoh, Cong Phuong, Tuan Anh, dan Xuan Truong yang kini menjadi tulang punggung Timnas Vietnam merupakan lulusan akademi milik Hoang Anh Gia Lai. Gia Lai sendiri sejak 2007 sudah bekerja sama dengan Arsenal untuk menyempurnakan akademi mereka.
Bukan cuma Gia Lai lewat HAGL Arsenal-JMG Academy, Promotion Fund of Vietnamese Football Talents Football Club (PFV) juga berkolaborasi dengan Manchester United untuk membuat akademi. Dua akademi inilah yang disebut-sebut sebagai pencipta para pemain timnas Vietnam mampu melangkah ke final AFC Cup U23 pada 2017 silam. Para pemain ini juga yang mengisi skuat Timnas Vietnam saat menjuarai Piala AFF 2018.
Akademi ini memiliki infrastruktur yang memadai. HAGL Arsenal misalnya, meski tidak terlalu mewah, akademi ini punya lapangan, vila untuk tempat tinggal para pemain, kelas, kolam renang, ruang gym, dan lain-lain. Akademi yang punya moto "untuk masa depan sepakbola Vietnam" ini jadi akademi yang benar-benar menggembleng talenta muda Vietnam.
HAGL Arsenal-JMG Academy milik kesebelasan V-League 1, Hoang Anh Gia Lai
Bukan cuma Gia Lai, menurut Scott McIntyre, pandit asal Australia yang mengamati sepakbola Asia sejak 2003, kesebelasan lain pun serius memaksimalkan akademi dan talenta dari akademi mereka. "Dalam lebih dari setengah dekade ke belakang, para pemain timnas Vietnam tidak hanya lahir dari akademi HAGL, tapi juga Hanoi FC dan kesebelasan lain yang melakukan kerja luar biasa pada pengembangan pemain usia muda. Mereka menciptakan generasi baru."
Talenta-talenta baru dari akademi klub Vietnam lah yang membuat sepakbola Vietnam tak gentar ketika menghadapi musibah pada 2012. Ketika itu VFF diguncang kasus korupsi. Pada 2014 juga pengaturan skor terjadi sampai melibatkan kesebelasan V-League 1.
Namun bibit pemain muda sudah ditanam jauh sebelum masalah-masalah di atas terjadi. Ketika mulai banyak kesebelasan yang mengalami krisis keuangan, para pemain muda lulusan akademi mampu diandalkan untuk menjaga kualitas tim di liga. Bahkan kualitas mereka tak kalah dibanding para pemain naturalisasi dan pemain asing.
Sikap VFF yang tak tergiur dengan kualitas pemain naturalisasi macam Hoang Vu Samso atau Do Merlo memberikan kesempatan Nguyen-Nguyen baru untuk unjuk kualitas di timnas. Keputusan tersebut terbukti berhasil. Timnas Vietnam pun kini mulai diperhitungkan di segala kategori usia, termasuk timnas senior yang mulai membidik berlaga di Piala Dunia tanpa satupun pemain naturalisasi.
foto: Stadium Astro.
Simak opini, komentar, dan sketsa adegan Rochy Putiray bersama pemain naturalisasi gadungan dan agennya, terkait kebijakan naturalisasi yang hanya merupakan akal-akalan klub dalam menyikapi peraturan pemain asing serta merugikan Tim Nasional Indonesia untuk jangka panjang:
Komentar