Secanggih apa pun rencana permainan, terkadang pertandingan sepakbola ditentukan oleh momen-momen penuh improvisasi. Pelatih boleh merencanakan dan memberi instruksi, tetapi, respons individual dalam menghadapi situasi permainan tertentu sering menjadi pembeda hasil akhir. Dan dari sekian momen-momen yang mungkin, gol kemenangan yang dicetak oleh kiper selalu mendapat tempat spesial.
Tugas utama kiper adalah menjaga gawang. Posisinya ada di paling ujung lapangan. Jika dia justru mencetak gol — menceploskan bola ke ujung lain dari tempatnya — di atas kertas ini amat aneh dan kontradiktif.
Siapa pun yang mencetak gol kemenangan atau comeback yang dikunci pada menit-menit akhir selalu istimewa. Jika yang mencetak gol pemungkas adalah pemain bersarung tangan, ia membawa pertandingan ke level klimaks yang lebih ganjil, ajaib, dan spesial.
Pada 16 Mei lalu, momen semacam itu tercipta di The Hawthorns, markas West Bromwich Albion. Kiper Liverpool, Alisson Becker mencetak gol kemenangan kurang dari dua menit sebelum pertandingan selesai. Penjaga gawang Brasil itu mengunci tripoin krusial dan menjaga asa The Reds ke Liga Champions musim depan.
Momen tersebut amatlah langka. Meskipun kiper pencetak gol bukanlah hal baru di sepakbola — ingat Rogerio Ceni dan Jose Luis Chilavert — gol kiper dari situasi bola hidup (open play) sangat jarang terjadi. Ceni (131 gol) dan Chilavert (67 gol) memanglah prolifik, tetapi hampir semua gol mereka dicetak via penalti atau tendangan bebas.
Di era Premier League, gol kiper baru terjadi enam kali dan empat di antaranya berasal dari situasi open play. Alisson menjadi kiper keenam yang mencetak gol EPL setelah Peter Schmeichel, Brad Friedel, Paul Robinson, Tim Howard, dan Asmir Begovic. Sepanjang sejarah Liverpool, ia menjadi kiper pertama yang mencetak gol.
Dari enam gol itu, dua dicetak menyusul kemelut setelah corner kick. Alisson satu-satunya pemain yang mencetak gol sundulan. Sedangkan tiga gol lain adalah sepakan dari wilayah sendiri yang berujung masuk ke gawang lawan.
Jika tim tertinggal pada menit-menit akhir di pertandingan menentukan, kiper kerap naik ketika timnya mendapat tendangan bebas atau tendangan sudut. Namun jarang yang benar-benar menjadi pencetak gol. Statistik gol kiper Premier League menunjukkan hal ini. Tidak adanya kiper yang menjadi eksekutor tetap bola mati membuat hanya ada enam kiper yang mencetak gol sejak 1992.
Meskipun ikut maju ke kotak penalti lawan, probabilitas kiper mencetak gol tetaplah rendah. Namun, mengapa kiper bersikeras maju saat momen genting? Mutlak perjudian atau sekadar keputusasaan?
Baca juga: Era Baru Pertahanan Liverpool Bersama Alisson
Secara taktis, kehadiran kiper di kotak penalti lawan saat situasi corner kick atau tendangan bebas sejatinya memberi keunggulan. Hal ini diakui oleh pelatih sepakbola yang belakangan ini menjadi korban serangan kiper, Steven Gerrard.
Pada 26 April lalu, Rangers disingkirkan St. Johnstone di perempat final Piala Skotlandia. The Gers tereliminasi via adu penalti. Sebelumnya, dua tim ini bermain imbang 1-1 hingga babak tambahan waktu. Pada masa injury time babak tambahan, St. Johnstone mencetak gol dramatis dari situasi corner. Christopher Kane menyamakan kedudukan berkat asis dari sang kiper, Zander Clark.
Setelah pertandingan, Gerrard mengaku timnya gagal merespons situasi tak terbayangkan. Mereka tak mempertimbangkan bahwa Zander akan ikut maju menyerang umpan set piece.
“Itu [kiper menyambut corner] sulit diantisipasi. Kapan Anda akan menghadapinya? Itu sangat langka dan cukup unik. Dan ketika itu dilakukan oleh seseorang setinggi 6,3 kaki [192 cm], wajarnya salah satu pemain besar mesti pergi dan menjaga Zander. Dan ternyata penjagaan itu akhirnya diserahkan ke para pemain kecil yang belum mengawal siapa pun dan kini disuruh mengawal seseorang setinggi 6,3 kaki,” kata Gerrard kepada The Scottish Sun.
Gerrard menggarisbawahi betapa kiper bisa mengacaukan rencana bertahan dari situasi bola mati. Dalam menghadapi situasi seperti itu, sebuah tim memiliki rencana dan mematangkannya dalam sesi latihan. Para pemain pun memiliki tugas sendiri-sendiri, baik mengawal pemain atau zona seperti tiang jauh atau tiang dekat.
Kehadiran kiper, meski tak berbekal teknik sundulan dan lompatan yang terasah, sangat mungkin mengacaukan rencana bertahan. Pasalnya, kiper umumnya memiliki postur tinggi untuk menyambut bola udara.
Baca juga: Monster Besar yang Masih Rindu Sepakbola
Inilah yang terjadi saat Rangers dibekuk St. Johnstone. Waktu itu, dua bek tengah The Gers, Connor Goldson dan Jack Simpson, telah memiliki tugas kawalan masing-masing. Hasilnya, Zander tak terkawal dan menyambut umpan tanpa perlu repot berduel. Sundulan Zander kemudian mengenai Kane hingga berbuah gol.
