Perbedaan Liverpool di Camp Nou dan Liverpool di Anfield

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi 34458

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Perbedaan Liverpool di Camp Nou dan Liverpool di Anfield

Semifinal leg kedua Liga Champions UEFA 2018/19 antara Liverpool menghadapi Barcelona menghadirkan keajaiban. Secara mengejutkan, Liverpool yang kalah 0-3 di leg pertama, mampu membalikkan keadaan dan lolos ke babak final lewat kemenangan 4-0. Laga yang berlangsung di Anfield, Rabu (8/5) dini hari WIB, ini menunjukkan Liverpool yang berbeda dibanding Liverpool kala takluk di Camp Nou.

Liverpool sebetulnya tampil dengan skuat pincang. Skuat asuhan Jürgen Klopp tersebut tampil tanpa dua penyerang andalan, Roberto Firmino dan Mohamed Salah. Berbanding terbalik dengan Barcelona yang tampil dengan kekuatan penuh, terlebih mereka mencadangkan pemain utama pada pertandingan La Liga melawan Celta de Vigo beberapa hari jelang laga ini.

Ketika Barça tampil dengan susunan pemain yang sama dengan leg pertama, Liverpool melakukan perubahan di beberapa posisi karena cederanya Firmino dan Salah. Klopp memilih Divock Origi dan Xherdan Shaqiri sebagai pengganti, Georginio Wijnaldum yang pada leg pertama bermain sebagai penyerang tengah disimpan sebagai pemain pengganti. Ditambah Jordan Henderson dan Trent Alexander-Arnold yang bermain sejak menit pertama (leg pertama diisi oleh Naby Keïta dan Joe Gomez).

No Salah, No Firmino, No Problem...

Kehilangan pemain sekaliber Salah dan Firmino jelas jadi kerugian besar buat Liverpool. Keduanya merupakan juru gedor pertahanan lawan. Kecepatan dan kepintaran keduanya ketika menguasai bola di kotak penalti lawan merupakan ancaman bagi pertahanan lawan.

Walau begitu, Liverpool pada leg kedua ini tidak mengandalkan individual player untuk menciptakan peluang. Klopp meningkatkan gegenpressing andalannya ke level yang lebih agresif dibanding leg pertama. Sebagai sistem, skema inilah yang cukup merepotkan Barcelona di Anfield.

Di Camp Nou, Barcelona cukup nyaman membangun serangan sejak dari pertahanan. Ketika Liverpool mengandalkan transisi cepat, skuat asuhan Ernesto Valverde ini memang mengandalkan umpan-umpan pendek sejak dari Marc-Andre Ter Stegen mengoper bola pada Clement Lenglet-Gerard Pique atau Sergi Roberto-Jordi Alba.

Di Anfield, Barcelona melakukannya lagi. Namun karena pressing yang dilakukan para pemain Liverpool lebih agresif, fase menyerang Barcelona cukup kesulitan mengirimkan bola ke lini tengah dan lini depan.

Indikasi ini terlihat dari akurasi operan para pemain bertahan Barcelona yang menurun di leg kedua. Di leg pertama, Alba mencatatkan 80% akurasi operan, Roberto 90%, Lenglet 88%, dan Pique 91%. Namun pada leg kedua, hanya Alba yang meningkat jadi 81%. Sementara Roberto menurun jadi 80%, Pique 79%, dan Lenglet 83%.

Terlihat penurunan cukup drastis dari akurasi operan Pique dan Lenglet. Tekanan para pemain Liverpool memang membuat mereka kerap terpaksa mengirimkan umpan jauh untuk membuang bola, bukan membangun serangan.



Skema pressing ini dibarengi juga dengan upaya mereka secepat mungkin mengirimkan bola ke kotak penalti Barcelona. Karena semakin Barça menguasai bola, semakin besar Liverpool punya peluang merebut bola di lini pertahanan Barça. Begitu juga ketika kehilangan bola, para pemain Liverpool akan kembali berusaha merebut bola agar penguasaan bola Liverpool tetap berada di wilayah pertahanan Barcelona.

Tak menguasai bola, press. Kehilangan bola, rebut lagi. Lewat skema ini, bukan kebetulan Sadio Mané mencuri bola operan Alba saat hendak mengantisipasi operan lambung Joel Matip. Sudah jadi strategi Liverpool juga ketika Alexander-Arnold kehilangan bola, dia tidak buru-buru mundur tapi tetap berada di atas untuk merebut kembali bola secepat mungkin. Dua situasi inilah yang berbuah dua gol Liverpool pada menit ke-7 dan ke-54.

Dalam beberapa kesempatan, Barcelona sebetulnya mampu keluar dari tekanan dan bisa membangun serangan lewat umpan pendek dari lini pertahanan. Karena itu juga Barça punya sejumlah peluang. Lionel Messi pun tercatat mendapatkan lima peluang. Namun pressing Liverpool yang konsisten membuat mereka tidak bisa mengendalikan jalannya pertandingan. Tempo pertandingan dikuasai Liverpool.

