Akademi Manchester City sejak dulu sanggup meluluskan pemain-pemain top. Hanya saja, sangat jarang ada pemain tamatan City Football Academy yang bisa menjadi andalan klub. Jangankan menjadi ikon The Citizens, para lulusan akademi cenderung tak mendapat menit bermain secara reguler, kalah dari para bintang yang didatangkan saat jendela transfer.
Lulusan akademi City tak mendapatkan tempat, terlebih setelah Sheikh Mansour datang pada 2008 yang lalu. Pada musim perdana biliuner Uni Emirat Arab tersebut, sejumlah pemain homegrown masih menjadi tulang punggung tim. Stephen Ireland, Micah Richards, Shaun Wright-Phillips hingga Nedum Onouha rutin dimainkan oleh Mark Hughes. Pemain muda seperti Daniel Sturridge dan Ched Evans pun sering diberi kesempatan.
Lulusan akademi semakin tersingkir ketika rezim Mansour merekrut Roberto Mancini dan mulai serius mengejar trofi Premier League. Ketika The Citizens meraih gelar liga perdana di era Premier League, eks City Football Academy yang bermain secara reguler hanyalah Micah Richards. Bek Inggris tersebut memainkan 28 pertandingan EPL saat City merengkuh gelar pada 2011/12.
Semusim kemudian, Richards hanya bermain tujuh kali di liga. Pada 2014, ia dipinjamkan ke Fiorentina sebelum menghabiskan kontraknya dan pindah ke Aston Villa.
Hingga 2019/20, Richards menjadi lulusan akademi terakhir yang bermain reguler untuk Man City. Selama periode ini, Mancini, Manuel Pellegrini, dan Pep Guardiola sempat menjajal sejumlah pemain. Di antaranya Karim Rekik, Dedryck Boyata, Kelechi Iheanacho, dan Angelino. Namun tak ada yang benar-benar menembus tim utama.
City Football Academy baru mulai menampakkan tajinya ketika Phil Foden muncul ke permukaan. Foden, umum dianggap sebagai pemain terbaik akademi City dan rutin dimainkan Guardiola dua musim belakangan. Gelandang kelahiran Stockport itu memang jarang menjadi starter, tetapi ia telah bermain dalam 38 pertandingan pada 2019/20 dan 41 pertandingan musim ini.
Kegemilangan Foden beriringan dengan bersinarnya sejumlah lulusan akademi City yang telah pindah ke klub lain. Jadon Sancho menjelma salah satu pemain terbaik Borussia Dortmund sejak 2018/19. Angelino pun kian berkembang di RB Leipzig.
Selain tiga nama tersebut, pemain lain seperti Kasper Schmeichel, Loris Karius, Denis Suarez, Kieran Trippier, dan Kelechi Iheanacho gagal mendapat kesempatan dan pilih hengkang. Brahim Diaz, salah satu pemain menjanjikan di generasi Foden, juga hengkang ke Real Madrid dan kini dipinjam AC Milan.
Setidaknya, ada bukti nyata mengenai kualitas pengembangan pemain muda Manchester City, kendati itu tak selalu menguntungkan klub secara langsung. Di Etihad, terlalu banyak pemain muda yang jengah menanti kesempatan bermain dan memilih mengadu nasib ke klub lain.
Kasus Sancho barangkali menjadi semacam berkah terselubung bagi Man City. Mengingat kemampuan yang ditunjukkannya sekarang, biaya delapan juta paun yang dikeluarkan Dortmund terasa murah. Tetapi, moncernya sang pemain pada 2018 adalah kabar baik bagi masa depan City Football Academy.
Mengingat investasi besar-besaran ke sistem pengembangan pemain muda Man City, ketiadaan lulusan akademi di tim inti peraih gelar juara tentu kurang menyenangkan.
Sheikh Mansour telah menggelontorkan dana berjumlah sangat besar untuk mengembangkan akademi. Pada Desember 2014, konstruksi Etihad Campus yang memuat akademi, fasilitas latihan, dan saran penunjang lain diresmikan. Fasilitas ini disebut mampu menampung 400 pemain muda dalam satu waktu. Tim utama City dan tim perempuan juga berlatih di kompleks tersebut. Sebelumnya, Mansour telah berinvestasi untuk mengembangkan kompleks Platt Lane, tempat tim muda berlatih.
