Tidak ada klub yang lebih rajin menjuarai Liga Europa, selain Sevilla. Lima kali melangkah ke final, lima kali tim Andalusia juara. Terbanyak mengoleksi piala.
Berapa kali Sevilla juara La Liga? Sekali. Piala Super Spanyol? Sekali saja. Piala Super Eropa? Sekali juga. Memang Copa Del Rey juga lima kali dimiliki, tapi untuk era 2000-an cuma teraih dua.
Tidak ada pula klub yang mencapai final sebanyak Sevilla. Sevilla terlalu identik dengan kompetisi ini. Entah bagaimana, mereka begitu berjodoh dengan kompetisi level dua antarklub Eropa. Sejak juara pertama kali pada 2006, mereka ketagihan.
Untuk musim ini, Los Nervionenses siap menyambut final keenam mereka. Suso, dkk. bersua Inter Milan di Stadion Koeln, Jerman pada Sabtu (22/8) jam 02.00 WIB.
VIDEO: Perjalanan Inter Milan di Liga Eropa 2019/20
Lantas, apa yang membuat klub Spanyol begitu dominan di Liga Europa? Ternyata gara-gara rival sekota, Real Betis.
“Sevilla sempat melewati 60 tahun tanpa trofi untuk dirayakan. Juara Piala UEFA pada tahun 2006 menjadi momen krusial untuk tim yang merayakan 100 tahun klub. Apalagi, setahun sebelumnya Real Betis menjuarai Copa Del Rey,” ungkap kiper legendaris klub, Andres Palop kepada The Athletic.
Banyak pemain yang belum pernah meraih kesuksesan seperti itu. Lantas muncul rasa ketagihan dan mengulanginya setahun berselang. Selain Palop, pemain seperti Dani Alves, Frederic Kanoute, Adriano Correia, dan Luis Fabiano berada dalam skuat pimpinan Juande Ramos.
Kesuksesan Ramos menular ke tangan dingin Unai Emery. Sedari musim 2013-14 sampai 2015-16, trofi Liga Europa tidak berpindah tangan. Emery melampaui pencapaian eks pelatih Tottenham Hotspur. Sosoknya tetap agung sekalipun musim lalu tumbang di final bersama Arsenal.
Anggaplah sepak bola sebagai sesuatu yang bisa terukur lewat statistika. Beralih rupa menjadi eksakta tatkala skor, operan, daya tempuh, dsb. tereduksi sebatas angka-angka. Namun, bolehkah kita bilang Sevilla sanggup juara terus menerus bukan karena melulu sesuatu yang saintifik?
Setiap hari, pemain Sevilla bisa dengan mudah melihat wujud piala Liga Europa. Menyimak foto para pemain terdahulu yang berhias confetti saat berpesta. Mendengar kisah kemahsyuran yang perlahan membangun alam bawah sadar bahwa mereka membela klub langganan juara kompetisi ini. Tertanam keyakinan, bukan hal muskil untuk mengulanginya berkali-kali.
Kasus serupa, misalnya pada Real Madrid dengan Liga Champions, Juventus dengan Serie-A, Bayern Muenchen dengan kejuaraan domestik, atau Arsenal dengan Piala FA. Pastilah fakta itu bukan satu-satunya modal kesuksesan berulang. Namun kenyataan tersebut kadung memaksa mereka punya standar kalau musim harus berakhir minimal ditemani trofi langganan. Sekalipun gagal, usahakan jangan terlalu lama.
Dalam daftar juara Liga Europa, terdapat Liverpool, Juventus, Inter Milan, dan Atletico Madrid yang tepat berada di bawah Sevilla. Mereka sama-sama mengoleksi tiga piala. Keempat tim elite hampir setiap musim memprioritaskan bersaing selama mungkin di Liga Champions.
Sementara Sevilla? Hanya pernah tujuh kali mentas di Liga Champions.
Memutus Tren Buruk
Berbanding terbalik dengan lawannya, Inter Milan masuk dalam pusaran nasib buruk tim Italia. Tidak ada lagi tim Italia yang tampil di final Piala UEFA/Liga Europa sejak musim 1998-99.
Ketika itu, Gianluigi Buffon yang baru puber menjaga gawang Parma saat menang 3-0 dari Marseille di partai puncak. Selang 21 tahun kemudian, baru Inter pimpinan mantan rekan setim Buffon, Antonio Conte menjadi perwajahan Serie-A di final Liga Europa.
Negeri cattenaccio memang kurang bergigi belakangan ini. Selain betapa lawasnya keikutsertaan mereka di final Liga Europa, tim-tim Italia juga belum kunjung berprestrasi lagi di Liga Champions.
Inter masih menjadi tim Italia terakhir yang menjuarai Liga Champions pada 2010. Juventus sempat melangkah ke final pada musim 2016-17 sebelum kandas di tangan Real Madrid. Pada musim ini, perwakilan Italia mental terlalu dini pada dua kompetisi tersebut.
“Kami tidak menganggap diri sebagai penyelamat Italia, kami melangkah sejauh ini tanpa membandingkan diri dengan tim (Italia) lain,” jelas Conte kepada pers sebelum laga semifinal.
