“Youth need coaches, not critics.” Amit Kalantri, Penulis India
Tak melulu soal prestasi dan hasil di lapangan, Zinedine Zidane harus diakui lakukan pekerjaan yang patut diapresiasi musim ini untuk kumpulan pemain muda milik Real Madrid. Lepas dari persoalan taktik Zidane yang kadang mentok atau bisa diantisipasi oleh lawan, tapi pelatih berusia 47 tahun tersebut membawa angin segar untuk masa depan Madrid. Zidane berhasil membuat formula treatment untuk pemain muda Madrid agar bisa bermanfaat untuk tim di musim ini.
Contoh terbaru saat Real Madrid berhasil catatkan kemenangan perdana El Clasico di Santiago Bernabeu sejak 6 musim terakhir di Jornada 26 yang lalu. Dua pemain yang menjadi nyawa El Real pada pertandingan tersebut ialah Vinicius Junior (19 tahun) yang sukses menyumbangkan gol pembuka, dan Fede Valverde dimana effort nya selama pertandingan membuahkan penghargaan Man of the Match di akhir laga.
Federico Valverde layak mendapat apresiasi lebih pada laga ini. Penampilan cemerlang di El Clasico merupakan pembuktiannya setelah hampir sepanjang musim dirinya membuat angin segar di lini tengah Madrid. Sebagai pelatih, Zidane mampu membuat Valverde bersaing dengan bebebera gelandang senior di Real Madrid. Bahkan catatan menit bermainnya (2.057) melebihi Luka Modric (1825) yang memang sudah menginjak 34 tahun. Motivasi serta sosok Zidane yang membuat Valverde tampil lepas dan menghilangkan beban bermain untuk klub sebesar Madrid.
VIDEO: Informasi terupdate tentang Real Madrid
Secara tipe permainan, Valverde bisa memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Casemiro dan Toni Kroos untuk menjalankan peran mereka. Valverde dengan kecepatan dan kekuatan fisik membuat Casemiro bisa fokus untuk menjaga pertahanan dan Kroos untuk fokus dalam hal kreatifitas serta aliran bola di lini tengah. Untuk urusan membuka ruang, duel kontak fisik, daya jelajah lapangan tengah bahkan hinga berperan menjadi layer pertama pertahanan maka diberikan tugasnya kepada Valverde.
Valverde bisa dibilang sudah menjadi pilihan utama Zidane di lini tengah Real Madrid. Dalam 2 laga sepekan terakhir, melawan Manchester City dan FC Barcelona, Valverde dimainkan sejak menit awal. Saat melawan City, ia bermain bersama Luka Modric dan Casemiro, sedangkan saat melawan FC Barcelona ia bermain bersama Toni Kroos dan Casemiro. Dari total 31 laga yang ia mainkan di musim ini, Valverde hanya tampil 8 kali sebagai pemain pengganti. Ia menjadi pemain El Real di bawah 22 tahun yang punya menit bermain terbanyak.
Munculnya Valverde sebagai pemain muda yang diandalkan El Real merupakan buah hasil kerja keras tim Scouting Los Merengues. Tim scouting ini berada di Departemen Internasional yang diawasi oleh seseorang bernama Juni Calafat. Tim scouting ini yang berperan besar mendatangkan Valverde ke Real Madrid di tengah banyak klub lain yang juga menginginkan jasanya.
Selain Valverde, Calafat juga menjadi aktor keberhasilan El Real mendatangkan 3 talenta mudah Brasil, Vinicius Jr, Rodrygo Goes, dan Reiner Jesus. Selain itu, juga ada beberapa pemain muda lain yang datang seperti Luka Jovic dan Eder Militao. Peran Calafat juga didukung oleh manajemen dimana fokus transfer Real Madrid bisa dibilang berubah sejak Zidane ditunjuk jadi pelatih kepala.
Sejak musim 2015/2016 hingga musim 2018/2019 manajemen Los Blancos tidak pernah keluarkan uang lebih dari 50 juta euro untuk satu pemain. Transfer paling besar dalam periode tersebut hanya terjadi saat datangkan Vinicius Jr yang dihargai 45 juta Euro musim lalu. Thibaut Courtois sebagai nama besar ‘hanya’ ditebus sebesar 35 juta euro. Sementara transfer lainnya tidak lagi membuat heboh media dengan nama besar disertai uang fantastis.
Saat Cristiano Ronaldo pergi di awal musim 2018/2019, Real Madrid praktis tak membeli pemain bintang lainnya untuk langsung gantikan posisi Ronaldo. Baru di musim ini manajemen membeli Hazard yang dimaksudkan untuk menjadi pengganti sosok CR7. Hal ini menunjukan dengan jelas Madrid saat ini lebih berhati-hati dalam spending uang untuk pemain bintang dengan nama besar. Manajemen lebih rela jika puluhan juta euro dihabiskan untuk ‘menyelamatkan’ pemain muda berbakat jatuh ke tangan klub lainnnya.
