Sepanjang sejarahnya, Timnas Turki tak pernah menjadi kekuatan utama sepakbola. Mereka jarang tampil di gelaran akbar seperti Piala Dunia atau Piala Eropa. Namun, sekalinya mendapat kesempatan, Ay-Yildizlilar biasa melampaui ekspektasi yang dibebankan.
Turki hanya pernah enam kali menembus Piala Eropa/Piala Dunia sebelum 2020. Dari enam kesempatan itu, mereka tiga kali menembus fase gugur dan dua kali meraih peringkat ketiga. Penampilan menggebu di Korea-Jepang 2002 dan Austria-Swiss 2008 membuat label kuda hitam lekat ke Tim Bulan-Bintang.
Di Piala Eropa 2020, Turki pun menjadi salah satu tim berlabel “kuda hitam” yang paling dinanti. Ada sejumlah alasan mengapa Ay-Yildizlilar dapat kembali melaju jauh di edisi kali ini — meskipun mereka dihantam Italia 3-0 di partai perdana.
Pertama, Turki lolos ke putaran final berkat serangkaian performa kuat di babak kualifikasi. Mereka dapat melaju jauh jika mencapai level performa yang sama. Kedua, Caglar Soyuncu dan kawan-kawan dinakhodai oleh pelatih legendaris yang membawa mereka ke semifinal Piala Dunia: Senol Gunes. Selain itu, skuad Turki yang sekarang banyak diisi perantau yang tampil baik di level klub pada musim lalu.
Meskipun akan memulai matchday kedua tanpa poin dan dengan selisih gol -3, anak asuh Senol Gunes masih memiliki peluang terbuka untuk lolos. Syaratnya tentu saja adalah meraih poin maksimal di laga sisa lawan Wales dan Swiss.
Fluktuasi Turki
Turki merupakan salah satu penampil terbaik di kualifikasi Piala Eropa. Tergabung di Grup H, Burak Yilmaz dan kolega lolos sebagai runner-up di bawah Perancis.
Bersama Belgia, rekor pertahanan Turki merupakan yang terbaik di kualifikasi. Mereka hanya kebobolan tiga gol di grup yang berisikan juara dunia 2018 dan Islandia. Gawang yang dijaga Mert Gunok hanya bobol dalam dua pertandingan, masing-masing lawan Perancis dan Islandia.
Taktik Senol Gunes berjalan sesuai harapan di fase kualifikasi. Turki biasa memasang formasi dasar 4-2-3-1 atau 4-1-4-1 ketika bertanding. Mereka cenderung beroperasi dengan lini pertahanan dan tengah yang rapat, terutama lawan “tim besar”, kemudian mengincar serangan balik. Keberhasilan taktik ini paling menonjol ketika Ay-Yildizlilar membungkam Perancis 2-0 di Konya Buyuksehir.
Akan tetapi, performa anak asuh Gunes mulai menurun setahun berikutnya. Pada 2020, Turki menuai serangkaian hasil buruk. Mereka hanya sekali menang dari delapan pertandingan, dua uji coba dan enam partai UEFA Nations League. Hasil-hasil negatif membuat Turki terdegradasi dari Liga B UNL.
Pada 2021, performa mereka lebih baik. Skuad asuhan Gunes menang 4-2 atas Belanda di kualifikasi Piala Dunia. Setelah itu, mereka menang tiga gol tanpa balas lawan Norwegia yang diperkuat bintang muda macam Erling Haaland dan Martin Odegaard. Namun, di partai terakhir jeda internasional Maret, Latvia menahan imbang mereka dengan skor 3-3.
Dalam tiga partai uji coba terakhir, Turki menuai hasil yang tidak buruk. Mereka meraih dua kemenangan, masing-masing lawan Azerbaijan dan Moldovia. Satu pertandingan lain (lawan Guinea) berakhir imbang 0-0.
Rekor pertahanan yang dibanggakan Turki terlihat merapuh setahun belakangan. Pada 2019, Okay Yokuslu dan kawan-kawan hanya kebobolan empat gol dari 12 pertandingan sepanjang tahun. Namun, sejak 2020 hingga partai uji coba terakhir sebelum Piala Eropa, Turki kebobolan 20 gol dari 14 pertandingan.
