Tim Nasional (Timnas) Indonesia akan menambah amunisi barunya dari program naturalisasi. Namun Shin Tae-yong, pelatih Indonesia, mengeluhkan proses pindah kewarganegaraan para calon pemain-pemain naturalisasinya.
Sebelumnya, Shin sudah pernah meminta Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk menaturalisasi empat pemain, yaitu Sandy Walsh (Belgia), Jordi Amat (Spanyol), Meet Hilgers (Belanda) dan Ragnar Oratmangoen (Belanda). Keempatnya dipilih atas rekomendasi dari Shin itu sendiri ketika sebelum Piala AFF 2020 bergulir.
Meski begitu, sampai sekarang pria asal Korea Selatan itu belum mendapat progres administrasi naturalisasi. “Namun, saat ini, memang belum ada laporan apa-apa dan progresnya seperti apa,” ujar Shin kepada Kompas.
Bukan tanpa sebab, ia tidak punya hak terlibat mengatur proses perubahan kewarganegaraan pemain. Shin hanya bisa memantau progres naturalisasi pemain yang diinginkan. Mengingat proses naturalisasi para pemain terlalu lama, ia mencoba melakukan komunikasi dengan empat pemain tersebut.
Meski begitu, Shin Juga memastikan bahwa para pemain sudah berkomitmen untuk berseragam Timnas Indonesia dengan melengkapi dokumen naturalisasi. “Kami melakukan komunikasi dengan pemain-pemain naturalisasi, dan mereka bilang sudah lengkap dokumen-dokumennya,” ujar pelatih berusia 51 tahun itu.
Naturalisasi Era Shin Tae-Yong
Perlu digarisbawahi, para pemain yang akan dinaturalisasi era Shin ini memiliki darah Indonesia. Seperti Elkan Baggot dari tanah Inggris yang sudah resmi berseragam Indonesia pada Piala AFF 2020.
Sementara Sandy, Jordi, Hilgers dan Ragnar ditargetkan membela Indonesia sesegera mungkin karena memiliki darah Indonesia. Namun, Shin belum mendapat laporan dari tentang perkembangan proses naturalisasi. Padahal keempatnya sudah terbukti memiliki darah Indonesia, sehingga proses naturalisasi harusnya lebih mudah.
Berbeda jika pemain non keturunan Indonesia seperti Cristian Gonzales, Fabiano Beltrame Victor Igbonefo dan lainnya. Sebab dalam peraturan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), permohonan naturalisasi tanpa keturunan harus menetap di Indonesia selama lima tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
Sementara proses naturalisasi seseorang yang memiliki keturunan Indonesia, hanya perlu menyatakan bukti ibu atau ayah kandung serta nenek atau kakek lahir di wilayah tersebut. Meski terbilang mudah, Shin menilai proses naturalisasi keempat pemain memakan waktu lama.
Jika berbicara pemain naturalisasi tanpa keturunan darah Indonesia, Shin sudah memakai jasa Victor Igbonefo pada Piala AFF 2020 lalu. Ia berpindah kewarganegaraan dari Nigeria tanpa punya garis keturunan Indonesia sejak 2013.
Sebetulnya Shin bisa saja menggaet pemain naturalisasi sebanyak mungkin demi menyabet prestasi untuk Indonesia. Dalam wawancara dengan media Korea Selatan, Myung Jang Deul, Shin tidak mau melakukan hal tersebut agar tidak menghilangkan kesempatan pemain lokal.
“Saya juga berpikir orang Indonesia pasti berharap bisa meraih prestasi bagus dengan pemain yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Indonesia Gak Terlalu Andelin Naturalisasi ko pak…
Untuk Piala AFF 2022, Indonesia tentu harus menambal dengan amunisi baru. Sebenarnya, pencapaian Indonesia di turnamen Asia Tenggara terbilang manis. Sebab kesebelasan berjuluk Tim Garuda ini mampu mencapai final Piala AFF 2020, meski mayoritas skuatnya diisi pemain muda.
Namun di sisi lain, Haruna Soemitro, Komite Eksekutif (Exco) PSSI, menganggap Shin cuma mengulang kesalahan pelatih Indonesia terdahulu. Haruna menilai Shin tidak memberikan hasil apapun karena gagal menjuarai Piala AFF 2020. Haruna juga sempat mengatakan tidak ingin hasil manis Indonesia didapatkan dari pemain naturalisasi.
“Tidak penting itu sebuah proses. Yang paling penting adalah hasil. Apapun latihannya, kalau tidak juara ya belum dikatakan berhasil,” singgung Haruna di JPNN Podcast. “Jika kedatangan pemain naturalisasi menghilangkan kesempatan bagi anak bangsa kita, itu jadi masalah besar. Justru kehadiran pemain naturalisasi itu untuk memperkuat. Apa yang kosong di Timnas Indonesia? Striker?”
Padahal, Shin mampu menjadi runner-up dengan skuad yang mayoritas masih muda. Bahkan mereka terlihat lebih dipercaya ketimbang beberapa pemain naturalisasi di skuad Indonesia pada kejuaraan sepakbola terbesar di ASEAN tersebut.
