Hanya meraih tiga kemenangan dari 12 pertandingan Liga Primer Inggris, Tottenham Hotspur akhirnya memutuskan untuk melakukan perubahan di ruang ganti. Mauricio Pochettino (kepala pelatih), Jesus Perez (asisten pelatih), Miguel D`Agostino (pelatih tim utama), dan Antonio Jiménez (pelatih penjaga gawang), semuanya ditendang dari London Utara.
Melalui media sosial miliknya, Perez mengucapkan salam perpisahan pada para suporter The Lilywhites. “Terima kasih kepada para pemain, pegawai, dan suporter kami. Hal ini keluar dari lubuk hati kami yang paling dalam,” tulis Perez seperti menjadi perwakilan dari tim pelatih yang dipecat Tottenham.
Melalui pesan singkat tersebut, terlihat bahwa Perez merasa sedih meninggalkan The Lilywhites. Ia menyertakan emoji patah hati sebagai penutup pesannya.
Patah hati. Mungkin itulah yang dirasakan, bukan hanya Perez seorang, tapi juga oleh banyak pihak saat mendengar keputusan Tottenham memecat Pochettino. Pasalnya, belum sampai setengah tahun yang lalu, pada Juni 2019, Pochettino dan tim pelatih mengantarkan The Lilywhites ke final Liga Champions. Ini merupakan kehadiran pertama Spurs di final kompetisi Eropa sejak menjuarai Piala UEFA 1983/1984 dan merupakan final Liga Champions pertama mereka sepanjang sejarah klub.
Live Streaming West Ham vs Tottenham
Meskipun tidak membeli satupun pemain selama 2018/2019, Pochettino dan kawan-kawan berhasil mengantarkan Tottenham ke pertandingan paling prestisius di Benua Biru. Bahkan pada Oktober 2019, dua bulan setelah Liga Primer 2019/2020 bergulir, Majalah FourFourTwo menjadikan Tottenham sebagai cerita utama mereka dengan judul “Siapa yang berani, dia menang” atau “Who dares, wins”.
Dalam ulasan yang memakan 10 halaman tersebut, FourFourTwo menceritakan transformasi Tottenham dari era Glenn Hoddle hingga akhirnya membuahkan hasil bersama Pochettino. “Pochettino merupakan sosok yang menggambarkan semua keinginan suporter Tottenham. Gairah, emosi, dan keinginan untuk meraih piala,” kata Penulis FourFourTwo, Hunter Godson, yang juga merupakan suporter Tottenham.
Pekerjaan Pochettino ini tidaklah mudah. Pertama, dirinya tidak menjabat sebagai Manajer Tottenham, melainkan sebagai "kepala pelatih". Artinya, ia diberi wewenang untuk mengurus hal-hal terkait performa di atas lapangan, tetapi tak memiliki kekuasaan dalam bidang administrasi dan persiapan di luar lapangan seperti perekrutan pemain.
“Ketika masih di Southampton, saya menjabat sebagai manajer. Urusan saya bukan hanya melatih tim. Tapi di Tottenham saya hanya kepala pelatih. Saya adalah kepala dari divisi melatih (yang tugasnya) memperlihatkan permainan yang bagus, berusaha meningkatkan performa pemain, dan meraih hasil positif,” kata pria kebangsaan Argentina tersebut.
Jadi waktu Tottenham sama sekali tidak mendatangkan pemain baru di 2018/2019, itu bukan kesalahan Pochettino. Daniel Levy selaku presiden klub "memaksa" Pochettino berhemat karena mereka baru selesai membangun stadion baru. “Saya paham keinginan suporter. Tapi tidak ada jaminan bahwa pemain baru dapat membantu tim ini. Kami harus membangun dari bawah, tidak ada jalan pintas untuk menjadi tim kelas dunia,” kata Levy.
“Sejak menguasai klub ini, saya selalu ingin menjadikannya sebagai salah satu kekuatan di Eropa. Tentu kami ingin menang. Tapi, kemenangan bisa diraih di dalam ataupun luar lapangan. Stadion baru adalah kemenangan juga bagi kita [Tottenham],” jelas Levy.
Pochettino setuju dengan hal itu. Ia mengatakan jika Tottenham ingin selevel dengan FC Barcelona dan Real Madrid, mereka tidak bisa bermain di stadion yang hanya berkapasitas 36.000 kursi, atau kapasitas lama White Hart Lane. Jadi dirinya tidak keberatan apabila harus berhemat.
Kenyataannya, meski berhemat, Tottenham tetap mengeluarkan lebih dari 100 juta paun di musim panas 2019. Rekor belanja The Lilywhites bahkan mencapai titik baru setelah mendatangkan Tanguy Ndombele dengan dana 54 juta Paun dari Olympique Lyon. Akan tetapi, banyak masalah yang dihadapi Pochettino di musim 2019/2020.
