Giorgio Chiellini menjulurkan kedua tangannya ke atas untuk menepis bola lambung dari lini belakang Real Salt Lake. Pemain Los Angeles FC itu sengaja melakukan demikian agar Sergio Córdova – yang berada beberapa langkah di belakang Chiellini – gagal menyambut bola.
Seandainya Chiellini tidak menjulurkan tangannya ke langit, ceritanya mungkin berbeda. Córdova bisa berhadapan satu lawan satu dengan penjaga mistar Los Angeles, Maxime Crépeau.
>Secara logis, situasi Córdova sangat mungkin untuk memperkecil ketertinggalan Real Salt atas Los Angeles dalam putaran Major League Soccer (MLS) yang berlangsung di Stadion Rio Tinto, Amerika Serikat, Minggu (7/8) itu.
Namun apa boleh buat, Chiellini – sebagai pemain bertahan – sebisa mungkin perlu menggagalkan aliran bola, dengan cara apapun. Salah satu yang ia lakukan dalam konteks ini bisa disebut sebagai professional foul.
Professional foul adalah terminologi dalam sepakbola, di mana seorang pemain menggagalkan usaha lawan yang memiliki kesempatan terbuka mencetak gol, entah itu dengan cara tekel, menarik kaus, ataupun menepisnya dengan tangan seperti yang dilakukan Chiellini.
Apakah pelanggaran profesional sah? Tentu tidak, layaknya pelanggaran-pelanggaran lain. Tetapi, apakah diatur dalam peraturan sepakbola? Tidak secara langsung.
Peraturan professional foul kemudian masuk Laws of The Games pada 1990 bentukan International Football Association Board (IFAB). Law 12: Foul and Misconduct merangkum sejumlah poin-poin penting tentang pelanggaran dalam pertandingan, termasuk Denial of an Obvious Goalscoring Opportunity (DOGSO) yang erat kaitannya dengan professional foul.
Apabila seorang pemain melakukan pelanggaran terhadap lawan di daerah penaltinya sendiri ketika lawan punya peluang mencetak gol 100%, wasit memberikan hadiah tendangan penalti. Pelanggaran terjadi dalam semua keadaan lain, misalnya memegang, menarik, mendorong, dll) - dan pemain yang melanggar harus dikeluarkan.
Selain melanggar tubuh pemain secara langsung, pemain yang menyangkal kesempatan emas lawannya dengan tangan atau handball juga harus diusir wasit. Pemain tersebut dikeluarkan jika pelanggaran terjadi di zona tertentu (kecuali penjaga gawang di dalam area penalti mereka).
Ilustrasi zona DOGSO oleh IFAB.
Sejarah Professional Foul
Terminologi professional foul muncul pertama kali di partai Final Piala FA 1980 yang mempertemukan West Ham United vs Arsenal yang berakhir dengan kedudukan 1-0 di Stadion Wembley, 10 Mei 1980.
West Ham, tim Divisi Kedua Inggris, unggul lebih dulu lewat tandukan Trevor Brooking yang menghujam gawang Arsenal pada menit ke-13. Kejutan yang diciptakan West Ham bukan tanpa sebab, mengingat stamina para pemain Arsenal menurun karena telah menjalani 66 laga sepanjang musim 1979/80.
Arsenal sebenarnya beberapa kali menciptakan peluang untuk kemudian dikonversi menjadi gol. Namun karena stamina yang kian menyusut, membuat West Ham lebih percaya diri untuk memenangkan salah satu pertandingan bersejarah itu.
Momen yang hingga kini dikenal sebagai professional foul terjadi ketika pemain muda West Ham, Paul Allen lepas dari kawalan dan melewati barisan pertahanan Arsenal. Willie Young pun menghentikan Allen dengan melakukan tekel keras saat Allen hanya butuh beberapa langkah lagi untuk melepaskan bola ke gawang Arsenal.
“Saya memiliki sepersekian detik untuk mengambil keputusan. Entah dia kemungkinan besar akan mencetak gol, atau saya memiliki kesempatan untuk setidaknya menahan kami dengan teriakan kekecewaan,” ungkap Young seperti dikutip The Guardian.
Young sempat berpikir sejenak – di saat-saat Allen berlari – bahwa dirinya adalah seorang bek dan sebisa mungkin harus mempertahankan gawangnya dengan cara apapun. “Aku hanya menyentuh kakinya dan dia (Allen) terjatuh,” kenangnya.
Young memang kerap diandalkan dalam kesebelasan Arsenal. Ia orang Skotlandia, bertubuh besar, dan tak kenal putus asa. Duet bersama kompatriotnya, David O’Leary, membuat Arsenal menyandang status tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit ketiga (36) sepanjang berlaga di Divisi Utama 1979/80.