Umpan Silang Lebih Efektif Berkat Wijnaldum

Hal yang menarik, Wijnaldum mampu mencetak dua gol pada leg kedua ini. Padahal dia hanya bermain 45 menit. Pada leg pertama, Wijnaldum bermain 79 menit. Jangankan mencetak gol, di Camp Nou tak sekalipun pemain Timnas Belanda ini mendapatkan peluang.

Lalu apa yang membuatnya tajam di Anfield?

Wijnaldum masuk menggantikan Andrew Robertson yang cedera usai turun minum. Dia ditempatkan sebagai gelandang, sementara pos Robertson di bek kiri ditempati James Milner.

Dengan posisinya sebagai gelandang, saat Liverpool tak menguasai bola, dia akan bertugas mengawasi atau melakukan penjagaan terhadap gelandang Barça seperti Arturo Vidal atau Ivan Rakitic. Di leg pertama, sebagai penyerang, dia bertugas melakukan penjagaan terhadap pergerakan Sergio Busquets.

Sementara itu saat menyerang, Wijnaldum di leg pertama dan leg kedua sama-sama akan berada di kotak penalti. Bedanya, Wijnaldum datang ke kotak penalti sebagai seorang pemain yang muncul dari lini kedua. Di leg pertama dia berada di kotak penalti karena posisinya yang memang sebagai penyerang.

Sejak leg pertama, Liverpool memang menyerang lewat kedua sisi. Kehadiran Mané dan Salah membuat poros serangan Liverpool berpusat ke kedua sayap. Terlebih lagi pertahanan Barcelona sangat rapat di tengah. Dengan tidak adanya peluang-peluang melalui umpan terobosan untuk mengandalkan kecepatan Salah dan Mané, alhasil Liverpool banyak mengirim umpan silang.

Di leg pertama Liverpool tercatat mengirimkan 17 crossing (Barcelona tiga). Skema ini menjadi tidak efektif karena: (1) Hanya Robertson yang andal mengirimkan umpan silang, (2) Saat mengirimkan umpan silang ke kotak penalti, di tengah kemungkinan hanya ada Wijnaldum yang berposisi sebagai penyerang tengah atau Mané yang bukan pemain yang andal duel udara, dan (3) Joe Gomez bukan full-back yang eksplosif di lini pertahanan seperti Alexander-Arnold. Alhasil Lenglet dan Pique leluasa menangkal serangan sayap Liverpool lewat total 20 sapuan.

Pada leg kedua, Liverpool juga kembali mengandalkan umpan silang. Kali ini umpan silang dilakukan lebih banyak: 24 kali. Skema ini jadi efektif karena ada Robertson, Shaqiri, dan Alexander-Arnold yang memang lebih terbiasa melakukannya. Shaqiri dan Alexander-Arnold jadi pemain dengan umpan silang terbanyak: enam kali.

Namun kunci utamanya terletak pada pergerakan Wijnaldum. Saat umpan silang dikirim, Lenglet dan Pique yang andal dalam menyapu umpan silang akan lebih berfokus dalam menjaga Origi, penyerang tengah Liverpool. Di situlah Wijnaldum bisa mendapatkan ruang untuk menyambut umpan silang dengan lebih leluasa dibanding leg pertama. Kedua golnya terjadi karena situasi ini.

Perbandingan posisi Wijnaldum pada leg pertama (atas) dan leg kedua (bawah) saat hendak menerima umpan silang

Lenglet-Pique "hanya" mencatat 13 sapuan di Anfield. Hal itu juga tidak terlepas dari umpan silang akurat yang dikirimkan Alexander-Arnold pada gol pertama Wijnaldum dan crossing manja Shaqiri pada gol ketiga Liverpool, yang juga dicetak oleh Wijnaldum.

***

Liverpool mencetak gol keempat lewat skema sepak pojok cepat yang dilakukan Alexander-Arnold, diakhiri lewat sepakan sempurna Origi di mulut gawang. Dalam situasi ini, Barcelona lengah, dan bisa jadi hal itu merupakan efek dari kondisi mental yang semakin tertekan setelah Liverpool, secara luar biasa, mampu mengejar defisit tiga gol di Camp Nou.



Sepakbola memang olahraga di mana kesebelasan yang paling sedikit melakukan kesalahan, dialah yang berpotensi untuk menang. Kesalahan Barça tidak hanya terletak pada kegagalan antisipasi sepak pojok Alexander-Arnold. Tiga gol Liverpool lainnya pun "beraroma" kesalahan para pemain Barça. Skema permainan Liverpool sendiri memang mengedapankan strategi agar pemain Barcelona melakukan kesalahan-kesalahan tersebut.

Kesalahan Barça lain tentunya adalah kegagalan Valverde merespons skema pressing Liverpool yang pada leg kedua ini lebih agresif. Valverde kembali memasukkan Nelson Semedo, dengan menggantikan Coutinho, pada menit ke-60 untuk menguatkan pertahanan, di mana pada leg kedua ini skor sudah 3-0 untuk Liverpool. Pergantian Vidal oleh Arthur dan Ivan Rakitic oleh Malcom pun gagal memberikan perubahan permainan Barcelona. Valverde kalah telak dari Klopp di leg kedua ini.


Simak prediksi dan penerawangan "Mbah" Rochi Putiray soal Liga 1 Indonesia 2019:


foto: DNA India.

Komentar