Antara Pemain Pinjaman dan Kepercayaan Tim Utama
Lalu bagaimana sebenarnya sikap dan cara manajemen Real Madrid saat berhadapan dengan para pemain muda berbakat baik itu dari akademi atau hasil talent scouting? Jawabannya tergantung. Kali ini penulis coba ceritakan contoh kasus dari Dani Carvajal dan Raphael Varane, keduanya jadi andalan di lini belakang saat ini.
Dani Carvajal, bergabung dengan akademi Madrid sejak umur 10 tahun. Dia lahir di Legenes, yang berlokasi di pinggir kota Madrid, cocok menjadi satu contoh dari sisi akademi Madrid.
Sejak saat itu ia terus dipercaya oleh pelatih akademi dan mampu masuk tim Castilla atau sering disebut Real Madrid B pada tahun 2010. Dia sempat tampil cemerlang selama dua musim, bahkan sanggup membawa tim Castilla masuk Segunda Division di musim 2011-2012. Namun penampilan cemerlang di akademi, tak lekas membuat namanya dilirik oleh tim utama saat itu. Ia terpaksa dijual dengan harga 5 juta Euro ke Bayer Leverkusen di tahun 2012, tentu dengan buyback clause yang tak mencapai 2 kali lipat harga jual jika El Real ingin membawa Carvajal kembali.
Hasilnya, hanya 1 musim di Leverkusen Carvajal langsung menjadi bek kanan terbaik ketiga Bundesliga sepanjang 1 musim pilihan fans. Madrid pun langsung mengaktifkan buyback clause senilai ‘hanya’ 6,5 juta euro. Hasilnya? Meski harus rugi 1,5 juta euro namun penampilan Carvajal hingga saat ini tidak tergeser di posisi bek kanan.
Cara sederhana dan (mungkin) dijalankan oleh klub lainnya, terasa manis bagi Real Madrid. Selain Carvajal, ‘formula pinjaman ke klub lain’ juga berlaku untuk Marco Asensio, Lucas Vazquez, hingga Casemiro. Semua pemain tersebut kembali ke ibu kota Spanyol setelah menimba pengalaman bersama klub lainnya.
Berbeda dengan Raphael Varane, bek asal Prancis ini dibeli seharga 10 juta euro di taun 2011, hasil rekomendasi Zinedine Zidane yang saat itu menjabat sebagai Sporting Director Real Madrid. Alih-alih dipinjamkan ke klub lain, Varane yang saat itu berumur 18 tahun beberapa kali dicoba sebagai pemain pengganti atau bahkan menjadi starter saat berhadapan dengan klub yang lebih lemah. Ia bahkan langsung mencetak gol perdana di La Liga saat berhadapan dengan Rayo Vallecano. Dari saat itu, Varane terus mampu tunjukkan kemampuan terbaiknya. Ia kemudian menjadi kunci kesuksesan tim bersama Sergio Ramos dalam beberapa musim terakhir.
Formulasi Varane coba diulang saat ini kepada para pemain di bawah 20 tahun yang dibeli Madrid seperti Rodrygo Goes dan Vinicius Junior. Dua pemain muda tersebut memang tidak setiap pekan tampil di tim utama dan menjadi starter. Mereka terkadang mulai dari bangku cadangan. Namun, Zidane selalu paham kapan dan bagaimana mengeluarkan kemampuan mereka saat diperlukan. Rodrygo sempat mencuri perhatian di Liga Champions awal musim ini, namun banyak disimpan Zidane di tahun 2020 ini. sedangkan Vinicius menjadi nyawa Madrid di tahun 2020 ini.
Cara Madrid ini terlihat sederhana dan mungkin dijalankan oleh klub lainnya juga, namun strategi manajemen Madrid dalam beberapa tahun terakhir ini patut diakui menjadi salah satu kunci meraih berbagai pencapaian dalam beberapa musim terakhir.
Fokus Manajemen Remajakan Skuad
Terlepas dari strategi manajemen, jika melihat data serta fakta, fokus manajemen Madrid remajakan skuad bisa dilihat sejak 3 musim terakhir dimana rataan umur pemain Los Blancos tak melebihi 26 tahun. Bahkan dalam periode kedua Zidane bersama Madrid, pelatih berkebangsaan Prancis tersebut hanya memakai 25 pemain di tim utama. Selain karena rotasi yang sangat rutin dilakukan setiap pekannya, tentu para pemain yang kiranya tak mendapat tempat di tim utama lebih baik dipinjamkan ke klub lainnya. Seperti kasus Alvaro Odriozola, Dani Ceballos hingga Sergio Reguillon.
Dengan gossip Martin Odegaard akan kembali di musim depan serta Achraf Hakimi yang telah konfirmasi akan pulang ke Bernabeu, maka Madrid akan kedatangan dua pemain potensial yang musim ini menunjukkan performa gemilang di masa pinjaman. Terutama bagi Odegaard yang baru berusia 21 tahun, ia berkesempatan membungkam kritik yang selama ini selalu ia terima sebagai pemain muda yang overrated.
Komentar