Patson Daka resmi direkrut Leicester City dari RB Salzburg di bursa transfer musim panas ini. Bintang muda Zambia itu ditebus dengan harga 23 juta paun dan menjadi pemain Zambia keempat yang berkiprah di Premier League. Di negara asalnya, Daka dihargai sebagai ikon generasi pesepakbola berbakat yang diharapkan mampu mengerek prestasi tim nasional.
Daka masih berusia 12 tahun saat Timnas Zambia meraih titel Piala Afrika perdana. Skuad Chipolopolo mengalahkan Pantai Gading via adu penalti di Libreville, Gabon pada 2012 silam. Namun, sejak itu, Zambia mengalami penurunan prestasi, gagal lolos ke dalam tiga edisi putaran final Piala Afrika terkini. Negara ini juga masih menanti debut mereka di ajang Piala Dunia.
Di ranking FIFA, peringkat Zambia pun terus turun, dari semula menempati ranking 34 pada 2012 hingga terjerembab ke posisi 80-an dalam setahun terakhir. Zambia kini menaruh harapan kepada generasi muda yang merumput di Eropa seperti Enock Mwepu, Kings Kangwa, Fashion Sakala, serta Patson Daka sendiri.
Perjalanan karier Daka dimulai pada 2012, tahun ketika negaranya menjuarai Piala Afrika. Bakatnya dikenal berkat Airtel Rising Stars, sebuah program yang diadakan untuk mencari talenta sepakbola Zambia. Ia hanya perlu 10 menit uji coba untuk meyakinkan para pelatih akan bakatnya.
“Dari situ [program Airtel Rising Stars], saya memiliki kesempatan untuk mewakili negara ini di level junior,” kata pemain kelahiran Kafue, sebuah kota di tenggara Zambia, itu kepada BBC.
Pada 2013, Daka dipilih ke dalam skuad Zambia yang merupakan hasil seleksi program Airtel. Ia didapuk sebagai kapten saat melakoni turnamen di Nigeria dan berhasil menjadi runner-up. Daka menjadi top skor di turnamen tersebut.
Striker kelahiran 1998 ini kemudian menjadi langganan timnas junior Zambia. Saat berusia 16 tahun, ia mendapatkan debut timnas senior pada 2015. Dua tahun kemudian, sang pemain mencetak gol internasional perdana ke gawang Aljazair.
Daka pun segera masuk ke dalam radar klub-klub top Eropa. Pada 2017, namanya semakin melambung usai memperkuat Zambia di Piala Afrika U-20. Daka membantu timnya juara sekaligus menyabet gelar pemain terbaik dan menjadi top skor bersama dua pemain lain. Pada akhir tahun, ia dianugerahi gelar Pemain Muda Terbaik CAF (konfederasi sepakbola Afrika).
12 Management, agensi pemain yang digawangi eks Sevilla, Frederic Kanoute, menjadi yang pertama mengamankan jasa Daka. Agensi ini kemudian menjembatani transfer sang pemain ke raksasa Austria, RB Salzburg. Awalnya, Daka dipinjam oleh FC Liefering, klub satelit (feeder club) Salzburg. Klub yang dimiliki Red Bull itu biasa mengirim pemain muda ke Liefering sebagai bagian dari strategi pengembangan. Peminjaman Daka diniatkan untuk membantu adaptasinya terhadap iklim dan kompetisi Austria.
Daka memperkuat Liefering mulai 2016/17. Pada musim yang sama, ia sempat dipanggil tim muda Salzburg untuk melakoni fase akhir UEFA Youth League. Daka tampil di babak semifinal dan final, mencetak dua gol penting untuk memastikan timnya menjuarai kompetisi junior tersebut.
Baca juga: Kebijakan Transfer Efektif, Kunci Leicester City Bertengger di 4 Besar
Pada akhir 2016/17, Salzburg resmi mentransfer Daka dari klub asalnya, Kafue Celtic. Pada 2019/20, pelatih Jesse March mulai rutin memainkannya di tim inti. Waktu itu, Salzburg sedang bersiap kehilangan Erling Haaland yang hijrah ke Borussia Dortmund pada Januari 2020. Daka pun didapuk menjadi goal-getter baru untuk menambal kepergian striker Norwegia tersebut.
Hasilnya tak mengecewakan. Pada 2019/20, Daka mencetak 24 gol dari 31 laga Bundesliga Austria. Semusim kemudian, ia mengemas 27 gol dari 28 pertandingan. Pada dua musim terakhir, sang pemain mencetak 61 gol dari 87 pertandingan kompetitif.
