Proses naturalisasi pemain rekomendasi Shin Tae-yong sudah menemui titik terang. Dari lima, hanya dokumen Sandy Walsh (Belgia) dan Jordi Amat (Spanyol) yang telah masuk administrasi. Keterangan tersebut dibeberkan Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Hasan Abdulgani, melalui media sosial.
“Mudah-mudahan proses pemain keturunan yang kini sedang digodok oleh Menpora (pemerintah) untuk Timnas dapat terlaksana sebelum April," katanya. Hasan menambahkan, Sandy dan Jordi ditargetkan bisa berseragam Indonesia saat melakoni Piala Asia 2022 pada Juni mendatang.
Pada Juni mendatang, liga Eropa musim 2021/22 telah berakhir. Sandy maupun Jordi pun bisa ikut rombongan Skuad Garuda tanpa harus mengganggu kariernya di klub. Sebab keduanya merupakan andalan klub masing-masing; Sandy bersama KV Mechelen sedangkan Jordi bersama KAS Eupen.
Meski begitu, Mees Hilgers (Belanda) dan Kevin Diks (Belanda) gagal menyepakati naturalisasi. Orang tuanya mengira bahwa, jika Hilgers dan Diks bisa dwikewarganegaraan. Kenyataannya, Indonesia tidak menganut paspor ganda. Padahal Shin sudah menjamin bahwa keduanya tertarik untuk berseragam Indonesia.
Sementara itu, Ragnar Oratmangoen (Belanda) belum dipastikan bisa segera berkewarganegaraan Indonesia. Hingga kini, PSSI pun belum membuka progres naturalisasi Ragnar.
Berkaca Pada Piala AFF 2020
Tuntutan naturalisasi merupakan maksud membenahi skuad Indonesia yang gagal di Piala AFF 2020 (2021). Apa boleh buat, gelar runner-up yang dipersembahkan Shin dianggap hanya mengulang kesalahan pelatih-pelatih terdahulu.
“Tidak penting itu sebuah proses. Yang paling penting adalah hasil. Apapun latihannya, kalau tidak juara ya belum dikatakan berhasil,” singgung Exco PSSI, Haruna Soemitro di JPNN Podcast.
Haruna pun enggan menaruh harapan terhadap Indonesia, seandainya pemain lokal tidak diberdayakan. “Jika kedatangan pemain naturalisasi menghilangkan kesempatan bagi anak bangsa kita, itu jadi masalah besar. Justru kehadiran pemain naturalisasi itu untuk memperkuat. Apa yang kosong di Timnas Indonesia? Striker?” lanjut mantan manajer Madura United.
Terlebih dalam waktu dekat Indonesia akan menjalani Kualifikasi Piala Asia 2023 pada Juni, disusul Piala AFF 2022 pada Desember. Indonesia tentu harus menambal dengan amunisi baru, salah satunya dengan naturalisasi. Namun jika menengok sedikit, pencapaian Indonesia di turnamen Asia Tenggara terbilang manis. Sebab kesebelasan berjuluk Tim Garuda ini mampu mencapai partai final, meski mayoritas skuad diisi pemain muda.
Padahal, Shin mampu menjadi runner-up dengan skuad yang mayoritas masih muda. Bahkan mereka terlihat lebih dipercaya ketimbang beberapa pemain naturalisasi di skuad Indonesia pada kejuaraan sepakbola terbesar di ASEAN tersebut.
Bukti yang paling kentara adalah lebih sering diduetkannya Alfreandra Dewangga dengan Fachrudin Ariyanto ketimbang Victor Igbonefo. Pemain keturunan Nigeria ini hanya diturunkan satu kali selama Piala AFF 2020. Itu pun hanya sebagai pemain pengganti ketika melawan Kamboja pada awal babak kedua.
Pada pertandingan itu, Igbonefo terlihat dua kali gagal mengejar penyerang Kamboja yang menerima umpan terobosan. Lambatnya Igbonefo dalam mengejar bola memang tidak lepas dari usianya yang sudah tidak muda lagi. Proses itu tentunya menunjukkan lambannya Igbonefo menghadapi kecepatan lawan.
Sementara filosofi permainan Shin seperti mengandalkan kecepatan para pemain-pemainnya. Keinginan itu memang rata-rata bisa dipenuhi oleh pemain sepakbola yang rataan usianya masih muda seperti Dewangga.
Sementara itu, Elkan Baggott adalah pemain dari tanah Inggris. Pemain keturunan Indonesia ini juga sering dicadangkan oleh Shin. Hanya saja Elkan lebih sering mendapatkan kesempatan sebagai pemain pengganti. Ia pun membuktikannya dengan cukup apik. Delapan kali sapuan bersih, satu tekel bersih, dua blok dan dua intersep, ditunjukkannya dalam lima pertandingan.
