“Tujuan saya berhenti berjualan jersey Arema adalah untuk memboikot pemasukan ke tubuh tim. Sebenarnya berat untuk mengambil keputusan ini, tapi kita harus membuat gebrakan perlawanan untuk mengembalikan semua ke jalur dan ke arah yang benar setelah Tragedi Kanjuruhan ini,” ujar Deni, salah seorang Aremania, yang salah satu usahanya adalah menjual jersey Arema.
Ujaran Deni itu memperlihatkan salah satu bentuk penyikapan yang konkrit atas Tragedi Kanjuruhan. Berbagai aksi dilakukan Aremania untuk bersolidaritas kepada rekan-rekan mereka, seperti menggalang dana, mendirikan posko, memberikan layanan konsultasi psikologis. Di sisi lain, banyak di antara mereka yang memutuskan untuk gantung syal.
Faris, salah satu anggota Aremania Korwil Jogja (AKJ), juga memutuskan gantung syal. Menurut Faris, banyak anggota AKJ yang sudah tidak ingin datang ke stadion lagi setelah Tragedi Kanjuruhan karena tidak ingin mengambil risiko.
“Aremania Jogja sudah berdiri sejak awal 2010. Banyak dari kami yang sudah berkeluarga. Rasa-rasanya, kami tidak ingin mengambil risiko menonton sepakbola nasional kepada keluarga, pasangan, dan anak-anak kami. Sepanjang tidak ada perubahan sistemik pada aspek keamanan suporter/penonton, kami rasa jalan paling aman adalah tidak menikmati sepakbola nasional,” ujar Faris kepada Panditfootball.
Faris bercerita bahwa Aremania Korwil Jogja (AKJ) selalu datang ke stadion kala Arema FC bertanding di sekitar wilayah Jogjakarta. Tak hanya itu, mereka pun menyambut tim Arema FC di stasiun dan menemani latihan tim di Stadion UNY, terutama ketika Arema FC bermain di Stadion Maguwoharjo, Sleman.
Saat ada pertandingan, AKJ juga turut membantu menyiapkan keamanan. Biasanya, AKJ diundang oleh Panpel untuk berkoordinasi dengan elemen suporter lain dan aparat keamanan. Selain itu, mereka juga ikut menyiapkan hal-hal lain, semisal ada koreografi khusus untuk mendukung Arema.
“Jika Arema berlaga di Solo, Magelang, Semarang, dan Purwokerto, biasanya kami (AKJ) juga mendatangi. Tapi yang sibuk mengurus keperluan itu korwil setempat,” ujar Faris.
Gantung Syal Sebagai Respon Atas Meninggalnya Aremania dan Ketidakjelasan Sikap Manajemen Arema FC
Hingga artikel ini ditulis, ada 135 suporter Arema FC yang meninggal. Nama terakhir yang meninggal adalah Farzah Dwi Kurniawan, seorang Mahasiswa Muhammadiyah Malang, yang meninggal pada Minggu (23/10). Beberapa orang masih ada yang dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang.
Pada Minggu (23/10,) Arema FC melalui akun twitter resmi mereka, merilis pernyataan Gilang Widya Pramana, merespon tekanan suporter terkait lambatnya Arema FC dalam mengambil sikap keberpihakan kepada korban Tragedi Kanjuruhan.
“Bahwa posisinya jelas agar stakeholder nasional introspeksi. Dan berharap semuanya dapat diusut dengan tuntas oleh pihak-pihak yang berkepentingan,” begitu salah satu bunyi pernyataan resmi Arema.
Menurut Rodrigo, salah seorang Aremania, aksi gantung syal ini adalah sikap atas meninggalnya Aremania dan atas ketidakjelasan manajemen dalam mengambil sikap dalam Tragedi Kanjuruhan. Ia menyayangkan lambatnya manajemen Arema dalam menulis tagar Usut Tuntas.
“Manajemen juga kenapa kok harus menunggu 21 hari untuk menulis hashtag #UsutTuntas dan kok kudu ditekan dulu,” ujar Rodrigo kepada Panditfootball. “Ketakutan dari teman-teman adalah kalau hashtag itu cuma sekadar tulisan biasa dan hanya untuk menarik antusias suporter. Saya sendiri juga masih ragu, karena belum adanya aksi nyata dan langkah pasti setelah manajemen menulis #UsutTuntas.”
Sehari setelah Tragedi Kanjuruhan terjadi, Presiden Arema FC Gilang Widya Pramana memang mengeluarkan pernyataan bahwa Arema FC mendukung pengusutan.
“Kami juga mendukung penuh pengusutan yang dilakukan pihak kepolisian dan memohon pihak-pihak untuk menahan diri sampai benar-benar ketemu titik terang permasalahannya," ujar Gilang, dilansir dari situs resmi Arema FC. Setelah itu, sikap manajemen dalam upaya mengusut tuntas tidak terdengar lagi.
