Anak-anak punya jalan panjang untuk mengarungi setiap periode dalam hidupnya. Mereka tak memiliki beban pikiran seperti orang-orang dewasa.
Periodesasi selama menjadi anak-anak adalah bermain, bermain, dan bermain. Apa yang mereka lakukan haruslah menyenangkan. Seperti ketika pergi ke stadion, mereka punya kesempatan suntuk senang dan juga merasakan bagaimana atmosfernya.
Namun, kesempatan anak-anak bisa datang ke stadion juga tidak lepas dari kebijakan sebuah klub. Misalnya PSIM Yogyakarta, klub dari Liga 2, membuat keputusan tiket bagi anak-anak yang bersifat mengekang dan tak wajar.
PSIM akan melangsungkan agenda perkenalan skuad dan peluncuran jersi baru di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta pada Minggu (14/8). Mereka membuka penjualan tiket untuk lima sektor tribun; Utara, Selatan, Timur, VIP Utara, dan VIP Selatan.
Dari unggahan resminya, PSIM menentukan syarat khusus bagi tiket anak-anak berdasarkan tinggi badan. Anak-anak yang memiliki tinggi badan lebih dari 100 cm, diharuskan membayar tiket. Sementara itu, anak-anak yang berpostur kurang dari 100 cm, bebas dari kewajiban bayar.
Hal itu memicu protes dari kalangan pendukung PSIM di lini masa dalam tiga hari terakhir. Mereka menilai, status anak-anak sepatutnya tidak didasarkan lewat tinggi badan. Alih-alih tinggi badan, menentukan status anak-anak harusnya lewat usia.
Akhirnya, PSIM menarik kebijakan tinggi badan bagi anak. PSIM membolehkan anak-anak masuk ke stadion gratis dengan syarat berusia tidak lebih dari 12 tahun (berdasarkan kartu keluarga/identitas khusus anak/kartu pelajar) atau memiliki tinggi badan kurang dari 140 cm.
Salah satu pendukung PSIM, Antonie Michael, mengungkapkan kebijakan tiket untuk anak-anak yang dibuat klub hanya mengada-ada. Pada akhirnya, gerakan para pendukungnya di media daring bisa menarik keputusan PSIM itu sendiri.
“Kami tidak perlu demo, hanya bermodalkan media sosial pun manajemen bisa meralat konsep penjualan tiket anak,” ungkap Michael kepada Pandit Football lewat sambungan telepon.
Menurut Michael, ada ketidakteraturan manajemen PSIM menetapkan keputusan tiket khusus anak: ditentukan lewat tinggi badan. Alih-alih tinggi badan, harusnya usia yang jadi patokan. Ia pun merujuk riset Nestle Health Science tentang bagaimana usia memiliki postur tubuh berbeda-beda.
Pada penelitian tersebut, anak-anak di bawah usia enam tahun memiliki tinggi badan ideal di angka 70 sampai 90 cm. Artinya, jika merujuk peraturan manajemen PSIM yang pertama, hanya anak yang berusia kurang dari enam tahun yang bisa menikmati riuh stadion tanpa merogoh kocek.
Sial bagi anak-anak yang berusia enam tahun ke atas. Untuk anak laki-laki, tinggi badan idealnya adalah 106 cm, sedangkan perempuan 104 cm. Memiliki tinggi lebih dari satu sentimeter pun, anak-anak berpotensi tak bisa masuk ke stadion.
Mikel, dalam keterangan lanjutannya, usia anak adalah kesempatan emas untuk mencintai sepakbola, memahami masa depan, dan melanjutkan budaya positif dari generasi-generasi sebelumnya.
Baca juga: Impian Seorang Anak 11 Tahun dari India yang Terkabul
Nasib Anak-anak di Stadion
Pada 2019, PSIM mendapat dana segar mencapai Rp 6 Miliar dari seorang pialang saham bernama Bambang Susanto. Namun, pada Oktober 2021, Bima Sinung Widagdo, mantan CEO Sulut United, menjabat sebagai CEO baru PSIM.
