Sepakbola Indonesia sangat akrab dengan kisruh. Di dalam maupun di luar lapangan, dari suporter sampai federasi punya catatan merah pada sejarah sepakbola Indonesia. Karena itu pula tak heran Indonesia pernah merasakan hukuman dari FIFA berupa pencabutan hak-haknya sebagai anggota FIFA pada 30 Mei 2015 silam.
Kala itu Indonesia dicabut keanggotan FIFA-nya lantaran FIFA menganggap pemerintah Indonesia mengintervensi atau mencampuri Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai federasi sepakbola Indonesia. Semua itu berawal dari perselisihan antara PSSI dan Menpora mengenai kelayakan berjalannya Qatar National Bank League 2015 atau divisi teratas Indonesia pengganti Indonesia Super League. Puncaknya adalah ketika PSSI dibekukan oleh Menpora, Imam Nahrawi, tak lama setelah PSSI meresmikan La Nyalla Mattalitti sebagai Ketua Umum PSSI periode 2015-2019.
Dihukum FIFA berarti Indonesia tidak bisa melakukan pertandingan internasional dengan negara lain, sepakbola dalam negeri tidak diakui FIFA termasuk AFC, di mana hal itu merugikan kesebelasan-kesebelasan. Alhasil Qatar National Bank League 2015 pun hanya berjalan selama dua pekan.
Setelah itu sepakbola Indonesia memasuki masa terburuk sepanjang sejarah. "Sepakbola Indonesia Mati Suri" adalah kalimat yang terus berseliweran pasca FIFA mengetuk palu. Mayoritas kesebelasan memang langsung membubarkan tim karena ketidakjelasan liga dan kapan hukuman tersebut dicabut. Walaupun kemudian sepakbola Indonesia kembali bergerak melalui turnamen-turnamen dan liga tidak resmi.
Pada putusannya, FIFA memang tidak menentukan kapan hukuman tersebut dicabut. Kapan hukuman dicabut tergantung dari kesediaan PSSI untuk terlepas dari pembekuan yang dilakukan oleh pemerintah. Ini artinya, semakin cepat PSSI menuruti kemauan pemerintah, semakin cepat juga FIFA mencabut hukumannya untuk Indonesia. FIFA memang ingin anggotanya independen dan terbebas dari intervensi.
Dalam sejarahnya, paling cepat FIFA mencabut hukumannya adalah selama 9 hari. Hal itu terjadi pada Nigeria. Rekor terlama diciptakan oleh Brunei Darussalam yang dihukum selama 16 bulan.
Namun PSSI sendiri tidak ingin begitu saja menuruti kemauan pemerintah, dalam hal ini Menpora, melalui Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Walau begitu, PSSI ingin Menpora segera mencabut status pembekuannya tanpa syarat agar roda sepakbola Indonesia kembali bergerak.
Selanjutnya PSSI pun terus menggugat Surat Keputusan (SK) pembekuan pemerintah terhadap PSSI. PSSI bahkan menggugat hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. PSSI memenangi gugatan itu.
Tarik ulur dari pemerintah dan PSSI berlangsung hampir satu tahun lamanya. Menpora akhirnya melunak dan mencabut pembekuan terhadap PSSI. Ada dua alasan Menpora mencabut pembekuan: Menghormati putusan Mahkamah Agung dan kemauan pemilik suara di PSSI untuk melakukan perubahan di internal PSSI.
Pada 13 Mei 2016, FIFA akhirnya mencabut hukumannya terhadap Indonesia.
Namun karena tanpa sepakbola resmi selama satu tahun, sepakbola Indonesia seolah harus membangun kembali semuanya dari nol. Peringkat FIFA Timnas Indonesia merosot hingga urutan 191, terendah sepanjang sejarah Indonesia, karena tak adanya pertandingan yang digelar selama 12 bulan. Klub-klub membangun kesebelasan dari nol karena pasca pembekuan mayoritas pemain diputus kontrak.
Sepakbola Indonesia memasuki era baru. Bahkan gairahnya semakin meninggi karena mantan-mantan pemain top Eropa seperti Michael Essien, Mohamed Sissoko, Didier Zokora, dan Peter Odemwingie bermain di kesebelasan Indonesia lewat aturan marquee player.
Baca juga: Batas Masa Lalu dan Masa Depan Sepakbola Indonesia
Akan tetapi hukuman FIFA tersebut pada akhirnya hanya menjadi episode masalah lainnya pada sepakbola Indonesia. Kisruh sepakbola Indonesia tak berhenti pasca sepakbola Indonesia "dimatikan".
Teranyar sepakbola Indonesia diguncang kasus pengaturan skor di mana sejumlah anggota Komite Eksekutif PSSI telah ditetapkan sebagai tersangka. Joko Driyono yang selama ini menjadi ujung tombak PSSI pun tak luput dari kasus yang membuatnya bolak-balik kepolisian. Kasus-kasus tersebut masih bergulir sampai saat ini dan akan menjadi episode baru dalam kisruh sepakbola nasional.
[ar]
Komentar