Prestasi dan pencapaian tidak datang begitu saja. Dalam karier kepelatihan saya sendiri, kita memang harus yakin dengan filosofi yang kita yakini. Saya sendiri selalu coba mengenalkan sepakbola yang selama ini saya buat karena itu menjadi filosofi saya. Saya ingin tim saya bermain dengan banyak game passing, banyak short pass, kombinasi one-two play, wing play, dan sebagainya.
Waktu di Arema (2012/13), awalnya Aremania kurang senang dengan gaya permainan yang saya terapkan di tim karena dianggap menghilangkan kesan permainan Arema yang banyak main umpan daerah, bola ingin cepat ada ada depan, dan selalu punya fighting spirit dari awal sampai akhir.
Di awal Aremania memang kurang begitu suka dengan cara bermain itu. Mereka sampai menyanyikan lagu ketika tim saya bermain: "bermain jangan seperti Putri Solo..." Saya ingat sekali itu. Ketika saya gagal di salah satu turnamen pra-musim mereka juga meminta saya keluar. Tapi alhamdulillah, saya yakin dengan filosofi saya sendiri dan akhirnya berhasil menjadi runner-up walaupun pada akhirnya poin kami dikurangi tiga karena kesalahan administrasi pemain asing pada tahun sebelumnya.
Di T-Team juga sama. Saya mendapatkan problem di awal melatih karena berusaha mengganti filosofi bermain mereka. Di Malaysia banyak tim yang senang bermain dengan direct play, permainan langsung ke gawang.
Waktu itu enam pertandingan pertama hasil kita kurang bagus. Klub langsung memberikan peringatan pada saya karena dalam kontrak yang saya tanda tangani itu ada target dalam setiap 5 atau 6 pertandingan, kalau saya gagal mencapai target itu pengurus berhak melakukan panggilan dan me-warning saya. Itu untuk pertama kali saya dihadapkan pada sebuah sidang di klub.
Itu jadi suatu lecutan. Tapi saya tetap tidak meninggalkan filosofi bermain saya. Klub waktu itu sempet ngotot dengan bilang "kenapa gak coba balik lagi main seperti sebelumnya?". Tapi saya yakin saya bisa. Dan kalau tidak salah baru setelah pekan kedelapan, sama seperti ketika di Persipura, kami baru menemukan gaya main kita dan perlahan merangsek ke papan atas. Di Piala Malaysia tim ini juga baru pertama kalinya mencapai semi-final.
Dalam AFC Pro License Course saya dapatkan satu pelajaran luar biasa yang menegaskan itu. Klub-klub hebat itu pertama-tama menginginkan filosofi seorang pelatih. Karena dari filosofi itu pelatih tersebut akan membuat game plan, baik latihan teknik maupun fisik, itu semuanya akan mengacu pada filosofi pelatih. Muaranya pada filosofi pelatih, bahkan mengecil lagi pada taktik pelatih.
Taktik setiap pekan bisa berbeda, tapi filosofi pelatih tidak akan berubah. Contoh: filosofi Barcelona. Mereka bisa mengubah strategi setiap pertandingan tapi filosofi mereka bermain tiki-taka tidak pernah berubah. Mereka bisa bermain tidak hanya dengan formasi 4-3-3, mungkin dengan formasi lain dengan sedikit memodifikasi tapi mereka tidak akan pernah meninggalkan tiki-taka. Manchester City sama. Suatu saat mereka bisa main dengan formasi 3-4-3 tapi filosofinya Pep Guardiola tidak hilang.
Filosofi saya sendiri terinspirasi oleh pelatih saya di Persija dulu, Om Indarto. Beliau memegang teguh prinsip bermain sepakbola yang sekarang dikenal dengan asosiatif atau possession. Dia itu senang mengandalkan pemain dengan skill tinggi, juga senang memainkan sepakbola yang indah dengan banyak passing yang dibuat sehingga bisa menciptakan banyak peluang.
Ini yang saya terapkan bersama Persipura Jayapura. Permainan Persipura waktu itu sangat saya senangi karena memang dari awal saya menginginkan Persipura bermain seperti tim Samba: bermain bola-bola pendek dengan kualitas skill yang mereka punyai, mereka mampu melakukan improvisasi permainan, mereka bermain seperti seniman di lapangan, ditambah lagi karakter yang hebat dari para pemain-pemain Papua. Ini yang membawa kami juara liga tahun 2005.
