Sorak gembira terdengar dari seluruh penjuru Nusantara. Indonesia memenangi Thomas Cup 2020-yang digelar pada 2021-di Swedia. Kemenangan ini menambah pundi-pundi gelar Piala Thomas menjadi 14 kali, namun Indonesia Raya berkumandang tanpa kibaran bendera Merah Putih.
Masalah doping yang dihadapi Indonesia berujung sanksi larangan berkibarnya bendera. Badan Anti-Doping Internasional (WADA) memperingati target 300 tes doping, yang jumlahnya ditentukan sendiri oleh Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI), baru memenuhi sekitar 70-an tes. Ketidakteraturan ini, kata Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudi Amali, karena transisi pergantian kepengurusan.
Hal terakhir memang lumrah terjadi dalam tubuh LADI. Mantan Ketua LADI 2017-2020, Dr. Zaini Khadfi Saragih, menganggap LADI bukan organisasi, melainkan berbentuk kepanitiaan sehingga dalam komitmen anti doping banyak bermasalah.
“Kalau masih seperti ini, saya pesimis [sanksi dicabut],” ungkapnya di Twitter Space Ruang Pandit pada Rabu (27/10).
Komitmen anti-doping dideklarasikan pada tahun 1999 di Lausanne, Swiss sehingga membentuk WADA. Mengapa anti doping begitu penting di kancah olahraga? Komitmen anti-doping menciptakan ekosistem kompetisi yang sehat dan adil. Keberadaan doping merusak ekosistem tersebut.
Pada dasarnya, doping adalah serum yang meningkatkan kinerja atletik secara instan. Tetapi, zat-zat yang terkandung bisa berakibat fatal pada tubuh. Penggunanya bisa mengalami masalah kardiovaskular, pusat, dan hormonal. Kematian yang paling parah.
‘Lobi-lobi’
Di tahun yang sama, Rusia sudah lebih dulu disanksi saat Olimpade Tokyo 2020. Akibatnya, Rusia tidak bisa menggunakan atribut negara saat bertanding, seperti bendera, lagu kebangsaan, pakaian, dan nama negara (diganti dengan federasi olahraga).
Lebih jauh, pada 2016, sebenarnya Indonesia pernah diperingatkan oleh WADA. Dalam hitungan dua bulan, masalah tersebut selesai dengan lobi. “Kalau negara sebesar Rusia bisa tunduk, memang lobi Indonesia sekuat apa?” sebut anggota Majalah Mainbasket di Ruang Pandit.
Dalam skala regional, atlet Indonesia ketahuan memakai doping. Namun dengan mudah, masalah itu selesai.
“Hasil sidangnya cincai [enteng] aja lah,” kata Zaini. “Lalu ketahuan WADA.”
Tes Doping di Indonesia
Kewaijban LADI dalam tes doping bukan saat pertandingan, melainkan sebelumnya. LADI diberi anggaran untuk memenuhi program yang mereka targetkan sendiri setiap tahunnya.
Jumlah pengambilan sampel tergantung negoisasi antara LADI dengan WADA. Jadi, salah kaprah jika Test Doping Plan (TDP) wajib dilakukan sebanyak mungkin. Ini lebih kepada seberapa banyak Indonesia mampu.
Hingga kini, Indonesia tidak memiliki laboratorium pemeriksaan doping sendiri. Lab luar negeri menjadi solusi tetap sampai sekarang. Padahal, punya lab sendiri bisa menghemat waktu dan anggaran.
Indonesia sebetulnya memiliki lab pemeriksaan doping sejak 1997 untuk kepentingan kompetisi regional. Namun, pada 2016, Indonesia diperingatkan laboratorium harus terakreditasi WADA. Sehingga lab dalam itu tidak bisa digunakan.
Sanksi tidak diperbolehkannya Indonesia mengibarkan bendera, bisa mengancam pagelaran kompetisi lain. Setidaknya terdapat enam ajang olahraga internasional yang akan digelar di Indonesia dalam satu tahun ke depan, yakni kejuaraan bulutangkis Indonesia Masters, Indonesia Open, dan BWF World Tour Finals. Tiga lainnya adalah Kejuaraan Basket Asia, Piala Asia Sepak Bola Putri U-17, dan balap motor World Superbike.
Tidak dapat dimungkiri bahwa carut marut urusan anti doping di Indonesia mengancam secara ekonomi dan diplomasi. Pemerintah dan LADI harus bekerja ekstra menyelesaikan pekerjaa rumah ini.
Komentar