Perempat final Piala Eropa 2020 mempertemukan Ukraina vs Inggris di Stadio Olimpico, Roma pada Minggu (4/7/2021) dini hari WIB. Skuad asuhan Andriy Shevchenko, yang berstatus kuda hitam, mengincar partisipasi semifinal pertama sepanjang sejarah.
Ukraina sendiri belum pernah mengalahkan The Three Lions sejak 2009. Dari tujuh pertandingan Ukraina vs Inggris, negara pecahan Uni Soviet ini baru menang sekali. Namun, telah banyak yang berubah sejak terakhir kali kedua tim bertemu. Mereka terakhir bertanding pada 2013, jauh sebelum Shevchenko dan Gareth Southgate melatih.
Sebelum putaran final, Ukraina adalah salah satu dari lima tim yang berhasil merampungkan kualifikasi tanpa menelan kekalahan. Oleksandr Zinchenko dan kawan-kawan menjuarai Grup B dengan catatan enam menang dan dua imbang. Mereka mengungguli Portugal yang finis di pos runner-up.
Akan tetapi, kiprah Ukraina di fase grup justru terkesan antiklimaks. Setelah tampil berani lawan Belanda, Zhovto-Blakytni menang tipis atas Makedonia Utara. Laga itu berakhir menggelisahkan bagi Ukraina usai Ruslan Malinovskiy gagal mengeksekusi penalti dan tim lawan terus menekan.
Di partai terakhir fase grup, anak asuh Shevchenko tak mampu berbuat banyak lawan Austria. Mereka kalah 0-1 dan hanya membuat lima tembakan sepanjang pertandingan. Untungnya, hasil akhir Grup B dan Grup E bisa membuat mereka bernapas lega. Finlandia dan Slovakia finis dengan selisih gol lebih buruk; sehingga, Ukraina berhak lolos sebagai peringkat tiga terbaik yang “terburuk”.
Oleksandr Zinchenko dan kawan-kawan kembali menunjukkan tajinya di babak 16 Besar. Menghadapi Swedia yang tampil solid sepanjang fase grup, Ukraina menang 2-1 via babak tambahan waktu.
Di perempat final, Ukraina kembali harus menghadapi tim dengan pertahanan solid. The Three Lions merupakan tim dengan rekor pertahanan terbaik di Piala Eropa 2020 sejauh ini. Mereka belum pernah kebobolan di putaran final.
Inggris Selalu Nirbobol
Skuad asuhan Gareth Southgate selalu mempertahankan nirbobol dari empat pertandingan yang dilakoni. Pertahanan solid ini menjadi modal mereka untuk lolos ke perempat final. Inggris bisa menjuarai Grup D meskipun hanya mencetak dua gol.
Di babak 16 Besar, Harry Maguire dan kawan-kawan berhasil menetralisasi serangan Timnas Jerman. Die Mannschaft, mencetak enam gol di fase grup, empat di antaranya lawan Portugal, gagal menjebol gawang Jordan Pickford.
Inggris sukses mengunci gelandang Jerman dan wing-back yang menjadi andalan konstruksi serangan lawan. Dalam laga itu, anak asuh Joachim Loew hanya mencatatkan 113 sentuhan di sepertiga akhir, setengah dari rata-rata sentuhan Jerman di fase grup, serta 20 sentuhan di kotak penalti, juga di bawah rata-rata.
Sejauh ini, The Three Lions tampil apik merusak rencana lawan. Mereka bermain reaktif dengan hasil yang efektif. Kecakapan Inggris mengantisipasi taktik adalah alasan utama keberhasilan mereka ke perempat final.
Permainan responsif Southgate berpeluang menyulitkan Shevchenko. Namun, legenda AC Milan itu juga cakap merespons situasi. Sebagaimana ditunjukkan dalam laga kontra Swedia, Ukraina bisa tampil adaptif.
3-4-3 vs 3-5-2?
Andriy Shevchenko memainkan pola tiga bek ketika membungkam Swedia. Sebelumnya, Zhovto-Blakytni selalu tampil dengan 4-3-3 saat fase grup. Sang pelatih berupaya mengatasi blok rapat Swedia dengan bermain lebih melebar.
Oleksandr Zinchenko dipasang sebagai wing-back kiri setelah sebelumnya selalu bermain di lini tengah. Mykola Matvienko dijadikan bek tengah; Oleksandr Karavayev menjadi wing-back kanan. Di lini depan, Andriy Yarmolenko dijadikan tandem Roman Yaremchuk.