Saya juga banyak belajar dari pelatih-pelatih yang pernah menangani saya seperti Mas Sartono Anwar, Bang Sutan Harhara, Almarhum Bang Iswadi Idris, Almarhum Bang Abdul Kadir, yang masing-masing punya karakter.
Saya memang menyenangi permainan atau tim yang menguasai bola. Dulu saya punya prinsip kalau tim lebih banyak menguasai bola maka akan punya banyak kans untuk bisa bikin gol. Walaupun itu sekarang tidak terbukti lagi. Kalau lihat Piala Dunia 2018, misalnya, banyak sekali kita melihat tim yang main deep defending, counter.
Sekarang saya memang mulai banyak belajar, khususnya dari kursus AFC Pro License, kalau saya tidak boleh terlalu egois. Saya harus mendalami apa yang tim saya punya, apakah materinya cukup atau tidak. Pengalaman saya bersama Mitra Kukar tentu harus menjadi pelajaran buat saya. Walaupun tentu ada presentase lebih dominan dari filosofi yang akan tetap saya pertahankan.
Sekarang saya ingin ada sesuatu yang lebih variatif. Saya baru mempelajari bahwa sekarang ada tiga filosofi sepakbola: asosiatif (possesion), vertikal (permainan passing yang melewati beberapa lini), dan ada direct play. Saya ingin mencoba mengombinasikan ketiganya, sambil menyesuaikan dengan kondisi.
Tapi sekali lagi tetap, presentase permainan asosiatif atau possession akan menjadi acuan dalam saya bermain. Kalau selama ini latihan yang saya buat 70% untuk latihan possession, mungkin saya akan kurangi jadi 50%. Sisanya saya akan belajar melatih sepakbola vertikal dan direct.
Satu hal, saya selalu ingin belajar. Saya mendapatkan lisensi A AFC tahun 2000. Tahun 2003 ada kesempatan ikut kursus Conditioning of Footbal di Malaysia, saya berangkat. Saya juga mengantongi International License yang saya ikuti di Jerman. Bahkan dengan uang saya sendiri saya nekat pergi ke Brasil untuk visit ke sebuah klub di Sao Paulo. Semua itu saya lakukan untuk mengetahui budaya sepakbola di luar negeri dan apa sih hal-hal yang ter-uptodate yang bisa saya implementasikan di tim saya.
Saya juga sebenarnya sempat mendaftar ikut kursus Lisensi AFC Pro di Uzbekistan, tapi tiba-tiba mereka mengundurkan jadwal, lalu saya tidak bisa ke sana. Di saat yang sama Indonesia membuat AFC Pro License Course. Saya terima kasih sekali pada PSSI. Ini jadi suatu lompatan besar dari HPU (High Performance Unit) yang mereka buat dan kita harus apresiasi itu karena mampu menggelar AFC Pro License Course pertama di Indonesia.
Kursus AFC Pro License ini banyak sekali mengubah pandangan kita tentang sepakbola. Melatih sepakbola sekarang tidak bisa lagi hanya memakai intuisi saja, tidak bisa otodidak, tidak bisa hanya berdasarkan pengalaman kita sebagai pemain.
Karena itu juga sekarang saya menambah banyak staf kepelatihan. Saya punya analis yang khusus menganalisis pertandingan. Ada juga analis yang merekam setiap latihan kita, untuk kita evaluasi setelah latihan apakah latihan kita pas atau enggak. Kita juga mulai memberikan video beberapa tim pada pemain untuk kita contohkan, apa yang akan kita lakukan.
Kita memang tidak boleh tutup mata dengan teknologi yang saat ini dibutuhkan oleh setiap pelatih untuk menambah wawasannya. Ini berguna untuk mengenal apa yang kita lakukan, benar atau salah. Kita pada akhirnya memang harus rajin membuat analisis, membuat evaluasi, untuk kemudian memutuskan sebuah program latihan dan menyiapkan pertandingan dari analisis yang kita buat tersebut. Setelah pertandingan kita evaluasi lagi, kalau ada yang kurang kita tambahkan, kalau sudah cukup kita akan beritahu kan pada pemain. Dan itu terus berlangsung day by day.