Jika meninjau gol sundulan yang dicetak kiper, umumnya mereka menyambut bola dalam posisi tak terkawal. Alisson juga tak terkawal saat mencetak gol ke gawang West Brom. Liverpool FC telah merilis rekaman gol tersebut dengan sudut pandang semua kamera yang mengover kejadian itu di stadion. Proses golnya dapat dilihat secara mendetail.
Dalam gol tersebut, Alisson bebas menyundul bola di tiang dekat. Para pemain West Brom terlihat sudah memiliki tugas mengawal sendiri-sendiri. Kyle Bartley dan dua pemain lain sejatinya menjaga tiang dekat. Namun, Bartley mesti mengawal Sadio Mane dan dua rekannya mengemban tugas penjagaan zonal.
Tandem Bartley, Semi Ajayi bertugas mengawal Nathaniel Phillips. Ia adalah eksekutor bola yang asli di zona tiang dekat. Ajayi menunaikan tugasnya, menempel Phillips yang bergerak menyambut bola. Namun, sosok yang kemudian mengeksekusi bola justru Alisson.
Di sini, kehadiran kiper asal Brasil tersebut sukses mengeksploitasi celah taktik set piece Sam Allardyce.Di atas kertas, Darnell Furlong dan kawan-kawan tak melakukan kesalahan; toh, mereka melakukan tugas sebagaimana dalam latihan. Namun, kehadiran pemain tambahan yang berpostur tinggi dan kebetulan mengeksekusi umpan dengan sangat baik membuat mereka kalah.
Setelah pertandingan, Juergen Klopp mengaku timnya tak pernah berlatih untuk situasi ini. Menurutnya, andil sang manajer dalam gol tersebut hanyalah satu: tak meminta Alisson membatalkan niatnya untuk ikut menyambut corner.
“Saya berkata ke John Achterberg [pelatih kiper] bahwa ketika saya pergi ke konferensi pers, saya akan bilang bahwa itu berhasil karena dia melakukannya empat kali dalam sepekan! Sayangnya, itu tidak benar! [Teknik sundulan] itu mestinya datang dari memori jangka panjangnya ketika dia menjadi pemain outfield saat kanak-kanak,” kata Klopp.
“Saya belum pernah melihatnya melakukan sesuatu seperti ini. Saya sudah cukup senang jika dia tidak menggunakan kepalanya terlalu sering dan menggunakan kedua tangannya. [Itu] sebuah momen yang sempurna,” lanjutnya.
Alisson mengeksekusi bola layaknya seorang ujung tombak. Sundulannya berkelas. Pengambilan posisi, timing, dan teknik menyundulnya tepat. Lantas, bagaimana jika waktu itu kiper gagal menyundul dan bola justru direbut pemain lawan? Skenario terburuk dari kejadian ini tentu gol “konyol” ke gawang kosong.
Kejadian malang tersebut dialami oleh kiper Universitario, Jose Carvallo pada November 2014 silam. Saat bertanding lawan Leon de Huanuco dalam lanjutan Liga Peru, Universitario tertinggal 1-0 hingga injury time. Sang kiper pun maju ketika timnya mendapatkan corner pada menit akhir. Sayangnya, sepak pojok gagal dan Leon de Huanuco berhasil mencetak gol via serangan balik ke gawang yang kosong.
Meskipun demikian, sapuan pemain lawan tak langsung berarti bahwa serangan gagal. Jika tim yang tertinggal berhasil menahan bola dan merebutnya di area berbahaya, situasi kemelut dapat terjadi. Dan kehadiran kiper dalam situasi kemelut selalu membantu. Pasalnya, dalam kekacauan semacam itu, memiliki tambahan pemain di kotak penalti lawan membuat tim penyerang memiliki opsi lebih banyak.
Gol kiper dari situasi kemelut pun beberapa kali terjadi. Musim ini, kiper Sevilla, Yassine Bounou melakukannya pada 20 Maret silam. Waktu itu, Los Nervionenses tertinggal 1-0 dari Valladolid hingga injury time. Mereka mendapat sepak pojok pada menit akhir.
Bounou, tahu bahwa itu adalah peluang terakhir di pertandingan, maju untuk membantu serangan. corner ini tak berbuah gol secara langsung. Setidaknya, butuh empat umpan dan satu blok hingga Bounou menyepak bola di depan gawang. “Itu [mencetak gol] menimbulkan perasaan yang indah. Para striker benar-benar beruntung,” ucap kiper asal Maroko itu usai pertandingan.
Gol adalah pencapaian yang sangat langka bagi para kiper. Situasi yang menuntut penjaga gawang maju ke depan amatlah langka, bisa mencetak gol darinya lebih langka lagi. Maka, tak heran jika gol yang dicetak oleh kiper — apalagi yang bukan dari titik putih atau tendangan bebas langsung — begitu dirayakan. Momen seperti ini menunjukkan wajah absurd sepakbola.
Sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya melihat kembali salah satu gol kiper terbaik sepanjang masa. Ini juga gol kiper dari situasi corner, dicetak oleh kiper Baroka FC (klub Afrika Selatan), Oscarine Masuluke. Bukan sundulan seperti Alisson atau sepakan jarak dekat seperti Bounou, Masuluke mencetak gol dengan tendangan salto. Ya, tendangan salto dari dekat batas kotak penalti.
Komentar