Oleh: Muhammad Rizky (@muhrizky22)
Tidak dapat dipungkiri jika sepakbola adalah salah satu olahraga terpopuler di dunia. Betapa tidak, berdasarkan catatan FIFA, gelaran Piala Dunia Rusia tahun 2018 silam mampu menyita atensi empat miliar penonton. Jumlah ini diklaim setara dengan separuh jumlah populasi umat manusia di dunia.
Bukan hanya perhelatan bergengsi Piala Dunia yang rutin diselenggarakan oleh FIFA setiap empat tahun, kompetisi sepakbola lain juga tidak kehilangan pamor. Sebagai contoh, Liga Champions Eropa yang digelar setiap tahun dengan melibatkan klub-klub terbaik benua biru telah dinobatkan oleh Guinness World Record sebagai kompetisi olahraga terbesar dalam sejarah.
Fakta-fakta tersebut membuat potensi nilai ekonomi di sepakbola menjadi begitu besar. Berdasarkan laporan Deloitte (2021), pangsa pasar sepakbola Eropa pada tahun 2020 mencapai EUR 25,2 Miliar atau sekitar Rp 393,9 Triliun. Menurut laporan tersebut, besarnya nilai itu berasal dari tiga sumber pendapatan, yaitu matchday, hak siar (broadcast), dan pendapatan komersial.
Selain itu, pengaruh besar sepakbola terhadap perekonomian suatu negara juga dapat ditemui pada pagelaran Liga Inggris. Menurut laporan EY (2022), pada tahun 2020 kompetisi ini mampu berkontribusi terhadap pendapatan pajak negara sebesar GBP 3,6 Miliar atau Rp 65,2 Triliun, melibatkan 94.000 pekerja, dan memberikan nilai tambah pada PDB Inggris hingga GBP 7,6 Miliar atau Rp 137,6 Triliun.
Berkaca pada sejarah, kontribusi tersebut tak lepas dari sejarah reformasi Liga Inggris pada 1992. Kala itu, klub-klub besar di kawasan Inggris bersepakat untuk memisahkan diri dari Football League dan membentuk format kompetisi baru yang dapat menarik sponsor dan hak siar secara eksklusif di bawah naungan sebuah perusahaan operator liga. Sebagai efeknya, pihak klub mampu memperoleh peningkatan neraca keuangan secara signifikan. Reformasi tersebut pada akhirnya terbukti berhasil membawa Liga Inggris sebagai liga terbesar di dunia hingga saat ini.
Potensi Komoditas Sepakbola Dalam Negeri
Sementara itu, sepakbola sebagai komoditas ekonomi juga tak kalah potensial di dalam negeri. Menurut kajian PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), nilai ekonomi kompetisi Liga 1 dapat mencapai Rp 3 Triliun, menggerakkan sektor akomodasi, transportasi, dan merchandise, serta menyerap sekitar 112.000 pekerja (Kontan, 2021). Meskipun begitu, sepak bola dalam negeri tetap membutuhkan pengembangan yang lebih terorganisasi guna menciptakan multiplier effect yang lebih signifikan.
Pemerintah sejatinya telah memiliki dasar hukum strategis terbaru yang mengatur Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) melalui Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021. Perpres dimaksud salah satunya bertujuan untuk memajukan perekonomian nasional berbasis olahraga dan mengembangkan industri olahraga dalam bentuk kegiatan bisnis di bidang tersebut.
Peraturan ini didukung penetapan 14 cabang olahraga prioritas prestasi nasional yang mayoritas mengandalkan akurasi dan teknik. Selain itu, terdapat pula tiga cabang olahraga lain yang dipertimbangkan sebagai olahraga industri, salah satunya adalah sepak bola. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sepak bola juga telah menjadi perhatian pemerintah mengingat tingginya minat masyarakat luas, meskipun belum memungkinkan untuk berprestasi dalam waktu dekat.
Tiga Esensial Mengoptimalkan Potensi Ekonomi Sepakbola
Setidaknya terdapat beberapa upaya esensial untuk mengoptimalkan potensi ekonomi persepakbolaan dalam negeri. Pertama, pemerintah dapat menyiapkan insentif bagi investasi infrastruktur sepak bola dan pengembangan sepak bola usia dini. Insentif tersebut dapat berupa potongan pajak atau dukungan lain dalam bentuk kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Investasi sepakbola ini diharapkan akan menarik minat para investor untuk turut menyediakan fasilitas pembinaan yang berkualitas di Indonesia.
Kedua, pemerintah melalui Kemenpora dan dibantu oleh PSSI dapat memacu pembangunan kompetisi yang berkualitas dan berjenjang. Faktor kompetisi amat dibutuhkan sebagai keberlanjutan dari hasil pembinaan yang telah dilalui. Kompetisi yang dibangun juga dapat dibuat berjenjang pada berbagai level usia yang berawal dari level akar rumput. Baik dari sepak bola amatir, hingga level tertinggi pada sepak bola profesional. Selain itu, kompetisi harus dilengkapi dengan standar ketat guna menjaga kualitas pembinaan yang berdaya saing.
Ketiga, para pemangku kepentingan sepak bola juga perlu meningkatkan kualitas kompetensi sumber daya manusia, baik dari segi profesi sepak bola maupun dalam hal manajemen klub dan tim nasional. Poin ini menjadi krusial untuk mendorong pengelolaan sepak bola yang bersih dan profesional sehingga dapat meningkatkan kepastian imbal hasil investasi (expected return on investment) yang lebih baik bagi para investor.
Terakhir, PSSI dan klub profesional dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menggaet keterlibatan suporter sepak bola di Indonesia yang cukup fanatik. Peluang ini dapat diterjemahkan melalui pembuatan platform digital yang memberikan one stop solution sebagai wadah branding dan optimalisasi arus pendapatan utama, seperti iklan digital (adsense), merchandise, tiket, dan industri kreatif lain yang bertemakan sepak bola.
Sebagai penutup, pengembangan sepak bola di Indonesia membutuhkan kolaborasi semua pihak/pemangku kepentingan. Kolaborasi ini memerlukan semangat dan kerja keras yang beriringan untuk mengembangkan potensi ekonomi di dalam sepakbola. Besar harapan kita, industri sepak bola nasional semakin berkesinambungan dan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan para pihak yang menggeluti dan bukan hanya sebagai sarana hiburan belaka.
Komentar