Yarmolenko cenderung bermain melebar kendati di atas kertas dijadikan striker tengah. Bekerja sama dengan Karavayev yang sering overlap, penyerang West Ham ini menebar ancaman dari sisi kanan. Ketika menghadapi Swedia, Yarmolenko menyumbang satu asis untuk gol pertama yang dicetak Zinchenko.
Sementara itu, Zinchenko juga menjadi outlet serangan yang mumpuni dari sayap kiri. Ketika menjadi gelandang, pemain Manchester City ini lebih terlibat dalam konstruksi serangan dari sepertiga pertahanan atau lini tengah. Namun, dari sayap, sang pemain lebih ofensif di sepertiga akhir lawan.
Sepanjang fase grup, ia mencatatkan 59 sentuhan di sepertiga akhir lawan. Ketika menghadapi Swedia, Zinchenko 51 kali menyentuh bola di sepertiga akhir. Pemain berusia 24 tahun ini pun efektif bagi lini serang, mencetak satu gol dan membidani asis yang berbuah gol pemungkas Artem Dovbyk.
Apabila Shevchenko kembali menurunkan pakem tiga bek, serangan sayap mereka dapat melukai Inggris. Sebaliknya, Southgate juga berpeluang kembali memasang formasi tiga bek yang membawa mereka menang atas Jerman.
Pembuktian Yarmolenko dan Set Piece Inggris
Andriy Yarmolenko tak menikmati musim yang cukup baik bersama West Ham United pada 2020/21. Anak asuh David Moyes memang berhasil lolos ke Europa League, tetapi striker Ukraina ini tidak berperan banyak. Eks Dynamo Kyiv ini hanya bermain 15 kali (sekali sebagai starter) di Liga Inggris musim lalu.
Sejak mengadu nasib ke luar negeri, Yarmolenko gagal mereplikasi performanya di Liga Ukraina. Ia mampu tampil prolifik bersama Dynamo Kyiv. Namun, di Borussia Dortmund atau West Ham, sang pemain cenderung gagal menjawab ekspektasi.
Di Piala Eropa 2020, ia menunjukkan kontribusi vital yang tidak ditampilkannya di level klub. Yarmolenko merupakan pemain dengan keterlibatan gol secara langsung tertinggi di Timnas Ukraina. Ia mencetak dua gol dan dua asis dari empat pertandingan.
Dari sayap kanan, Yarmolenko berpeluang menjadi antagonis bagi lini pertahanan The Three Lions. Striker berusia 31 tahun ini bisa menusuk ke dalam dan menembak atau, seperti yang ditunjukkannya di laga kontra Swedia, mengirim umpan matang bagi rekannya.
Di lain sisi, Inggris juga memiliki penyerang sayap yang menjadi andalan di lini serang, Raheem Sterling. Penyerang Manchester City ini mencetak tiga dari empat gol The Three Lions di Piala Eropa.
Apabila beroperasi di sayap kiri, Sterling dapat membuat kombinasi berbahaya dengan Luke Shaw. Bek Manchester United tersebut reliabel dalam mendukung serangan. Sejauh ini, Shaw rata-rata membuat 1,33 umpan kunci dan 2,0 aksi berbuah tembakan per pertandingan; cukup tinggi jika mengingat Inggris hanya membuat tujuh tembakan per pertandingan, terendah ketiga di Piala Eropa.
Selain itu, anak asuh Southgate juga mengandalkan situasi bola mati untuk membuat peluang. Sejak Piala Dunia 2018, Inggris memang menaruh perhatian serius tehadap set piece. Melansir Whoscored, di Piala Eropa 2020, sembilan dari 27 tembakan Inggris (sepertiga dari total) berasal dari situasi bola mati.
Hanya saja, skema set piece Inggris sejauh ini belum membuahkan gol. Southgate tentu berharap strategi bola matinya lebih efektif di pertandingan kali ini.
Mengingat kiprah Ukraina sebelum perempat final, normal saja untuk melabeli mereka sebagai kuda hitam. Pertahanan Inggris sulit ditembus. Namun, sebagaimana ditunjukkan dalam laga kontra Swedia, performa buruk Ukraina di fase grup bukanlah tanda penurunan kualitas.
“Mereka [Inggris] sangat sulit dijebol tetapi kekuatan mereka tidaklah menakuti kami. Itu akan memotivasi kami karena semuanya mungkin di sepakbola sebagaimana dalam kehidupan,” kata Shevchenko sebelum pertandingan.
Komentar