Merek dagang hampir tidak dapat lepas dari dunia sepakbola. Sebagai olahraga paling populer di dunia, rasanya terlalu naif jika para taipan abai pada lahan ini. Mereka mencoba menyulap klub-klub medioker menjadi kekuatan baru yang ditakuti. Ada yang sukses, tak sedikit pula yang gagal.
Philip Oltermann, kepala biro Berlin The Guardian, pernah gusar perihal pembelian hak main klub divisi 5 Liga Jerman, SSV Markranstaedt, oleh perusahaan minuman energi asal Austria, Red Bull. Oltermann khawatir model kepemilikan klub yang saat ini bernama RB Leipzig tersebut bakal mengganggu sistem 50+1 yang sudah dianut mayoritas klub-klub Jerman.
Namun, RB Leipzig bukanlah satu-satunya klub di Jerman yang dimiliki pemodal tunggal. Ada Bayer Leverkusen, VfL Wolfsburg, hingga klub bentukan perusahaan lensa, FC Carl Zeiss Jena. Tidak heran apabila klub-klub tersebut mendapat julukan "klub plastik" dari para pendukung klub-klub tradisional di Jerman.
Khusus untuk Leverkusen, posisi mereka di ranah para suporter Jerman memang sedikit unik. Kontras dengan kebanyakan klub Jerman yang berakar dari kelas pekerja dan memiliki citra keras nan fanatik, para penggemar Leverkusen justru berusaha menciptakan impresi yang ramah. Stadion mereka, BayArena, bahkan memiliki reputasi sebagai stadion paling ramah di Jerman.
Leverkusen juga terkenal mengorbitkan para pemain bintang. Dewasa ini kita tentu tidak asing dengan nama-nama macam Arturo Vidal, Toni Kroos, Dani Carvajal, Son Heung-Min, hingga paling anyar Kai Havertz.
Suporter rival sering mengolok mereka sebagai "klub plastik" dengan kenyataan basis pendukung yang tidak fanatik, juga label "Neverkusen" — merujuk reputasi mereka yang terlalu sering menjadi runner up kompetisi mayor. Walaupun demikian, sejarah Leverkusen terlampau panjang untuk disandingkan dengan RB Leipzig.
Dari Sepucuk Surat
Semuanya berawal dari sepucuk surat permohonan mendirikan klub senam untuk para pekerja pabrik, yang ditulis Wilhelm Hausschlid dan August Kuhlmann kepada direktur perusahaan farmasi dan kimia, Bayer AG (dulu bernama Friedrich Bayer & Comp.). Wiesdorf — wilayah yang menjadi cikal bakal Leverkusen (lewat merger dengan tiga wilayah lain: Schlebusch, Steinbuechel, dan Rheindorf) — sebenarnya sudah memiliki tiga klub senam, tetapi belum terdaftar di Asosiasi Senam Jerman.
Hausschild dan Kuhlmann ingin manajemen perusahaan menyediakan fasilitas senam dan olahraga bagi para pekerja. Permintaan tersebut akhirnya disepakati usai 170 pekerja tertarik dengan usulan Hausschild dan Kuhlmann.
Setahun setelah surat yang ditunjukkan Hausschild dan Kuhlmann, tepatnya tahun 1904, TuS Bayer 04 berdiri. Tiga tahun setelahnya, departemen sepakbola dipisahkan. Hingga pada tahun 1928, lini sepakbola mereka beralih nama menjadi Sportvereinigung Bayer 04 Leverkusen (SV Bayer 04 Leverkusen).
Hingga tahun 1970 awal, prestasi Leverkusen masih biasa-biasa saja. Mereka berkutat di Regionalliga West yang setara dengan Bundesliga 2. Pada akhirnya, Leverkusen mampu naik ke Bundesliga pada 1979/80 dan belum pernah turun divisi semenjak saat itu.
Sewindu setelah mereka promosi ke Bundesliga, Leverkusen mulai menampakkan taringnya di jagat kompetisi kontinental. Pada UEFA Cup 1988, mereka berhasil menaklukkan Espanyol di laga final. Tertinggal 0-3 di leg pertama dan menang 3-0 di laga kandang, Leverkusen menang 3-2 di babak adu penalti.
Pada tahun yang sama, Reiner Calmund naik menjabat manajer umum klub. Naiknya posisi Calmund dari pemimpin tim muda menjadi petinggi klub disebut langkah terpenting yang pernah dialami Leverkusen. Calmund merupakan sosok yang mendatangkan top skor sepanjang masa Leverkusen, Ulf Kirsten, juga pemain-pemain ternama seperti Lucio, Emeron, Ze Roberto, serta Michael Ballack.