Bukti yang paling kentara adalah lebih sering diduetkannya Alfreandra Dewangga dengan Fachrudi Ariyanto ketimbang Victor Iqbonefo. Pemain keturunan Nigeria ini hanya diturunkan satu kali selama Piala AFF 2020. Itu pun hanya sebagai pemain pengganti ketika melawan Kamboja pada awal babak kedua.
Pada pertandingan itu, Igbonefo terlihat dua kali gagal mengejar penyerang Kamboja yang menerima umpan terobosan. Lambatnya Igbonefo dalam mengejar bola memang tidak lepas dari usianya yang sudah tidak muda lagi. Proses itu tentunya menunjukan lambannya Igbonefo menghadapi kecepatan lawan.
Sementara filosofi permainan Shin seperti mengandalkan kecepatan para pemain-pemainnya. Keinginan itu memang rata-rata bisa dipenuhi oleh pemain sepakbola yang rataan usianya masih muda seperti Dewangga.
Sementara itu, Elkan pun adalah pemain naturalisasi. Pemain keturunan Inggris ini juga sering dicadangkan oleh Shin. Hanya saja Elkan lebih sering mendapatkan kesempatan sebagai pemain pengganti. Ia pun membuktikannya dengan cukup apik. Delapan kali sapuan bersih, satu tekel bersih, dua blok dan dua intersep, ditunjukkannya dalam lima pertandingan.
Elkan juga unggul saat duel udara sehingga tidak ada satupun gol lawan yang tercipta dari proses itu ketika ia bermain. Tapi nyatanya, Elkan tidak terlalu memiliki kecepatan berlari dalam mengejar lawan. Seperti yang terjadi ketika melawan Singapura di semifinal, ia kewalahan membendung akselerasi cepat Ikhsan Fandi.
Faktor lainnya adalah bahwa Elkan masih perlu beradaptasi dengan skuat Indonesia pada waktu itu. Sebab pemain Ipswich Town ini baru bergabung dengan Evan Dimas dkk jelang melawan Laos pada pertandingan kedua Piala AFF 2020. Maka perlu adaptasi antara Elkan dengan pemain-pemain Indonesia lainnya. Beda hal dengan Egy Maulana yang sudah dalam waktu lama saling ‘mengenal’ dengan kebanyakan pemain Indonesia di Piala AFF 2020.
Dari Igbonefo sampai Elkan, hanya Ezra Walian yang sering masuk susunan pertama Indonesia. Namun, sebagai striker, ia hanya cetak dua gol dari dua percobaan tendangan akurat. Meski demikian, jika dibandingkan dengan striker Indonesia lain, seperti Dedik Setiawan, Kushedya Yudo, sampai Hanis Saghara, Ezra terbilang lebih subur.
Menaturalisasi Lini Belakang Indonesia dan Persaingan di Sayap Kanan
Lini belakang dan depan adalah sektor yang dihuni oleh pemain naturalisasi Indonesia selama Piala AFF 2020. Lini belakang bisa dibilang kurang dari kata memuaskan karena kebobolan 12 gol selama ajang tersebut.
Maka Jordi Amat, Mees Hilgers dan Sandy Walsh, diharapkan bisa memperkuat lini belakang Indonesia. Jordi sudah melanglang buana sebagai bek tengah di berbagai klub Eropa seperti Espanyol, Rayo Vallecano, Real Betis, Swansea City dan Eupen yang merupakan kesebelasannya saat ini. Eupen juga merupakan klub sepakbola yang berada di divisi teratas Liga Belgia, yaitu Jupiler Pro 2021/22.
Liga itu juga yang sedang dijalani oleh Walsh bersama KV Mechelen sebagai bek sayap kanan. Hal ini akan menjadi diskusi yang menarik jika dibandingkan dengan Asnawi Mangkualam yang merupakan bek sayap kanan andalan Indonesia sejauh ini. Sementara Hilgers, memperkuat Twente dan menjadikan kesebelasan paling sedikit kebobolan ketiga di Eredivisie 2021/22 sejauh ini.
Lalu bagaimana dengan Ragnar Oratmangoen? Sebetulnya penyerang sayap kanan Indonesia sangat kompetitif. Toh Irfan Jaya dan Ramai Rumakiek sama-sama bermain cukup mumpuni. Terlebih lagi, Irfan mencetak tiga gol, terbanyak untuk Indonesia. Sementara Rumakiek tampil tujuh kali; tiga starting dan empat lainnya sebagai pemain pengganti. Selama Piala AFF 2020, ia cetak satu gol dalam tiga tendangan akuratnya.
Ragnar memang terlihat lebih tinggi ‘levelnya’ karena membela Go Ahead Eagles pada Eredivisie 2021/22. Pemain 20 tahun itu juga pernah membawa SC Cambuur menjuarai Eerste Divisie 2020/21. Artinya, Irfan dan Rumakiek perlu kerja lebih keras agar bisa masuk ke dalam pos penyerang sayap kanan Indonesia.
Shin jelas mengeluh proses naturalisasi yang terlalu memakan waktu lama. Terlebih, sebelum Piala AFF 2020, ia sudah meminta keempat pemain dinaturalisasi. Hasilnya terbukti: gagal menyabet trofii turnamen ASEAN.
Tahun ini, Piala AFF edisi ke-14 akan terselenggara. Mungkin ini adalah kesempatan Indonesia memetik hasil manis dengan amunisi baru yang bernama naturalisasi.
Komentar