George Courtney sebagai pengadil pertandingan, hanya memberi ganjaran kartu kuning untuk Young. Sementara West Ham mendapat kesempatan tendangan bebas dari jarak kira-kira 13 meter dari gawang Arsenal.
Pasca-pertandingan, kemenangan West Ham jadi buah bibir di daratan Inggris. Beberapa di antaranya juga menyoroti keputusan Courtney sebagai wasit. Mereka tidak menyalahkan tindakan Young, tetapi memandang hukuman yang terlalu ringan.
Merespon apa yang terjadi di laga antara West Ham vs Arsenal, pihak Football League (kini Premier League) mendirikan komite yang berisikan Jimmy Hill, Matt Busby, dan Bobby Carlton. Dua tahun kemudian, mereka bersepakat, pemain yang melakukan professional foul harus diusir dari lapangan.
Pelanggaran Profesional: Jalan Terakhir Menyelamatkan Tim
Di era sepakbola modern saat ini, professional foul yang tak mendapat ganjaran berat, langka ditemukan. Sebelum tindakan Chiellini, David Luiz pernah melakukan hal serupa ketika berseragam Chelsea pada 2013.
Luiz melakukan tekel kepada mantan penyerang Everton, Kevin Mirallas. Mirallas berada di depan seorang diri dan mendapat bola dari belakang, untuk kemudian meneruskan skema serangan balik Everton.
Saat hendak masuk ke sektor pertahanan Chelsea, Mirallas dilanggar oleh Luiz dengan keras. Akan tetapi, Luiz tak diusir oleh wasit, melainkan hanya mengantongi kartu kuning.
Mungkin Chiellini dan Luiz beruntung tak harus diusir dari lapangan setelah menjegal pemain yang punya kesempatan emas. Beberapa sosok lain malah mendapat hukuman telak, saat melakukan tindakan professional foul.
Ole Gunnar Solskjær, misalnya, menyelamatkan nasib Manchester United kala berhadapan dengan Newcastle United pada Premier League 1997/98. Jelang berakhirnya pertandingan, Newcastle melakukan serangan balik, usai tendangan bebas David Beckham dimuntahkan.
Rob Lee kebetulan berada dalam posisi lebih ke depan, ketika rekan-rekannya berkumpul di kotak penalti Newcastle. Ia pun menyambut bola yang dibuang dari lini belakangnya. Lee berlari, Solskjær membuntutinya dari belakang.
Saat mencapai garis kotak penalti United, Solskjær langsung menyambar kaki Lee hingga ia terjatuh. Solskjær pun diusir dari lapangan karena melakukan professional foul, sekaligus juga membantu United bertahan di trek juara.
Namun Solskjær ditegur sang pelatih, Sir Alex Ferguson yang berkata: “Di United, kita tidak pernah memenangkan laga dengan cara seperti itu; kita menang dengan cara yang adil.” Ferguson tetap memuji Solskjær, tapi tidak dengan perilakunya di lapangan.
Ada juga cerita lain yang berkenaan dengan professional foul. Alvaro Morata dilanggar oleh pemain Real Madrid, Federico Valverde saat ia beberapa langkah lagi berhasil memasuki kotak penalti Real Madrid di babak tambahan. Andai kata Morata tak dijegal, Atletico mungkin bisa keluar sebagai juara Piala Super Spanyol 2020.
Valverde berupaya menyelamatkan Madrid ketika skor masih imbang 0-0. Dengan professional foul yang ia lakukan, Valverde harus membayarnya dengan mandi lebih cepat. Setidaknya, itu mengurangi risiko timnya kebobolan di perpanjangan waktu.
Berkat Valverde, Madrid mempertahankan skor 0-0 hingga laga harus ditentukan lewat adu penalti. Beruntung, Madrid memenangkan adu tos-tosan atas Atletico dengan skor 4-1 dan menyabet trofi Super Spanyol.
“Saya meminta maaf kepada Morata setelah kejadian itu. Dia tahu itu satu-satunya yang dapat saya lakukan. Dirinya sangat cepat,” kata Valverde pasca pertandingan.
—
Professional foul adalah jalan terakhir untuk mengurangi peluang besar lawan mencetak gol. Seorang pemain harus memutuskan hal itu dengan cepat. Di momen-momen berbahaya, seorang pemain harus memilih apakah timnya harus kebobolan atau ia yang harus dikeluarkan setidaknya, untuk mencegah atau menunda lawan mencetak gol.
Komentar