Memasuki bursa transfer musim panas, Pochettino sebenarnya ingin mendatangkan seorang penyerang. Ia sadar bahwa Harry Kane tidak bisa terus-menerus dibebankan di depan gawang. Namun karena dirinya tidak memiliki wewenang dalam transfer pemain, ia tidak mendapatkan penyerang baru.
Sekalipun The Lilywhites sempat dikaitkan dengan penyerang Juventus, Paulo Dybala, tidak ada transfer yang terjadi. Mereka justru melepas Fernando Llorente. Padahal penyerang asal Spanyol itu banyak memberikan kontribusi saat Tottenham menembus final Liga Champions 2018/2019. “Llorente selalu membantu. Saat kami tidak dapat menggunakan jasa [Harry] Kane, dia selalu tampil. Saya senang melihatnya,” puji Pochettino.
Tanpa penyerang tambahan, lini kedua seharusnya menjadi tumpuan Pochettino di 2019/2020. Tapi performa Christian Eriksen justru menurun. Bisa jadi performanya ini terganggu karena rumor transfer. Dele Alli mulai redup. Erik Lamela inkonsisten. Lucas Moura gagal melanjutkan performa brilian yang dimilikinya pada 2018/2019, sementara Son Heung-Min terlambat panas.
“Tottenham memiliki skuat yang fantastis. Jika lihat nama-nama yang dimiliki Pochettino, Kane, Alli, Son, Moura, semua adalah pemain hebat. Tapi performa mereka kurang bagus saat ini. Mereka mengalami penurunan sejak akhir musim lalu [2018/2019]. Performa pemain yang akhirnya membuat Pochettino kehilangan kepercayaan dari direksi klub,” kata Mantan Manajer Tottenham Harry Redknapp.
Pochettino mungkin adalah nakhoda terbaik yang pernah dimiliki oleh Tottenham, setidaknya di era Liga Primer. Meski tidak meninggalkan piala untuk The Lilywhites, Pochettino mengantarkan mereka ke posisi kedua klasemen akhir Liga Primer Inggris 2016/2017. Itu adalah posisi terbaik yang pernah diraih klub pada era Liga Primer. Pada musim yang sama, Tottenham juga mendapatkan 86 poin, perolehan terbanyak dalam sejarah klub. Musim pertama di bawah Pochettino (2014/2015), Tottenham lolos ke final Piala Liga, final pertama mereka di semua kompetisi sejak 2008/2009. Belum lagi Poch juga mengantarkan Spurs ke final Liga Champions 2018/2019.
Lebih dari itu semua, Pochettino membuat Tottenham menjadi kesebelasan yang diperhitungkan untuk menjadi juara, bukan lagi sekadar pengganggu papan atas seperti era Harry Redknapp. Harry Kane meraih dua sepatu emas Liga Primer Inggris (2015/2016, 2016/2017), Son Heung Min masuk nominasi Ballon d’Or 2019, sementara Dele Alli terpilih menjadi pemain muda terbaik di 2015/2016 dan 2016/2017.
Mereka merasakan masa-masa terbaik bersama Pochettino. Mantan pemain Espanyol itu sempat berjanji bahwa di 2019/2020 dirinya akan membawa The Lilywhites menjadi juara. “Saya rasa pada musim keenam di Tottenham, piala akan datang. Tapi, kenyataan berkata lain."
“Ini bukan keputusan yang mudah. Melihat posisi kami di liga musim lalu (peringkat keempat) adalah sesuatu yang menyedihkan. Awal musim ini mengecewakan. Saya menghormati Pochettino dan berterima kasih atas jasanya selama ini. Dia akan selalu diterima di sini,” kata Levy mengumumkan kepergian Pochettino dan kawan-kawan.
Tottenham langsung menunjuk Jose Mourinho sebagai pengganti Pochettino. Semua sudah tertata rapi. Tottenham dihuni pemain berkualitas. Mereka bermain di salah satu stadion terbesar d Inggris. Menurut Redknapp, tugas Mourinho hanyalah satu di sisa musim 2019/2020: Lolos ke Liga Champions.
“Gagal masuk ke Liga Champions adalah mimpi buruk untuk [Daniel] Levy. Ia telah menghabiskan banyak uang untuk membangun stadion dan fasilitas latihan. Saat ini performa mereka tidak menjanjikan. Pihak direksi pun panik. Mereka tidak melihat akan ada perubahan jika terus begini. Akhirnya, pergantian pun dipilih menjadi jalan,” jelas Redknapp.
Tottenham akan berhadapan dengan West Ham pada akhir pekan ini sekaligus menjadi pertandingan pertama Tottenham bersama manajer baru mereka, Jose Mourinho. Pertandingan ini dapat disaksikan secara gratis melalui aplikasi Mola TV pada hari Sabtu, 23 November 2019.
Live Streaming West Ham United vs Tottenham Hotspurs
Komentar