Borussia Dortmund berhasil melangkahkan satu kakinya ke fase knock out setelah menahan imbang Manchester City dengan skor kacamata. Gregor Kobel menjadi pahlawan karena berhasil menepis tendangan penalti Riyad Mahrez (59’). Hasil ini meringankan tugas Die Borussen karena mereka hanya membutuhkan hasil imbang pada laga pamungkas untuk memastikan tempat di babak berikutnya.
Pep Guardiola datang dengan menurunkan komposisi pemain yang sedikit berbeda. Pelatih asal Spanyol tersebut memberikan debut kepada Stefan Ortega. Ia juga mengistirahatkan Kevin De Bruyne dan menempatkan dua pivot yaitu Rodri dan Ilkay Gundogan. Di depan, Erling Haaland dan Julian Alvarez berpasangan sebagai duo penyerang
Edin Terzic menggunakan skema tiga bek dengan menempatkan Nico Schlotterbeck, Mats Hummels, dan Niklas Sule sebagai tiga bek tengah. Edin memberi tugas kepada Emre Can sebagai gelandang bertahan untuk mendukung tiga bek. Keputusan ini menunjukkan bahwa ia ingin memperkokoh lini belakang untuk mengantisipasi lini serang Man. City yang sangat produktif (11 gol dari 4 pertandingan).
Ilustrasi di bawah ini menunjukkan Dortmund menggunakan empat bek. Tapi, yang terjadi di lapangan mereka bermain dengan tiga bek tengah. Thorgan Hazard berdiri lebih ke depan sejajar dengan Can sementara Julian Brandt beroperasi di belakang Youssoufa Moukoko.
Gambar 1 - Susunan Sebelas Pertama Borussia Dortmund dan Manchester City
sumber : sofascore
Walaupun berstatus sebagai tim tamu, Man. City mendominasi penguasaan bola hingga mencapai 72,7 persen. Bahkan, 90 menit bermain mereka menyentuh bola sebanyak 1.050 kali. Jumlah sentuhan ini jauh melampaui perolehan Dortmund yang hanya menyentuh bola sebanyak 487 kali (lebih dari dua kali lipat). Tapi, tingginya penguasaan bola tidak berdampak pada jumlah peluang. Justru tim tuan rumah yang lebih banyak melepaskan tembakan (11 kali) dibanding tim tamu (8 kali).
Hal ini menunjukkan bahwa punggawa The Citizens memiliki masalah dalam kreativitas menciptakan peluang. Tanpa kehadiran De Bruyne dan Bernardo Silva (baru bermain di babak kedua) cukup terasa di lini tengah terutama dalam hal membongkar pertahanan lawan dan menyuplai umpan kepada penyerang. Haaland dan Alvarez tidak memperoleh banyak umpan matang dan hanya melepaskan satu tembakan tepat sasaran.
Apa penyebabnya?
Belum Terbiasa
Man. City sangat nyaman bermain dengan format 4-3-3 atau 4-2-3-1. Di Liga Inggris, mereka selalu menggunakan dua format tersebut. Mereka jarang selalu mengubah struktur atau formasi dasar secara besar-besaran. Jika Pep melakukan rotasi atau mengubah komposisi pemain, ia tetap menggunakan formasi dasar yang sama.
Tapi, kedalaman skuad yang dimiliki City musim ini sangat memungkinkan untuk menerapkan berbagai skema, termasuk 4-4-2. Musim ini, Pep pertama kali menerapkan skema ini kala menjamu FC Copenhagen di Etihad Stadium (5/10). Hasilnya sangat positif, The Citizens mampu mengantongi lima gol tanpa balas dan mengunci satu tempat di babak berikutnya.
Berbekal pengalaman tersebut, mantan pelatih Barcelona tersebut kembali menerapkan skema yang sama kala bertandang ke Signal Iduna Park (26/10). Tapi, hasil yang didapatkan justru tidak se-positif pertandingan sebelumnya. Mereka memang menguasai pertandingan tapi tidak mampu menciptakan banyak peluang.
Salah satu sebabnya adalah proses adaptasi. Meski kemungkinan besar skema ini telah dicoba dalam sesi latihan, namun faktanya skema ini baru dicoba dalam satu pertandingan resmi. Oleh karena itu wajar apabila hasilnya belum konsisten.
Selain itu, ada sedikit perbedaan komposisi pemain yang Pep turunkan ketika menghadapi Copenhagen dan Dortmund. Pada saat bertemu Copenhagen, Pep memasangkan Gundogan dan Bernardo sebagai double pivot. Aspek kreativitas masih muncul karena kehadiran Bernardo dibantu dengan dua sayap yang diisi oleh Jack Grealish dan Mahrez. Tapi, double pivot yang ia pasangkan saat bertemu Dortmund adalah Rodri dan Gundogan. Dua pemain tersebut andal dalam sirkulasi tapi dari segi kreativitas belum se-cemerlang Bernardo atau De Bruyne. Oleh karena itu, City gagal mencetak gol dan tidak menciptakan banyak peluang.
Gambar 2 - Heatmap Sentuhan Manchester City saat melawan FC Copenhagen (5/10) (kiri) dan Borussia Dortmund (26/10) (kanan)
Sumber : WhoScored
Ilustrasi di atas menunjukkan perbedaan cukup mencolok. Gambar kiri terlihat City banyak menyentuh bola di dalam kotak penalti dari segala sisi. Sementara gambar kanan, mereka kesulitan masuk ke dalam kotak penalti lawan. Di samping pertahanan solid yang ditampilkan Mats Hummels dkk, ketidakhadiran pemain kreatif dan proses adaptasi skema baru menjadi sebab utama kegagalan The Citizens mencetak gol.
Pembagian Peran Antara Haaland dengan Alvarez
Ketika menggunakan dua penyerang, seorang pelatih idealnya memberikan peran yang sedikit berbeda. Misalnya, salah satu dari dua penyerang berperan sebagai penyerang bayangan dan lebih banyak beroperasi di ruang antara lini belakang dan lini depan. Opsi lainnya adalah salah satu penyerang lebih sering melebar untuk menciptakan situasi unggul pemain di sayap lalu mengandalkan kombinasi di area tersebut dengan tujuan membongkar pertahanan lawan.
Saat bertemu Copenhagen, Haaland rajin turun ke lini tengah untuk memancing bek tengah lawan sekaligus membuka ruang untuk Alvarez atau Grealish. Kondisi ini dikombinasikan dengan kreativitas dan visi lini tengah di bawah komando Bernardo. Maka tidak heran jika pada pertandingan tersebut, The Citizens berhasil mencetak 30 tembakan atau tiga menit per tembakan.
Gambar 2 - Rata-rata Posisi Pemain Manchester City saat Bertemu FC Copenhagen (kiri) dan Borussia Dortmund (kanan)
sumber : WhoScored
Sayangnya, pembagian peran tersebut tidak terjadi di pertandingan ini. Terlihat pada gambar sebelah kanan bahwa Haaland dan Alvarez sering berada pada posisi yang sama. Akibatnya ruang yang bisa dimanfaatkan untuk sirkulasi dan distribusi bola menjadi lebih sempit. Foden dan Mahrez kesulitan melakukan aksi di sisi sayap karena tiga bek Dortmund mendapat dukungan penuh dari 5 gelandang Die Borussen. Cerita mungkin berbeda andai Haaland dan Alvarez membagi peran seperti yang mereka lakukan kala menjamu Copenhagen.
Komentar