Gilang baru menyatakan hal serupa pada Selasa (25/10). “Sikap kami sangat jelas, kami berharap investigasi yang komprehensif dan pengusutan secara tuntas agar tragedi ini dapat diungkap secara terang benderang sehingga korban mendapatkan keadilan yang sepenuhnya," ujar pemilik PT Juragan Sembilan Sembilan Corp itu dilansir dari situs resmi Arema FC.
“Arema FC mendukung total perbaikan, pembenahan dan proses transformasi sepakbola Indonesia yang saat ini bersama-sama sedang dilakukan. Tujuannya satu, agar sepakbola Indonesia lebih baik dan tidak ada lagi nyawa yang hilang akibat sepak bola," lanjutnya.
Ketidakjelasan manajemen Arema FC dalam menyuarakan usut tuntas bisa dibaca sebagai tanda adanya konflik kepentingan di dalam tubuh Arema FC. Iwan Budianto, Wakil Ketua Umum PSSI, juga menjabat sebagai pemegang saham terbanyak PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI). Hal ini menimbulkan kekecewaan dari suporter.
Sampai Kapan Akan Gantung Syal?
Ketika Panditfootball bertanya soal sampai kapan Haris akan mengambil sikap gantung syal, Haris menjawab, “Sampai semuanya bisa introspeksi diri dan menjadi lebih baik, terutama sampai semuanya jelas dan diusut secara tuntas.”
Hal senada juga disampaikan oleh Aremania bernama Beny. “Saya gantung syal sampai waktu yang tidak ditentukan dan tidak menginjakkan kaki ke stadion manapun saat Arema berlaga sampai kasus ini diusut tuntas,” ujarnya.
Beny juga menyatakan sikap untuk memboikot federasi dan klub. “Saat ini tetap berjuang mencari keadilan buat saudara-saudara saya yang menjadi korban dalam gerakan #UsutTuntas dan mendesak revolusi PSSI dan mendukung gerakan suporter nasional memboikot federasi yang bobrok ini dan boikot laga Arema FC di manapun berada karena belum ada kejelasan yang pasti dalam tubuh manajemen Arema FC. Boikot apapun tentang Arema FC, termasuk di TV. Penjualan merchandise pun saya boikot dengan tidak membelinya di store resmi,” tutup Beny.
Hal senada diutarakan oleh Sahrul, Aremania yang lain.
“Untuk saat ini saya pribadi dan beberapa teman serta saudara memutuskan untuk gantung syal dulu, berhenti mendukung di manapun Arema FC berlaga baik home maupun away,” ujar Sahrul Haris, salah seorang Aremania kepada Panditfootball.
Soal merchandise, Deni, salah seorang Aremania sekaligus menjadi penjual jersei Arema FC mengatakan bahwa ia akan berhenti berjualan jersey Arema FC sebagai bentuk kekecewaannya terhadap manajemen dan aksi boikot.
“Banyak yang memboikot penjualan jersey Arema FC yang ditujukan untuk manajemen, agar mereka mengerti bahwa sumber pemasukan terbesar adalah jersey dan tiket. Jadi ketika penjualan jersey tidak berjalan, semuanya berhenti. Jadi sikap ini bertujuan agar manajemen lebih kritis dalam menanggapi apa yang terjadi di lapangan,” ujar pria yang mulai berjualan jersey Arema sejak 2010 tersebut.
“Tujuan saya berhenti berjualan jersey Arema adalah untuk memboikot pemasukan ke tubuh tim. Sebenarnya berat untuk mengambil keputusan ini, tapi kita harus membuat gebrakan perlawanan untuk mengembalikan semua ke jalur dan ke arah yang benar setelah Tragedi Kanjuruhan ini,” ujarnya.
“Kita enggak akan mati kalau kita berhenti mendukung Arema FC. Kita tetap akan hidup meski tak lagi berjualan atribut Arema FC. Justru Arema FC sendiri yang seharusnya takut kehilangan Aremania,” ujar Deni.
Di sisi lain, Prast, salah seorang Aremania bercerita kepada Panditfootball bahwa ia akan gantung syal selamanya.
“Insha Allah selamanya. 135 korban meninggal bukan jumlah yang sedikit, dan ini yang menjadikan sepakbola sudah tidak menarik lagi bagi saya. Kalau boleh menengok ke belakang, masalah dualisme adalah awal saya mengurangi intensitas masuk ke stadion. Dari situ bisa dilihat sikap ketidakjelasan manajemen. Lalu ada momentum tragedi ini (Kanjuruhan) yang membuat tekad saya menggantung syal menjadi bulat,” ujarnya.
“Saya sendiri memutuskan untuk berhenti mendukung dan berhenti mengikuti perkembangan Arema,” ujar Rodrigo, di akhir obrolannya bersama Panditfootball.
Komentar