Tugas seorang pelatih memang banyak sekali. Seorang pelatih memang tidak bisa beristirahat terlalu lama. Kalau pekerjaan lain mulai pukul 8 pagi lalu selesai pukul 3 atau pukul 5, pelatih tidak bisa begitu. Pekerjaan kita mungkin hanya latihan sore kelihatannya. Tapi kita menyiapkan sebuah program latihan itu cukup banyak menggunakan pikiran dan otak kita supaya sukses di latihan dan setelah latihan pun kita harus langsung berpikir lagi termasuk komunikasi dengan pemain, dengan pemain yang cedera, dengan pemain yang sedang ada masalah keluarga, dan sebagainya.
Di samping menyiapkan sebuah tim untuk latihan dan pertandingan, memang banyak juga hal di luar sisi teknis. Belum lagi kita akan punya pemain dengan karakter berbeda, bahkan pemain yang punya masalah gak pernah berhenti. Itu merupakan hari-hari yang kita harus lalui bersama mereka. Kita memang harus bisa menjadi teman mereka, atau abangnya, atau ayahnya, dan siap juga untuk memberikan solusi.
Karena dari itu kita juga harus jadi teladan yang baik buat para pemain. Jangan kita ngelarang merokok tapi kita merokok. Jangan kita ngelarang keluar malem, tapi kita keluar malem. Jangan kita melarang sesuatu tapi kita melakukan itu. Tujuannya tentu untuk membuat pemain respek pada kita.
Soal pemain, kita juga membutuhkan pemain-pemain yang "punya kekuatan" melakukan atau memainkan filosofi kita. Dengan banyak klub di Indonesia, mereka setuju dengan konsep dan filosofi saya. Alhamdulillah semuanya selalu memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengambil pemain.
Idealnya, ketika kita masuk tim, tim tersebut belum ada pemain. Pelatih masuk, baru milih pemain. Tapi, kan gak bisa seperti itu. Kita pelatih harus mengerti bahwa di klub masih ada pemain yang masih punya kontrak dengan klub. Tugas pelatih adalah jumlah pemain yang ada ditambah dan memberikan satu kekuatan tentang konsep permainan yang akan dibangun oleh pelatih.
Sampai dengan hari ini, semuanya selalu berjalan dengan baik. Kecuali bersama satu klub, Mitra Kukar. Waktu itu tidak ada kesempatan menambah pemain atau mengganti pemain. Saya ingat saya cuma punya dua pemain yang didaftarkan di hari terakhir pendaftaran: Dolly Gultom dan Bobby Satria. Karena memang tim lain pun tidak mau melepas pemain-pemainnya di tengah musim.
Di Tira-Persikabo saya menyadari tim ini punya pemain-pemain potensial. Manahati pernah bermain dengan saya di SEA Games dan beberapa klub. Abduh Lestaluhu pernah dengan saya di Persija. Saya juga mengenal nama-nama seperti Wawan (Febrianto), (Ahmad) Nufiandani. Dalam perekrutan pemain asing pun saya mengedepankan pemain-pemain yang sudah sangat berpengalaman karena saya selalu memadukan unsur pemain muda dan pemain experience.
Di Tira sendiri sebenarnya saya bangga bisa kembali lagi ke `barak` walaupun dalam hal yang berbeda. Tira telah memberikan saya kepercayaan dan kesempatan, karenanya saya akan menjaga kepercayaan itu dengan bekerja lebih baik.
Baca juga kisah lain dari Rahmad Darmawan:
"Tentang Kegagalan di Tahun 2018"
"Mewujudkan Cita-Cita di Jakarta"
"Tahun 2013 Sebagai RD: Runner-up Doang"
Simak opini, komentar, dan sketsa adegan Rochy Putiray bersama pemain naturalisasi gadungan dan agennya, terkait kebijakan naturalisasi yang hanya merupakan akal-akalan klub dalam menyikapi peraturan pemain asing serta merugikan Tim Nasional Indonesia untuk jangka panjang:
Komentar