Selain itu, perekrutan pemain muda City juga lebih aktif. City Football Academy merekrut pemain-pemain berbakat dari akademi lain, baik di Inggris maupun luar negeri. Sancho misalnya, didatangkan dari akademi Watford. Sedangkan Eric Garcia diboyong dari La Masia.
Rezim Sheikh Mansour sejak awal serius berinvestasi di pengembangan pemain muda. Namun pertanyaannya, mengapa sangat sedikit lulusan City Football Academy yang menjadi pemain reguler di tim inti.
Kendati memiliki sistem perekrutan yang ekspansif dan ditunjang fasilitas mumpuni, tak ada pemain akademi yang mampu meyakinkan Mancini, Pellegrini, hingga Guardiola.
Guardiola sendiri menegaskan bahwa keengganannya memainkan lulusan akademi karena alasan kompetitif. Kesuksesannya meraih dua titel Premier League (sebentar lagi tiga) ditopang oleh produk jadi yang didatangkan dengan dana besar.
“Ketika mereka (pemain akademi) bertalenta, mereka akan bermain. Tetapi pada waktu bersamaan, kami harus bersaing setiap hari melawan yang terbaik di Inggris dan Eropa. Untuk itu kami perlu pemain seperti David Silva, Kevin De Bruyne, Sergio Aguero, dan Fernandinho. Tetapi jika basis tim adalah pemain muda, tidak mungkin [untuk bersaing]," kata Pep kepada The Guardian, Oktober 2019 silam.
Phil Foden agaknya akan menjadi satu-satunya pemain dari generasinya yang bisa menembus tim utama. Kendati cemerlang sejak remaja, Foden, seorang suporter Man City sejak bocah, rela bersabar menunggu kesempatan.
Guardiola adalah pengagum Foden sejak lama. Ia pernah melatih pemain muda sekelas Lionel Messi. Namun, pelatih berusia 50 tahun ini menegaskan bahwa Foden adalah “pemain paling bertalenta” yang pernah dilihatnya.
“Dia [Foden] punya segalanya untuk menjadi salah satu pemain terbaik. Saya telah mengatakannya dalam banyak kesempatan saat konferensi pers, tetapi mungkin belum mengatakannya di depan sang pemain: Phil adalah pemain yang paling, paling, paling bertalenta yang pernah saya lihat sepanjang karier saya sebagai manajer,” kata Pep pada 2019 lalu.
Foden semakin sering bermain dan berperan penting di partai krusial. Di perempat final Liga Champions, ia mencetak dua gol ke gawang Dortmund. Gol pertama memastikan kemenangan kandang The Citizens. Sedangkan gol kedua, sebuah tembakan mengejutkan ke tiang dekat yang berawal dari skema korner pendek, mengakhiri perlawanan die Borussen di Signal Iduna Park.
Pertandingan itu adalah kesempatan reuni Foden dan Sancho setelah hampir empat tahun berpisah. Namun sayangnya, Sancho melewatkan dua leg tersebut akibat cedera.
Keduanya tak diragukan lagi adalah lulusan terbaik City Football Academy pada abad 21. Dua pemain itu mendongkrak reputasi akademi yang, sejak rezim Sheikh Mansour, koneksinya seakan terputus dengan tim utama.
Tim muda Man City sendiri menorehkan prestasi membanggakan beberapa tahun belakangan. Musim lalu, The Citizens menjuarai U-18 Professional Development League, U-18 Premier League Cup, serta FA Youth Cup.
Sejumlah pemain berbakat ambil bagian dalam kesuksesan tim muda itu. Taylor Harwood-Bellis, Cole Palmer, Jayden Braaf, James McAtee, dan Liam Delap adalah lima di antaranya.
Apakah para pemain itu akan mengikuti jejak Foden? Atau, seperti Sancho dan Diaz, minimnya kesempatan bermain akan membuat mereka hengkang? Cara Pep mengembangkan pemain muda menuntut kesabaran ekstra. Di Manchester City, sejauh ini, tak banyak yang bisa memenuhinya.
Itulah mengapa kehadiran Foden istimewa bagi City Football Academy. Phil Foden, selain memiliki bakat luar biasa, juga sabar menanti demi klub yang dicintainya. Dalam diri Foden, City menemukan apa yang mereka cari selama ini: seorang bakal legenda yang berasal dari akademi sendiri.
Sumber foto: Premier League News Now
Komentar