Sekalipun kalah jumlah trofi, nama besar dan komposisi pemain Inter masih menempatkan mereka sebagai favorit. Mereka finis di peringkat kedua Serie-A dengan selisih satu poin dari Juventus. Posisi terbaik sejak musim 2010-11.
Pasca melepas Mauro Icardi, I Nerazzurri melahirkan salah satu duet terbaik yang pernah berseragam biru-hitam. Duo penyerang, Romelu Lukaku dan Lautaro Martinez menyumbang total delapan gol untuk membawa tim ke final. Kombinasi keduanya begitu membara saat melibas Shakhtar Donetsk 5-0 di babak empat besar.
Khusus Lukaku, total 33 golnya di semua ajang sedikit lagi menyamai jumlah 34 gol Ronaldo Nazario saat debut bersama Inter. Ketika itu, Ronaldo sanggup menyumbang Piala UEFA bagi klub Milan. Pencapaian penyerang idola yang juga ingin Lukaku ulangi.
Jelas tidak mudah, karena Sevilla kadung berpengalaman membabat lawan sampai tandas di partai puncak. Middlesbrough dan Espanyol tidak sanggup mengulang raihan mereka setelah tumbang di kaki klub Andalusia. Sekarang, keduanya terjerembab di divisi kedua.
Sevilla juga menyadarkan Benfica yang masih terkena kutukan Bela Gutmann saat tim Portugal tumbang lewat adu penalti. Klub Ukraina, Dnipro Dnipropetrovsk menjadi tidak karuan (malah bubar) tidak lama setelah tersungkur di laga final tahun 2015. Sedangkan Juergen Klopp diberi pelajaran berharga, karena trofi pertamanya bersama Liverpool mesti tertunda tiga tahun berselang.
Kepala Pelatih, Julen Lopetegui siap mengikuti jejak Juande Ramos dan Unai Emery. Reputasinya sempat tercoreng akibat perselisihan dengan timnas Spanyol sebelum Piala Dunia 2018. Kariernya juga memble saat dipercaya menukangi Real Madrid. Bersama Sevilla, Lopetegui pun sempat meraih beragam hasil minor.
Untung, dia bisa menguasai situasi. Tim asuhannya tiba di final dengan catatan tidak terkalahkan sepanjang 20 laga beruntun. Rekor terbanyak dalam sejarah klub. Untuk tambahan suntikan motivasi, Sevilla secara ajaib hanya sekali kalah dari 26 laga fase gugur Liga Europa sejak 2013.
Kesolidan tim terbangun dari posisi belakang. Kiper Maroko kelahiran Kanada, Bono menuai sensasi setelah dengan gemilang menggantikan kiper utama Tomas Vaclik. Di depan Bono, ada duet Jules Kounde dan Diego Carlos menjadi tumpuan permainan secara konsisten. Carlos tercatat paling banyak melakukan sapuan di La Liga musim lalu.
Sisi kanan pertahanan diisi pemain veteran, Jesus Navas. Navas terlibat dalam tim juara pada 2006 dan 2007 sebagai gelandang sayap muda nan lincah. Usia pula yang menggerus peran dan fungsinya di lapangan.
Sedangkan sisi kiri ditempati bek gesit pinjaman Real Madrid, Sergio Reguilon. Selain pulang ke El Real, Reguilon punya opsi direkrut Chelsea musim depan.
Untuk lini tengah, Ever Banega berperan sebagai jenderal Los Palanganas. Gelandang Argentina akan meladeni mantan klub yang tidak menarik perhatiannya lagi. Dibantu Fernando dan Joan Jordan, lini tengah Sevilla kelewat solid.
Kreativitas dua mantan pemain AC Milan, Suso dan Lucas Ocampos juga terus diandalkan. Sumbangan gol keduanya pada dua laga terakhir terbukti ampuh menyajikan hasil terpenting. Suso dan Ocampos mengapit penyerang Youssef En-Nesyri yang mungkin memulai laga atau Luuk De Jong sebagai supersub.
Dalam langkah menuju final, Sevilla turut menundukkan wakil Italia, AS Roma lewat dua gol tanpa balas. Selanjutnya dua wakil Inggris, Wolverhampton Wanderers dan Manchester United mereka libas. Wolves tidak berdaya, karena eksekusi penalti Raul Jimenez mentah di tangan Bono. Sedangkan cekcok Bruno Fernandes dengan Victor Lindelof tampil sebagai adegan terakhir musim 2019-20 milik MU.
Inter boleh berhasrat mengulangi pencapaian pada tahun 1998. Dengan Lukaku membayangkan diri sejajar dengan penyerang Brasil junjungannya.
Namun, hanyaSevilla yang paling paham bagaimana menjuarai LigaEuropa. Rasa ketagihan yang mungkin sekali lagi terpuaskan. Pada Jumat malam di Koeln, Jerman kepastian dapat ditemukan.
Untuk menambah keseruan menonton pertandingan, Anda bisa seru-seruan dengan bermain MPL Fantasy. Aplikasi MPL menyediakan permainan fantasy football yang memberikan Anda kesempatan untuk memenangkan GoPay dan LinkAja. Satu berlian yang Anda dapatkan dalam permainan MPL Fantasy dapat Anda tukarkan langsung dengan Rp100 rupiah saldo GoPay dan LinkAja. Download aplikasi MPL pada link berikut melalui ponsel android Anda.
Komentar