Hidup itu tidak selamanya bekerja. Semua orang yang bekerja di sepakbola, mulai dari pesepakbola, pelatih, staf kesebelasan, manajemen, pemilik, komentator, pandit, pekerja media, dan sebagainya, biasanya punya waktu istirahat (lumayan) panjang bernama "off-season" atau "jeda kompetisi". Rata-rata mereka bekerja selama 9-10 bulan setiap tahunnya.
Namun tidak seperti semua yang disebutkan di atas, suporter sepakbola tidak benar-benar memiliki waktu liburan. Tontonan dan bacaan sepakbola selalu menjadi prioritas mereka selama 12 bulan setiap tahunnya, termasuk pada saat off-season.
Pada tahun 2019 ini, musim panas dihiasi oleh berbagai turnamen yang mempertemukan banyak tim nasional, mulai dari Piala Dunia U20, UEFA Nations League, Piala Dunia Perempuan, Copa América, Piala Emas, sampai Piala Afrika. Akan tetapi kalau boleh jujur, suporter sepakbola lebih suka mendukung kesebelasan klub (bukan timnas, kecuali timnas negara sendiri) daripada kesebelasan negara.
Oleh karena itu, mereka terus mencari pelarian ke klub favorit mereka ketika sepakbola sedang off-season. Masalahnya, apa yang menarik pada saat sepakbola level klub sedang dalam fase liburan? Jawabannya ada pada dua hal ini: transfer dan pra-musim.
Untuk Apa Pra-Musim ke Asia?
Pra-musim (pre-season) menjadi waktu di mana para pelaku sepakbola—terutama pemain—sudah mulai bersiap kembali bekerja, menyambut musim yang baru. Pra-musim memiliki karakteristik yang sama hampir di semua tempat (kecuali di Indonesia), yaitu kesebelasan tak bermain terlalu serius.
Mereka tidak bermain serius karena para pemainnya baru kembali liburan, untuk menghindari cedera, dan menjadi ajang bagi pelatih mencari berbagai macam alternatif taktik.
Beberapa pemain seperti pemain baru dan pemain yang baru saja membela timnas mereka masing-masing di kompetisi internasional, bahkan tak jarang mendapatkan waktu istirahat ekstra. Itu membuat pertandingan pra-musim (seharusnya) semakin tidak menarik.
Baca juga: Manfaat Pra-Musim untuk Pemain, Manajer, Staf Pelatih, dan Peran Teknologi di Dalamnya
Namun tidak bisa disepelekan, pra-musim juga menjadi waktu yang sangat krusial bagi setiap kesebelasan. Perlu persiapan matang dari pihak kesebelasan agar bisa memaksimalkan pra-musim untuk mendapatkan manfaat fisik, teknik, taktik, dan juga, ini yang selalu menjadi prioritas akhir-akhir ini: finansial.
Jika hanya ingin mendapatkan manfaat fisik, teknik, dan taktik, kesebelasan bisa melakukan pra-musim ke tempat-tempat beraltitud tinggi seperti Austria atau Swiss untuk kesebelasan-kesebelasan Eropa. Sementara jika sudah melibatkan finansial, maka ada kehadiran suporter di sana yang membuat kesebelasan Eropa berbondong-bondong mendatangi Asia.
Ada anggapan umum jika pra-musim di Asia hanya soal bisnis dan finansial. Padahal tidak melulu demikian. Suporter memang tetap menjadi lumbung uang bagi mereka untuk berani datang puluhan ribu kilometer jauhnya. Namun ada efek emosi yang tak tergantikan yang membuat kedatangan kesebelasan-kesebelasan Eropa ke Asia menjadi sangat berharga.
Manfaat Finansial Bukan Buat Klub, Tapi Buat Suporter
"Normalnya saya bisa menghabiskan 1500 dolar Singapura (Rp15,4 juta) untuk biaya penerbangan ke London, ditambah 1400 (Rp14,4 juta) dolar lagi untuk tiket pertandingan. Belum biaya hotel, transportasi, dan lain sebagainya. Sangat mahal jika ingin menonton Spurs dari Singapura," kata Benjamin, seorang suporter Tottenham Hotspur yang kami wawancarai.
Suporter seperti Benjamin bukan hanya satu, tapi ada banyak, apalagi jika kita melihat kesebelasan-kesebelasan lainnya. Tidak semua orang memiliki rezeki yang cukup untuk bisa menikmati pertandingan sepakbola ke Inggris, Italia, Spanyol, Jerman, dan lain-lain. Namun dengan kedatangan kesebelasan seperti Spurs ke Singapura, Benjamin bisa sangat terbantu.
"Sekarang saya bisa menonton Spurs dengan hanya mengeluarkan 98 dolar Singapura (Rp1 juta). Lawannya juga bukan sembarangan, Juventus!" tambahnya.
