Keputusan Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk melakukan invasi ke Ukraina mulai memberikan dampak negatif terhadap berbagai usaha di negaranya. Berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Jerman perlahan melakukan blokade transaksi dengan berbagai bank asal Rusia. “Kami telah blok segala transaksi dengan bank-bank asal Rusia secara menyeluruh,” buka Menteri Keuangan Jerman Christian Linder, seperti dikutip dari Tass.
“Dengan demikian bisnis kami dengan Rusia bisa dibilang berhenti,” lanjutnya. “Langkah lebih lanjut harus dilakukan. Pada dasarnya, Rusia harus merasakan dampak ekonomi dari aksi yang mereka lakukan,” tambah Linder.
Sejalan dengan langkah yang dilakukan oleh pemerintah, Schalke juga mengambil sikap untuk membatasi keberadaan perusahaan energi gas alam Rusia, Gazprom di dalam klub. “Kami sepakat untuk menanggalkan Gazprom dari kostum tim sebagai respons atas aksi yang mereka lakukan di Ukraina,” tulis Schalke di situs resmi klub
“Matthias Warnig, perwakilan Gazprom di jajaran direksi Schalke juga memilih untuk turun dari jabatannya. Setelah segala formalitas selesai, Warnig tidak akan lagi menjadi bagian direksi klub,” lanjut mereka.
Schalke belum sepenuhnya melepas Gazprom, akan tetapi sikap yang mereka ambil bisa dilihat sebagai langkah awal menuju pemutusan kerja sama yang sudah berjalan sejak 2007 itu. Schalke sejatinya memiliki hubungan baik dengan perusahaan yang saham mayoritasnya (50,2%) dimiliki pemerintah Rusia itu. Pada Maret 2021, kedua belah pihak sepakat untuk memperpanjang kontrak hingga 2025, di mana Schalke akan mendapatkan 10 juta Euro setiap tahunnya.
Dalam kesepakatan sebelumnya, Gazprom memiliki hak untuk memutus kerja sama mereka apabila Schalke terdegradasi ke divisi dua Jerman. Setelah perpanjangan kontrak klausul tersebut dihapus, membuktikan hubungan positif antara kedua belah pihak. Tapi karena aksi Rusia menyerang Ukraina, justru pihak Schalke yang kini benar bermain di divisi dua Jerman, bergerak lebih dulu untuk memutus ikatan 15 tahun tersebut.
Gazprom datang saat Schalke sedang dalam masa sulit, kesebelasan berjuluk Die Knappen ini terlilit hutang sampai 120 juta Euro. Suntikan dana Gazprom kemudian berhasil mengangkat kembali klub Schalke menjadi salah satu kekuatan sepakbola Jerman. Mereka sukses membuka puasa gelar enam tahun dengan menjuarai Piala DFB-Pokal, dan konsisten mewakili Jerman di kompetisi antar klub Eropa.
Bahkan menurut laporan Deloitte di awal tahun 2021, Schalke merupakan salah satu klub paling sehat di Eropa dan tidak begitu terdampak oleh pandemi Covid-19. Duduk di peringkat ke-16 dengan total pemasukkan sebesar 222 juta Euro selama 2020. Dana Gazprom pun menjadi salah satu faktor meski tidak begitu besar. Beda dengan Zenit St.Petersburg yang memang dimiliki oleh Gazprom.
Schalke Sebagai Pengalihan Isu
Akan tetapi, di balik segala kesuksesan tersebut awal kedatangan Gazprom ke Schalke sebenarnya juga menjadi sebuah kontroversi. Saat itu, pemerintah Rusia sedang mencari cara agar bisa memasok gas alam ke Eropa tanpa harus melewati Ukraina. Mereka pun membuat kesepakatan dengan Jerman untuk membangun pipa sepanjang Laut Baltik dan menghubungkan langsung aliran gas antara kedua negara tanpa harus lewat Ukraina.