“Seandainya saya diminta mengaku, saya lebih pilih memainkan turnamen ini pada 2020. Kami mencapai level yang sangat baik pada waktu itu. Namun, potensi kami masihlah tinggi,” kata Gunes kepada Fotomac.
Baca juga: Menakar Kans Turki Lolos ke Piala Dunia 2022
Skuad Muda dan Harapan Senol Gunes
Turki membawa skuad dengan rerata usia termuda di Piala Eropa 2020, 24 tahun 11 bulan saat turnamen dimulai. Senol Gunes membawa 10 pemain berusia 23 tahun ke bawah. Pemain termuda di skuad adalah Ridvan Yilmaz, baru genap 20 tahun pada Mei silam.
Ay-Yildizlilar diperkuat nama-nama baru di turnamen kali ini. Hanya ada tiga eks Piala Eropa 2016, turnamen mayor terakhir tim, yang dipanggil. Mereka adalah Hakan Calhanoglu, Ozan Tufan, dan Burak Yilmaz.
Di atas kertas, skuad yang dibawa Gunes pun relatif lebih baik. Di Perancis 2016, hanya ada empat penggawa Timnas Turki yang merantau ke liga besar, kesemuanya berposisi gelandang. Kali ini, dari 26 pemain, terdapat 12 orang yang berlaga di liga top Eropa.
Burak Yilmaz, Zeki Celik, dan Yusuf Yazici baru saja mengantar LOSC Lille juara Ligue 1 sekaligus mematahkan dominasi Paris Saint-Germain. Yilmaz menjadi top skor klub dengan 18 gol. Yazici, sering diturunkan di posisi sayap atau penyerang kedua, mengakhiri musim dengan torehan 14 gol serta enam asis. Zeki Celik juga menjadi andalan Christophe Galtier di pos bek kanan.
Di Serie A, Hakan Calhanoglu menjadi pemain paling kreatif AC Milan. Mert Muldur pun mampu bersaing di tim utama Sassuolo. Kaan Ayhan dan Merih Demiral juga punya potensi meskipun belum menjadi pilihan utama di level klub.
Caglar Soyuncu masih menjadi tembok kokoh Leicester City. Ozan Kabak merantau ke Premier League dan menambal krisis bek tengah Liverpool. Sedangkan di West Brom, Okay Yokuslu berperan menjadikan lini belakang klub lebih solid.
Senol Gunes juga masih memiliki Orkun Kokcu, pemain muda yang mencuri perhatian di Feyenoord. Ia juga punya talenta yang memperkuat klub besar Turki seperti Ozan Tufan dan Irfan Kahveci. Jika bicara materi pemain, pelatih berusia 69 tahun itu tak bisa mengeluh mengingat kualitas yang dimiliki.
Pertandingan pertama kontra Italia jelas menimbulkan kekhawatiran. Kekalahan dari favorit juara grup mungkin bisa diterima. Namun, kalah 3-0 dan sama sekali tanpa perlawanan tentu bukan cara yang tepat untuk memulai turnamen.
“Mereka [Italia] adalah lawan yang lebih superior dari kami dalam setiap aspek,” kata Gunes setelah pertandingan.
Dua pertandingan berikutnya adalah laga wajib menang bagi Turki. Di pertandingan grup A yang lain, Wales bermain imbang 1-1 dengan Swiss. Wales menunjukkan spirit tanpa akhir, Swiss pun menampilkan aksi-aksi ofensif yang berbahaya. Dua tim itu jelas bukan lawan mudah bagi Ay-Yildizlilar.
Meskipun demikian, kans Turki untuk lolos cukup terbuka, entah sebagai runner-up atau peringkat tiga. Di Piala Dunia 2002 dan Piala Eropa 2008, ketika mereka lolos ke semifinal, Turki pun kalah di partai perdana lawan unggulan grup, masin-masing lawan Brasil dan Portugal. Mampukah Bulan-Bintang mengulanginya?
“Yang lalu adalah sejarah, kini kami dapat melakukan sesuatu demi masa depan,” pungkas Gunes. Eks Trabzonspor ini pernah membawa Turki melaju jauh melampaui kapasitas. Kalah di partai perdana bukan berarti ia tak mampu mengulanginya di turnamen kali ini.
Komentar