Torehan itu menegaskan talenta Patson Daka sebagai striker prolifik. Leicester pun meneruskan “tradisi” mereka dengan transfer ambisius dengan target jangka panjang. Jika berhasil beradaptasi dengan sepakbola Inggris, Daka dapat menjadi pengganti striker kawakan The Foxes, Jamie Vardy.
Dua pemain tersebut memiliki gaya yang mirip. Baik Daka maupun Vardy cenderung merepotkan lawan dengan akselerasi cepat ke area berbahaya pada waktu yang tepat. Mereka adalah striker kotak penalti yang reliabel untuk melengkapi daya kreatif tim.
Melansir The Analyst, dua pemain itu sangat aktif di kotak penalti lawan. Sebanyak 19% sentuhan Daka di Bundesliga Austria musim lalu di kotak penalti. Di Premier League, Vardy menorehkan 23% dari total sentuhannya di kotak penalti lawan. Proporsi sentuhan di kotak penalti keduanya tergolong tinggi di kompetisi masing-masing.
Baik Daka atau Vardy pun memiliki naluri tajam untuk mencari ruang tembak. Catatan xG per pertandingan Daka musim lalu mencapai 1,11, hanya kalah dari rekan setimnya, Sekou Koita. Sementara itu, Vardy menorehkan catatan xG per pertandingan tertinggi (0,63) di Premier League.
Nilai xG Vardy dikerek oleh delapan penalti yang dieksekusinya sepanjang musim, sedangkan Daka hanya mengonversi satu penalti. Ini mengindikasikan kepiawaian Daka dalam mencari ruang tembak saat situasi open play.
Kecerdikan Daka didukung oleh kemampuan fisik mumpuni. Sebagaimana Vardy, striker Zambia itu mampu melakukan akselerasi cepat yang sulit dikejar pemain bertahan lawan. Kemampuan ini pun membuat Daka dapat menjadi outlet serangan balik mumpuni. Musim lalu, ia mencetak empat gol dari situasi serangan balik cepat.
“Kecepatan adalah salah satu kualitasnya dan, tentu saja, di kotak penalti dia sangat, sangat bagus. Dia selalu siap belajar dari pelatih yang berbeda. Dia selalu ingin membantu tim. Tim adalah yang paling penting untuknya, selain mencetak gol,” kata jurnalis Salzburg yang mengikuti kiprah Daka di Austria, Aleksandar Andonov.
“Daka dapat menjadi pasangan cocok bagi Leicester dan Premier League. Dia bisa mengatasi gaya sepakbola di Inggris dengan energi dan kekuatannya. Dia selalu melatih kekuatan dan kecepatannya. Dia menghidupi sepakbola dan itulah salah satu atribut terbaiknya. Dia dapat menjadi pemain yang sangat bagus bagi Leicester,” lanjutnya.
Hijrah ke Premier League berarti Daka siap untuk tantangan baru yang lebih besar. Ia pun mesti mengembangkan beberapa aspek dalam permainannya. Kendati tampil prolifik di Salzburg, sang pemain dikenal memiliki kelemahan dalam duel dan dribel.
Sejauh ini, Daka sendiri belum membuktikan diri di sepakbola level elite. Di Bundesliga Austria, di mana RB Salzburg kelewat dominan, ia berhasil tampil tajam. Namun di Liga Champions, ketika kualitas lawan relatif lebih baik, sang pemain kesulitan. Ia baru mencetak satu gol dari 10 penampilan UCL.
Baca juga: Harvey Barnes Adalah Pembeda Leicester City
Kedatangan Patson Daka membuat profil skuad Leicester City semakin menarik jelang musim 2021/22. Mengingat capaian sensasionalnya dua musim terakhir, sang pemain pun berutang pembuktian kepada publik The Foxes. Bisakah ia mengulangi penampilan gemilang di Austria?
Daka tentu memerlukan fase adaptasi untuk bisa nyetel dengan anak asuh Brendan Rodgers dan mengarungi Premier League. Di King Power, ia mengaku hendak belajar dari Jamie Vardy untuk menjadi penyerang tajam Leicester.
“Saya memperhatikan pertandingan dan gaya main mereka [Leicester]. Jamie Vardy adalah salah satu pemain yang saya perhatikan karena gaya bermain dan kualitas yang dia punya. Saya sangat gembira memiliki kesempatan untuk membersamainya dan belajar darinya,” kata Daka kepada LCFC TV.
Komentar