Pasca menang 4-0 di pekan pertama Liga Primer Inggris 2019/20, Manchester United meraih hasil buruk pada pekan kedua dan ketiga. Itu terlihat bagaimana mereka hanya meraih hasil imbang ketika bertandang ke markas Wolverhampton Wanderers di pekan kedua, dan kalah di kandang sendiri pada pekan ketiga ketika menjamu Crystal Palace di Old Trafford.
Beberapa (bisa dibilang banyak) pihak menilai bahwa hasil buruk yang dialami oleh Man United adalah kesalahan dari Paul Pogba. Pemain Timnas Perancis tersebut seolah dijadikan kambing hitam atas keterpurukan Man United di dua laga terakhir.
Bukan tanpa alasan mengapa Pogba dijadikan kambing hitam. Di pertandingan menghadapi Wolves, Pogba gagal mengkonversi tendangan penaltinya menjadi gol. Padahal apabila Pogba sukses mengeksekusi penalti tersebut, Man United akan pulang dengan membawa tiga poin. Bahkan setelah pertandingan menghadapi Wolves, Pogba sempat menjadi sasaran rasis lewat media sosial. (lihat cuplikan pertandingan di sini)
Lalu di pertandingan menghadapi Palace akhir pekan lalu, dia kembali mendapat sorotan karena kesalahannya yang terlalu lama mengontrol bola, menjadi awal terjadinya gol Patrick van Aanholt di masa injury time untuk memastikan Palace mencuri tiga poin di Old Trafford. (Lihat cuplikan pertandingan di sini)
Setelah pertandingan, Ole Gunnar Solskjaer ditanya apakah ia kesal dan frustrasi melihat kesalahan Pogba yang membuat United kalah. Solskjaer dengan tegas menjawab, “Itu tidak membuat saya frustrasi. Kami tetap berharap banyak kepada dirinya.”
“Saya pikir sebagai bagian tim, Dia sangat penting dalam permainan kami. Dia bisa mendapatkan bola dengan sangat baik untuk gol kami. Dia juga memberikan beberapa umpan yang hebat. Kami tahu dia selalu ingin memegang bola sepanjang pertandingan. Dia tahu ketika kehilangan bola, dia akan mencobanya lagi. Itu tidak jadi masalah.” lanjut Solskjaer
Dari pernyataan Solskjaer, terlihat dia ingin mengatakan bahwa kekalahan dari Palace bukan mutlak kesalahan dari Pogba. Apabila melihat secara keseluruhan peranan Pogba dengan detail ketika menghadapi Wolves dan Palace, mengkambing hitamkan pemain bernomor punggung 6 tersebut sebagai penyebab buruknya penampilan Man United adalah sebuah kesalahan.
Pada pertandingan menghadapi Palace, ketika Pogba sedang dalam kondisi tertekan, tak ada pemain United yang melakukan covering. De Gea seharusnya juga tidak dengan mudah membiarkan tendangan dari van Aaanholt yang mengarah ke tiang dekat masuk begitu saja, posisi yang sebenarnya wajib diantisipasi oleh seorang penjaga gawang.
Selain itu kesalahan dari pemain lain yang tidak bisa memanfaatkan peran dari Pogba jadi penyebab United gagal mencetak gol. Pada menit ke-50 Pogba memberikan bola ke Jesse Lingard, tapi Lingard salah mengendalikannya. Pogba tidak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya. Ada lagi momen di mana ketika Martial salah membaca niat Pogba yang memberikan umpan daerah. Pada kesempatan lain, tiga penyerang depan United juga terlihat begitu statis yang menyebabkan Pogba sulit mengalirkan bola.Gol pertama Palace juga disebabkan kesalahan Victor Lindelof mengantisipasi duel bola udara.
Strategi yang diterapkan oleh Roy Hodson juga patut diapresiasi. Ia menerapkan formasi 4-5-1. Dengan formasi ini, kedalaman Palace, sangat terjaga. Taktik Palace mampu mengeksploitasi penyakit akut yang dimiliki Man United: miskin kreativitas. Kecenderungan menyerang dari sayap - total 27 umpan dilepaskan - terlalu mudah diantisipasi oleh Palace yang mencatatkan 27 sapuan.