Kanselir Jerman Gerhard Schroeder punya hubungan baik dengan Putin. Walaupun kalah dari Angela Merkel pada pemilu 2005, Schroeder langsung mendapat tugas baru sebagai orang yang dipercaya untuk memantau pembangunan pipa. Pipa yang dibangun sepanjang Laut Baltik itu didistribusikan oleh Gazprom sebagai pihak yang juga memasok gas alam ke Jerman.
https://www.instagram.com/p/Caa6J4-sFjb/
Masalahnya, kemudian diketahui bahwa sebelum Schroeder memberikan jabatannya ke Merkel, ia telah memberi lampu hijau untuk memberikan pinjaman sekitar satu miliar Euro kepada Gazprom untuk mendanai proyek pembangunan pipa tersebut. Proyek pembangunan itu akhirnya mendapat pemberitaan negatif di Jerman, Schroeder dianggap telah melakukan penggelapan uang dan korupsi di masa jabatannya sebagai kanselir. Untuk menutup pemberitaan negatif tersebut, Gazprom sepakat untuk mendanai Schalke, klub dekat pusat area gas alam di Jerman yang sedang mengalami krisis.
Membebaskan Schalke dari hutang, membantu peningkatan fasilitas akademi, dan mengadakan acara spesial peresmian sponsor dengan uji coba melawan Zenit, Gazprom pun sukses membuat publik lupa akan kontroversi pembangun pipa sepanjang Laut Baltik.
Ya, sebelum Arab Saudi disebut berusaha menggunakan Newcastle United untuk membuat publik lupa akan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pihak kerajaan, atau langkah serupa dari Qatar Foundation dengan menjadi sponsor Barcelona, Rusia dan Gazprom sudah berhasil melakukan hal tersebut lewat Schalke.
Berkat kesuksesannya bersama Schalke, Gazprom pun melebarkan sayapnya di dunia sepakbola. Mereka berhasil menggandeng Chelsea, UEFA, bahkan FIFA, membuat nama Gazprom sebagai sesuatu yang identik dan positif di mata penikmat sepakbola. Perusahaan energi milik pemerintah Rusia itu bahkan berhasil menambahkan Crvena Zvezda alias Red Star Belgrade dan FC Orenburg ke daftar portofolio klub sepakbola yang mereka kendalikan bersama Zenit.
Menghapus Citra Positif Gazprom
Secara teori, Gazprom juga punya peluang untuk menjadi pemilik Schalke. Dalam aturan 50+1 yang dianut di sepakbola Jerman, setiap klub bisa menanggalkan peraturan itu apabila sebuah perusahaan terbukti konsisten membiayai mereka lebih dari 20 tahun. Bayer Leverkusen, VfL Wolfsburg, dan TSG Hoffenheim ,merupakan tiga klub yang bebas dari 50+1 karena berhasil memenuhi hal tersebut.
Andai kontrak Gazprom dengan Schalke bisa berjalan hingga 2025 sesuai kesepakatan awal, artinya mereka tinggal butuh tiga tahun tambahan agar bisa menguasai klub. Mengingat hubungan kedua pihak yang sejatinya baik, hal itu sangat mungkin terjadi. Belum menjadi pemilik klub saja, Gazprom sudah memiliki pengaruh dengan menempatkan perwakilan di direksi.
Bahkan Putin sendiri sempat turun langsung meminta direksi klub untuk meyakinkan Manuel Neuer bertahan di Schalke sebelum akhirnya pindah ke Bayern Muenchen. “Putin meminta langsung ke saya untuk melakukan segala cara agar Neuer bertahan di Schalke. Ia merupakan penggemar besar Neuer,” aku Mantan Presiden Schalke Clemens Toennies, dikutip dari The Local.
Upaya Gazprom memberikan citra positif akan pemerintah Rusia yang selama ini sudah berjalan efektif akhirnya harus rusak akibat keputusan Putin menyerang Ukraina. Schalke memilih untuk berhenti mempromosikan perusahaan yang telah membantu mereka selamat dari krisis ekonomi, UEFA memutuskan untuk memindahkan final Liga Champions dari Gazprom Arena ke Stade de France, disebut siap memutus kerja sama sponsor mereka.
Putin disebut melakukan invasi dengan tujuan mengambil alih daerah yang dulu pernah satu dengan Rusia, mengamankan jalur distribusi gas alam Gazprom yang ada, dan menghentikan pengaruh ide barat kepada Ukraina, sekaligus upaya mereka untuk bergabung dengan NATO. Namun sejauh ini, aksi itu justru berbalik merugikan negaranya.
Komentar