Bermainnya Spurs di ajang turnamen pra-musim International Champions Cup di Singapura juga bukan hanya membantu para suporter The Lilywhites di negara tersebut. Negara-negara sekitar Singapura seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, bahkan sampai Sri Lanka dan Korea Selatan, ikut berbahagia karena bisa menonton jagoan mereka dengan biaya yang relatif lebih murah.
Di samping harga tiket di Singapore National Stadium yang bervariasi dari S$38 (Rp390 ribu) sampai S$418 (Rp4,3 juta), penerbangan Jakarta-Singapura juga relatif terjangkau di angka Rp1 juta-an.
Khusus untuk pertandingan ICC persembahan AIA Minggu lalu (21/07), bisa dibilang penonton Indonesia lebih banyak terlihat daripada penonton dari negara-negara lainnya, bahkan dari Singapura.
"Kalau pertandingan biasa, penontonnya tak akan sebanyak ini, bahkan sekali pun itu pertandingan timnas [Singapura]," kata Janssen, penonton asal Singapura. "Harus diakui orang Indonesia yang gila sepakbola membuat atmosfer di sini menjadi sangat meriah."
Momen Berharga Pra-Musim Bukan pada Pertandingannya
Sepakbola seringnya adalah soal pertandingan. Sayangnya, seperti yang sudah disampaikan pada awal tulisan ini, pra-musim memiliki tensi pertandingan yang biasanya tidak terlalu tinggi. Jadi jika kita ingin mengincar pengalaman pertandingan, masih tidak ada yang bisa mengalahkan kompetisi resmi seperti Premier League atau Liga Champions UEFA.
Meski demikian, sejujurnya pertandingan pra-musim Spurs di Singapura kemarin berjalan dengan tempo cukup tinggi. "Kaget juga, ternyata Spurs bermain cepat dan menekan sejak awal," kata Matias, pendukung Spurs asal Indonesia.
Bagi pendukung sejati seperti Matias, dia sadar jika dia sebaiknya tak berekspektasi berlebihan pada pertandingan pra-musim. Maka dari itu, ada beberapa hal yang dia nantikan. "Kalau untuk pertandingan, saya tak ekspektasi berlebihan karena ini hanya pra-musim. Tapi pra-musim ingin lihat pemain muda dan kesiapan fisik mereka," katanya.
Suporter sepakbola memang harus realistis ketika berharap pada ajang pra-musim seperti ini. Jika pertandingan dan sesi latihan (yang keduanya masih tergolong penting untuk para pemain dan pelatih) tidak bisa diharapkan, maka ada satu momen yang tergolong sangat berharga ketika pra-musim seperti ini, yaitu momen meet and greet.
"Di pra-musim, justru momen meet and greet seperti ini yang paling berarti," lanjut Matias, berkomentar sebelum dimulainya acara meet and greet with SPURS team persembahan AIA pada Minggu (21/07) pagi waktu Singapura.
Baca juga: Momen Kedekatan Para Suporter dengan Pemain Spurs
Pada momen-momen seperti ini, para pemain bisa lebih menghabiskan banyak waktu bersama para pendukungnya. Hal-hal sederhana seperti meminta tanda tangan, berfoto, dan mengobrol bersama para pahlawan adalah momen sangat berharga bagi para suporter; sesuatu yang kadang belum tentu bisa didapatkan meskipun mereka berhasil menghabiskan banyak uang untuk terbang puluhan ribu kilometer melihat Spurs bermain.
Jadi siapa bilang pra-musim ke Asia hanya soal finansial bagi kesebelasan yang datang? ICC di Singapura kemarin, misalnya, menjadi momen konkret yang berhasil menghadirkan dan mendekatkan emosi yang selama ini terbentur oleh jarak dan—ironisnya—uang itu sendiri.
Dari "Mereka" Menjadi "Kita"
Sekali dalam satu atau dua pekan, suporter sepakbola mengungsi ke stadion kesebelasan favoritnya. Namun bagi suporter yang memiliki kesebelasan favorit yang terpisah ratusan ribu kilometer (Jakarta-London memiliki jarak radius 11.713,93 km), kedatangan mereka menjadi berkah tersendiri.
Maka jika tontonan sepakbola kita umumnya tertuju pada Eropa selama semusim penuh, boleh lah pada setiap pra-musim kiblat sepakbola itu berpindah ke Asia. Meski hanya sejenak, tapi sangat berharga. Beruntung Singapura dan National Stadium-nya menjadi kuil berharga tersebut pada #AIAICC 2019.
Kemudian ketika pertandingan pra-musim hanya dianggap formalitas, selanjutnya hadir lah momen kedekatan pemain dengan para suporternya. Pada momen-momen seperti itu, suporter bisa menukar kata ganti "mereka" dengan sebutan universal dan pemersatu: "kita". Karena sepakbola adalah kita.
Komentar