Jordan Ayew ditugaskan untuk menutup pergerakan Pogba agar tak terlalu masuk ke dalam daerah pertahanan Palace. Begitu pun Benteke yang baru masuk di menit 75 mendapat tugas yang sama. Keduanya menjalankan tugas tersebut dengan baik. Alhasil Pogba cukup kesulitan untuk mengalirkan bola di lini tengah United.
Meski mendapat penjagaan ketat, Pogba tetap mampu melakukan sentuhan bola sebanyak 103 kali (terbanyak di antara para pemain lainnya). Total tekel yang dilakukannya juga tidak sedikit, empat tekel dia lakukan, salah satunya ketika berhasil merebut bola untuk menggagalkan peluang Wilfred Zaha.
Untuk menyerang, Pogba melepaskan empat tembakan, jumlahnya sama dengan tembakan Daniel James dan Scott McTominay. Dua umpan kunci juga ia ciptakan, salah satunya bahkan menjadi awal serangan untuk terciptanya gol James sebelum mendapat asis dari Martial.
Satu kesalahan yang dilakukan Pogba memang telah menutup segala peran penting yang dia lakukan. Ingat, Pogba adalah pemain dengan talenta luar biasa. Dia bisa melakukan banyak hal berbeda di lapangan.
Musim lalu Pogba membuat 30 takel melebihi catatan tekel dari Virgil van Dijk (28), melakukan 60 dribbel di mana itu melebihi dirbbel dari Sadio Mane (51), memenangkan penguasaan bola sebanyak 218 kali di mana itu melebihi catatan seorang Fernandinho (162), memenangkan duel udara sebanyak 120 kali di mana itu melebihi catatan duel udara Harry Kane (117), menciptakan 55 peluang di mana itu melebih catatan dari Leroy Sane (40), dan memenangkan 234 duel, lebih bayak dari seorang N’golo Kante (146).
Sekarang tinggal bagaimana United bisa memanfaatkan talenta Pogba seperti ketika ia masih bermain di Juventus dan Timnas Perancis.
Di Juventus, Dia berhasil membawa Juventus bermain di laga final Liga Champions. Di Timnas Perancis, Pogba menjadi pemain penting di lini tengah dan membawa negaranya meraih trofi Piala Dunia. Lalu kenapa di United Pogba tidak bisa meraih kesuksesan?
Perlu diingat, di Juventus, Pogba didampingi Andrea Pirlo dan Arturo Vidal untuk berbagi peran di lini tengah. Sementara di Timnas Perancis, ada sosok Kante yang menemani Pogba. Tapi di United, Pogba harus berjuang sendiri. Dia harus melakukan berbagai peran, di mana dia harus merebut bola, harus mengalirkan bola, harus menjaga keseimbangan lini tengah, harus membantu serangan. Peran itu dilakukan oleh Pogba.
McTominay yang sekarang diduetkan dengan Pogba belum bisa menjalankan perannya dengan baik. Lingard yang ditugaskan untuk mengisi posisi pemain nomor 10 untuk membantu United menyerang pun tak melakukan tugasnya dengan baik. Jadi inilah yang membuat Pogba sulit mengeluarkan talentanya.
“Sulit memasukkan cara bermain Roy Keane, Scholes, Veron, Giggs, atau Eric Cantona dalam satu pemain. Tapi Pogba punya kualitas itu. Dia pemain hebat.” ungkap Solskjaer yang tetap percaya kepada seorang Pogba.
Jadi menyalahkan Pogba secara menyeluruh karena penampilan Man United yang buruk bukanlah hal yang terlalu bijak. Liga Primer baru berjalan tiga pekan, masih ada waktu bagi Solskjaer dan juga United untuk menemukan satu sosok tepat disamping Pogba. Bagi para suporter Man United, bersabar lah.
Manchester United bisa dibilang kini bukan tim terbaik di Eropa. Tapi berkat Pogba, United masih banyak diperbincangkan banyak orang. Pogba adalah aset penting bagi United baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan.
Komentar