Sejak kedatangan Bima, klub berjuluk Laskar Mataram itu membuka lembaran baru. Menurut Michael, PSIM telah melakukan transisi dari era tradisional ke modern. “Sebelum 2019 itu, urusan tiket enggak tertata, pengelolaan tim enggak tertata,” imbuhnya.
Michael mengisahkan, saat masih anak-anak, ia bisa dengan mudah masuk ke stadion untuk menonton PSIM bertanding. Ia meminta salah satu orang dewasa untuk menggandeng tangannya, seolah-olah menjadi anak yang ditemani oleh keluarganya.
Namun saat berangsur dewasa, Michael melihat anak-anak tidak bisa masuk stadion, seperti masa kecilnya. Menurutnya, anak-anak memanfaatkan celah kecil untuk menonton pertandingan dari luar stadion. Mereka terpaksa melakukan itu karena tak punya kesempatan.
Atas nasib anak-anak itu, Michael dan suporter PSIM melakukan kampanye tiket gratis untuk anak-anak. Memang, usahanya membutuhkan waktu lama sampai akhirnya PSIM membuat kebijakan tiket gratis bagi anak setelah pendukungnya melayangkan protes di media sosial.
Baca juga: Mimpi Abadi Seorang Pesepakbola Junior
Menggratiskan tiket bagi anak sama saja dengan mendukung anak berekreasi. Dalam penelitian yang disusun Katlego Namethe, Vinessa Naidoo, dan Cornelius Hendrik van Heerden, ada dampak positif apabila anak-anak hadir di arena pertandingan.
Penelitian berjudul “Student Motivation for Attending Varsity Football Matches” (2021) itu menyimpulkan, anak-anak atau para pelajar akan merasa bahagia, merekatkan hubungan pertemanan, dan relaksasi saat datang ke stadion dan menyaksikan pertandingan.
Seorang pendukung, entah itu orang dewasa atau anak-anak, bisa merasakan menjadi bagian dari pertunjukkan sepakbola itu sendiri di stadion. Hal itu rasanya sulit didapatkan ketika menyaksikan pertandingan hanya lewat layar kaca.
Perlakuan Klub-klub Terhadap Tiket Anak
Liverpool menentukan kategori tiket berdasarkan usia; anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia. Empat kategori itu mempunyai nominal harga yang berbeda-beda. Dalam situs resminya, tiket terendah Liverpool ada di harga 9 Paun, sedangkan tiket termahal ada di kategori dewasa dengan nilai 59 Paun.
Bahkan, nilai 9 Paun berlaku untuk semua tribun dalam kategori anak, entah itu di Main Stand Upper, KOP, Anfield Road, maupun Sir Kenny Dalglish. Itu adalah bentuk kemajuan dari sebuah tim untuk memanjakan semua pendukungnya, tak kenal batas usia. Bahkan, penyandang disabilitas pun berhak untuk menikmati atmosfer pertandingan sepakbola.
Jauh di divisi bawah Inggris, ada Clapton FC yang memberikan penawaran lima kategori tiket, yakni dewasa (6,50 Euro), pengangguran (3,00 Euro), berusia di bawah 18 tahun (1,00 Euro), di bawah 10 tahun, serta penyandang disabilitas tidak perlu membayar, alias gratis.
Markas tim asal London Selatan itu memang tidak terlalu besar. Stadion milik Clapton FC, Terence McMillan, hanya menyediakan dua ribu kursi.
Baca juga: Anak-anak Kanal
Sepakbola, terutama kebijakan-kebijakan klub, memang tidak bisa menguntungkan banyak orang. Namun setidaknya, memberi tempat bagi anak-anak di stadion, merupakan upaya untuk belajar, merayakan, dan mencintai sepakbola sejak dini.
Komentar