Tottenham Hotspur kembali gagal meraih hasil maksimal usai ditahan imbang Newcastle United, Minggu (4/4/2021) lalu. Hasil ini membuat Spurs hanya berhasil meraih satu kemenangan dari empat pertandingan terakhir.
Tiga laga sisa lainnya berakhir dengan dua kekalahan dan sekali imbang. Konsekuensinya, mereka tersingkir dari Europa League dan melewatkan kesempatan untuk menembus zona Eropa.
Pada pertandingan lawan Newcastle, gol pertama lawan diraih karena Tottenham terjebak pressing The Magpies. Mereka berhasil membalas dua gol, tetapi, Harry Kane dan kolega gagal mempertahankan keunggulan. Lini pertahanan Spurs tidak cukup fokus menghadapi momen genting dan membuat mereka kebobolan pada menit-menit akhir.
Gol kedua Newcastle, yang menjadi penyeimbang skor pada menit 85, terjadi setelah umpan silang Matt Ritchie menciptakan kemelut yang diantisipasi dengan kacau oleh para pemain Spurs. Dua bek yang menjadi pertahanan terakhir, Davinson Sanchez dan Joe Rodon justru miskomunikasi dan bertabrakan. Tak ada pemain Spurs yang menyadari pergerakan Joe Willock dari belakang, meski ada 5-6 pemain Spurs di dekat kotak penalti waktu itu. Alhasil, pemain pinjaman dari Arsenal itu berhasil menyambar bola liar.
Imbang 2-2 lawan Newcastle menghambat misi Spurs untuk finis di zona Liga Champions. Ketika dua rivalnya, Chelsea dan Leicester, kalah dan kehilangan poin, Spurs justru ikut-ikutan kehilangan poin. Padahal, jika berhasil mempertahankan keunggulan, Gareth Bale dan kawan-kawan seharusnya telah menggusur Chelsea di peringkat lima.
Saat kalah dari Arsenal di Derbi London Utara, 14 Maret lalu, anak asuh Mourinho sedianya bisa menggusur West Ham. Waktu itu, Spurs terpaut tiga poin dari The Hammers yang kalah dari Manchester United.
Empat hari berselang, mereka justru menelan kekalahan yang lebih memalukan. Spurs dibungkam Dinamo Zagreb 3-0 kendati berbekal keunggulan agregat 2-0.
Usai pertandingan lawan Newcastle, Mourinho ditanya mengenai timnya kini yang cenderung kesulitan mempertahankan keunggulan. Padahal, tim yang dilatihnya dulu cenderung cakap menjaganya. “Pelatihnya sama, pemainnya berbeda,” jawabnya.
Mourinho lagi-lagi menyalahkan pemain. Ini adalah ketiga kalinya ia mencela skuad Spurs dalam empat pertandingan terakhir. Usai kalah dari Arsenal, ia menyebut para pemainnya “bersembunyi”. Setelah disingkirkan Dinamo Zagreb, eks pelatih Chelsea itu secara terbuka mempertanyakan profesionalisme dan sikap para pemain.
Komentar-komentar pedas Mourinho menandakan bahwa ruang ganti Tottenham tak baik-baik saja. Suasana negatif jelas tak menguntungkan siapa pun di Tottenham. Apalagi, ketika mereka sedang mengejar empat besar jelang musim berakhir.
Pada Minggu (11/4/2021), Spurs yang sedang limbung akan menghadapi rival pengejar tiket Liga Champions, Manchester United. Bagi Mourinho, partai ini krusial dari berbagai segi. Tiga poin yang dipertaruhkan sangat berharga, terlebih lagi ada gengsi khusus karena ia merupakan mantan pelatih MU. Ia juga butuh performa bagus yang konsisten untuk mengamankan tempatnya di kursi pelatih.
Pada putaran pertama lalu, skuad besutan Mourinho membabat MU 1-6 di Old Trafford. Kemenangan tersebut terjadi di pekan keempat. Setelah pertandingan itu, sulit membayangkan kalau Setan Merah justru secara konsisten tampil lebih baik dibanding Spurs. Hingga gameweek 30, MU mengoleksi 11 poin lebih banyak dibanding Tottenham. Mereka juga mencetak gol lebih banyak (58 berbanding 51) dan memiliki rekor kebobolan identik (MU 33, Spurs 32).
Setelah dipermalukan, Ole Gunnar Solskjaer berhasil membina skuad, bangkit, dan mempertahankan konsistensi. Sebaliknya, Tottenham inkonsisten. Dan yang lebih parah adalah tanda-tanda ketidakharmonisan yang ditunjukkan ketika hasil buruk menerpa.
Secara taktis, Tottenham-nya Mourinho tak menghadapi masalah berarti. Filosofi sepakbolanya telah teruji di Porto, Chelsea, Inter Milan, dan Real Madrid. Di Spurs, skema yang dirancang Mourinho pun amat kokoh jika dieksekusi dengan baik.
Misalnya ketika Spurs menghadapi Manchester City, Arsenal, dan Leeds United di putaran pertama lalu. Dalam tiga pertandingan tersebut, Tottenham mampu menahan pressing intens lawan dan cakap melindungi area berbahaya. Son Heung-Min dan kolega membiarkan lawan memainkan bola tetapi tetap fokus menutup celah.
Saat menyerang, pola permainan Tottenham terarah. Meski tak banyak menguasai bola, Spurs mampu membuka ruang tembak dan mengonversi peluang dengan baik. Spurs pun berhasil menang lawan Man City (2-0), Arsenal (2-0), dan Leeds (3-0) di putaran pertama.
Masalah utama yang dihadapi Mourinho adalah manajemen sumber daya manusia. Ketika dia dipecat dari Chelsea (periode kedua) dan Manchester United, suasana negatif di ruang ganti selalu mewarnai kepergian eks pelatih Porto itu.
Usai diimbangi Newcastle, Mourinho menegaskan bahwa problem Tottenham adalah “instabilitas yang dibuat sendiri”. Tetapi, bagaimana Mourinho mengatasi problem semacam itu? Terus-terusan menyalahkan pemain di depan media tentu tak membantu.
Di Tottenham, kendati sempat membawa klub bangkit pada 2019/20, rekor yang dicapai Mourinho melenceng dari ekspektasi. Ia hanya menorehkan 1,8 poin per pertandingan selama menukangi The Lilywhites dalam 84 laga. Jumlah rerata poin ini adalah yang terendah sepanjang karier kepelatihan Mourinho; sama dengan kiprah debutnya yang singkat di Benfica pada 2000 silam.
Masalah di skuad Spurs wajib diatasi jika mereka ingin lolos ke kompetisi UEFA. Jelang menghadapi Man United, yang menarik disimak bukanlah pendekatan taktis yang akan dipakai Mourinho, melainkan bagaimana dia mengatasi skuad dengan sikap dan profesionalisme yang dipertanyakan. Sebagai pelatih kepala, Mourinho harus menemukan cara menangani ruang ganti.
Komentar