Elkan juga unggul saat duel udara sehingga tidak ada satupun gol lawan yang tercipta dari proses itu ketika ia bermain. Tapi nyatanya, Elkan tidak terlalu memiliki kecepatan berlari dalam mengejar lawan. Seperti yang terjadi ketika melawan Singapura di semifinal, ia kewalahan membendung akselerasi cepat Ikhsan Fandi.
Faktor lainnya adalah bahwa Elkan masih perlu beradaptasi dengan skuad Indonesia pada waktu itu. Sebab pemain Ipswich Town ini baru bergabung dengan Evan Dimas dkk jelang melawan Laos pada pertandingan kedua Piala AFF 2020. Maka perlu adaptasi antara Elkan dengan pemain-pemain Indonesia lainnya. Beda hal dengan Egy Maulana yang sudah dalam waktu lama saling ‘mengenal’ dengan kebanyakan pemain Indonesia di Piala AFF 2020.
Dari Igbonefo sampai Elkan, hanya Ezra Walian yang sering masuk susunan pertama Indonesia. Namun, sebagai striker, ia hanya cetak dua gol dari dua percobaan tendangan akurat. Dibandingkan dengan striker Indonesia lain, seperti Dedik Setiawan, Kushedya Yudo, sampai Hanis Saghara, Ezra terbilang lebih subur.
Berebut Posisi antar Pemain Lokal dan Naturalisasi
Lini belakang dan depan adalah sektor yang dihuni oleh pemain naturalisasi Indonesia selama Piala AFF 2020. Lini belakang bisa dibilang kurang dari kata memuaskan karena kebobolan 12 gol selama ajang tersebut.
Maka Jordi Amat, Sandy Walsh, Kevin Diks, dan Mees Hilgers diharapkan bisa memperkuat lini belakang Indonesia. Jordi sudah melanglang buana sebagai bek tengah di berbagai klub Eropa seperti Espanyol, Rayo Vallecano, Real Betis, Swansea City dan Eupen yang merupakan kesebelasannya saat ini.
Eupen juga merupakan klub sepakbola yang berada di divisi teratas Liga Belgia, yaitu Jupiler Pro 2021/22. Liga itu juga yang tengah dijalani oleh Walsh bersama KV Mechelen sebagai bek sayap kanan.
Bek sayap kanan lain adalah Diks. Pemain 25 tahun itu tengah meniti karir di FC Copenhagen, klub asal Denmark. Bersama Copenhagen di Superligaen 2021/22, Diks tampil 15 kali dengan catatan dua gol dan empat asis.
Bahkan, Diks membantu Copenhagen bertengger di posisi kedua klasemen sementara Liga Denmark musim ini, terpaut dua poin dengan puncak klasemen. Ditambah lagi, Copenhagen tercatat sebagai klub paling sedikit kebobolan dan cetak gol terbanyak.
Sementara Hilgers, memperkuat Twente dan menjadikan kesebelasan paling sedikit kebobolan ketiga di Eredivisie 2021/22 sejauh ini. Hilgers dan Diks punya kesamaan yang jelas sebagai pemain bertahan: membantu kesebelasannya minim kebobolan. Hal ini akan menjadi diskusi menarik jika dibandingkan dengan Asnawi Mangkualam yang merupakan bek sayap kanan andalan Indonesia sejauh ini.
Lalu bagaimana dengan Ragnar Oratmangoen? Sebetulnya penyerang sayap kanan Indonesia sangat kompetitif. Toh Irfan Jaya dan Ramai Rumakiek sama-sama bermain cukup mumpuni. Terlebih lagi, Irfan mencetak tiga gol, terbanyak untuk Indonesia. Sementara Rumakiek tampil tujuh kali; tiga starting dan empat lainnya sebagai pemain pengganti. Selama Piala AFF 2020, ia cetak satu gol dalam tiga tendangan akuratnya.
Ragnar memang terlihat lebih tinggi ‘levelnya’ karena membela Go Ahead Eagles pada Eredivisie 2021/22. Pemain 20 tahun itu juga pernah membawa SC Cambuur menjuarai Eerste Divisie 2020/21. Artinya, Irfan dan Rumakiek perlu kerja ekstra agar bisa masuk ke dalam pos penyerang sayap kanan Indonesia.
Shin jelas ingin menambah amunisi baru, sebab ia tidak mau mengulang kesalahan seperti di Piala AFF 2020. Naturalisasi pilihan Shin punya rekam jejak yang apik, ketimbang Igbonefo, Elkan, dan Ezra. Kita tinggal menunggu bagaimana racikan pelatih asal Korea Selatan, bisa memaksimalkan kombinasi materi pemain lokal dan naturalisasi yang kepalang hebat.
Komentar