Puncak kejayaan klub terjadi pada medio 1997-2002. Dari periode tersebut, Leverkusen berhasil finis empat kali sebagai runner up Bundesliga dan mampu mencapai final Liga Champions 2001/02. Namun, musim 2001/02 mereka lebih terkenal dengan sebutan ‘trebel horor’.
Leverkusen unggul lima poin dari Borussia Dortmund, tetapi kalah dua kali di tiga Spieltag terakhir dan harus merelakan gelar kepada Dortmund. Mereka juga kalah dari Schalke di final DFB Pokal. Yang paling monumental, mereka takluk 1-2 dari Real Madrid di final Liga Champions lewat gol voli spektakuler Zinedine Zidane.
Peduli Suporter dan Komunitas Lokal
Seperti kebanyakan klub-klub tradisional Jerman, Leverkusen peduli terhadap para suporter. Salah satu yang paling mencolok adalah dukungan terhadap pendukung disabilitas, khususnya para tunanetra.
Leverkusen merupakan pelopor komentator pertandingan untuk tunanetra di Bundesliga. Ide tersebut memang bukan yang paling baru. Kurt Vossen, eks kepala seksi sepakbola Bayer Leverkusen, terinspirasi dari Manchester United yang jauh lebih dulu mengaplikasikan ide tersebut.
Pertama-tama, Vossen mencobanya di klub suporter asuhannya, yang anggotanya banyak diisi para penggemar tunanetra. Hingga akhirnya fasilitas komentator pertandingan-pertandingan Bayer Leverkusen diperkenalkan di BayArena pada tanggal 15 Oktober 1999 silam.
Oktober 2019, tepat dua dekade fasilitas tersebut diperkenalkan, Leverkusen meluncurkan jersi khusus yang menerakan aksara braille di bawah sponsor resmi mereka.
“Ada banyak orang di klub kami yang menunjukkan komitmen besar kepada fans kami yang memiliki disabilitas. Kami bukan hanya pionir di Bundesliga; jauh lebih penting bahwa komentar untuk para tunanetra memberi orang kesempatan untuk menikmati pengalaman pertandingan sepenuhnya," kata Fernando Carro, pimpinan Leverkusen.
Lain itu, selama 14 tahun terakhir, Leverkusen secara rutin menggelar kompetisi bagi klub-klub kecil di region Rhein sebagai bentuk kepedulian kepada komunitas. Kompetisi yang bernama Volunteering Prize tersebut memiliki total hadiah uang sebesar 15.000 euro.
“Sepak bola klub yang terorganisir memainkan peran penting dalam masyarakat kita. Kami melihatnya terutama ketika kami harus hidup tanpa mereka. Kami harus berterima kasih kepada banyak klub atas komitmen sukarela mereka yang luar biasa dengan sepak bola sebagai pendamping konstan dalam hidup kami," kata Meinolf Sprink, Direktur Penggemar / Komunitas di Bayer 04.
Belum genap dua bulan, di tengah kondisi pandemi, Leverkusen juga melakukan kampanye donor darah untuk stok kantung di Palang Merah Jerman (DRK).
Bahkan, bersama-sama dengan Bayern Muenchen, Borussia Dortmund, dan RB Leipzig, Leverkusen menyumbang dana kumpulan sebesar 20 juta euro untuk membantu finansial klub-klub di Bundesliga 1 dan 2 yang mengalami masalah di tengah pandemi.
Meski dijuluki "klub plastik", Leverkusen tentu tidak dapat dengan mudah disamakan dengan RB Leipzig yang cenderung sangat instan dan memiliki sejarah pendek. Lepas dari status klub gagal yang paling sukses (12 kali lolos ke kompetisi Eropa dalam 15 tahun terakhir), kini para pendukung mereka bisa dengan bangga menyebut diri die Werkself (kesebelasan pabrik) atas tindakan klub dan peran besar mengorbitkan para pemain muda.
Musim ini, Leverkusen menjadi salah satu tim — selain "klub plastik" lainnya, VfL Wolfsburg — yang belum merasakan kekalahan di ajang Bundesliga.
Bayer Leverkusen berlaga di Bundesliga 1 2020/21. Seluruh pertandingan die Werkself dapat Anda saksikan di Mola TV. Klik di sini untuk menyaksikan seluruh tayangan langsung pertandingan Leverkusen, juga tayangan ulang dan highlights pertandingan-pertandingannya.
Komentar