Chelsea takluk di St. James Park berkat gol tunggal dari Joe Willock pada menit ke-67. Hasil ini melanjutkan rekor buruk The Blues dengan lima pertandingan tanpa kemenangan dan tiga kekalahan beruntun. Sebaliknya, Newcastle United melanjutkan kecemerlangannya dengan lima kemenangan beruntun. Hasil ini membawa The Toon mempertahankan peringkat ketiga sekaligus menggusur tim tamu ke peringkat delapan klasemen sementara.
Eddie Howe melakukan sedikit perubahan pada skuadnya, terutama di lini depan. Callum Wilson duduk dibangku cadangan digantikan oleh Chris Wood sebagai ujung tombak. Jacob Murphy yang pada pertandingan sebelumnya bermain sejak awal, justru duduk di bangku cadangan digantikan oleh Joe Linton. Sisanya, masih diisi oleh pemain reguler yang telah bermain lebih dari 800 menit di liga.
Perubahan komposisi pemain justru hadir dari kubu tamu. Graham Potter tidak menurunkan Pierre-Emerick Aubameyang yang pekan lalu hanya melakukan delapan sentuhan. Ia memasang Armando Broja sebagai ujung tombak didukung oleh Conor Gallagher dan Mason Mount. Tidak hanya itu, mantan pelatih Brighton and Hove Albion itu memberi debut kepada salah satu pemain muda, Lewis Hall. Keputusan yang cukup adil karena pemain-pemain yang ia cadangkan adalah mereka yang tampil tidak maksimal pekan lalu.
Gambar 1 - Sebelas Pertama Newcastle United dan Chelsea
Sumber : SofaScore
Pertandingan berjalan cukup menarik. Kedua tim berusaha mengambil inisiatif serangan dengan berusaha menerapkan high press. Hingga laga berakhir, tim tamu sedikit lebih unggul dalam penguasaan bola yaitu 50,9 persen dengan akurasi umpan mencapai 83 persen. Meskipun statistik berkata demikian, nyatanya Chelsea hanya menciptakan lima peluang. Sementara tuan rumah berhasil mencatatkan sembilan peluang yang salah satunya berbuah gol.
Gambar 2 - Heatmap Sentuhan Newcastle United dan Chelsea
Sumber : WhoScored
Jika meninjau ilustrasi di atas, terlihat bahwa Chelsea hampir tidak pernah memasuki area kotak penalti Newcastle. Mereka juga berhasil masuk ke area lawan hanya melalui sisi sayap. Padahal, Chelsea menyentuh bola lebih banyak (661 sentuhan) dibanding The Toon (635 sentuhan). Hal ini menunjukkan bahwa tim besutan Graham Potter mengalami masalah dalam progresi bola.
Kondisi ini berawal dari ketidakmampuan The Blues untuk lepas dari tekanan dan mengirim bola ke area lawan. Terbukti Chelsea hanya mampu menguasai 39,6 persen penguasaan bola di area lawan. Maka tidak heran jika mereka hanya lima kali menyentuh bola di kotak penalti milik Nick Pope. Data tersebut menunjukkan bahwa dominasi penguasaan bola tidak berhubungan langsung dengan kemampuan tim dalam membongkar pertahanan lawan.
Berbeda dengan tim tamu, sang tuan rumah sering menguasai bola di area lawan. Mereka tercatat 192 kali menyentuh bola di sepertiga akhir dan 21 kali sentuhan di kotak penalti Edouard Mendy. Pertanyaannya, apa faktor kunci Newcastle mampu menciptakan organisasi permainan yang sangat rapi hingga membuat Chelsea tidak berdaya?
Lini Tengah Tak Kenal Lelah
Newcastle di tangan Eddie Howe sangat mengandalkan kolektivitas. Artinya, semua pemain memiliki peran masing-masing pada situasi bertahan, menyerang, maupun transisi. Taktik ini memaksa tiga gelandang yang dipasang Eddie bekerja ekstra keras karena terlibat langsung pada tiga situasi tersebut.
Pada situasi menyerang, ketiga gelandang merapat, menjaga jarak, dan mencari celah agar bisa lolos dari high press lawan. Bahkan ketika bola berhasil sampai di kaki Miguel Almiron atau Joe Linton, mereka harus segara mendekat ke arah bola agar sirkulasi bola tetap terjaga. Selain itu, tidak jarang dari mereka masuk ke kotak penalti atau melepaskan tembakan dari luar kotak penalti apabila lini serang kesulitan mendapatkan ruang tembak. Ketika bertahan, ketiga gelandang The Toon turut menekan lini tengah lawan agar tidak ada ruang bagi tim tamu untuk melancarkan build-up serangan. Mereka juga menjadi unit penting ketika transisi dari menyerang ke bertahan. Tugas ketiga gelandang tersebut adalah menutup jalur umpan pemegang bola sambil mencari kesempatan untuk mencuri bola.
Bruno Guimaraes menjadi “panglima perang” yang sangat andal untuk memainkan peran ini. Pada pertandingan ini, ia menjadi pemain yang paling rajin mengirimkan umpan ke area lawan (34 kali). Data ini mencerminkan peran nya pada saat membangun serangan. Tidak hanya itu, Bruno juga sangat berkontribusi ketika Newcastle kehilangan bola. Tercatat ia melakukan 11 recovery (terbanyak diantara pemain lain).
Satu hal yang menarik adalah tiga gelandang yang diturunkan Eddie sejak awal bertahan hingga menit ke-85. Sang pelatih baru melakukan pergantian untuk Joe Willock di lima menit terakhir waktu normal. Hal ini menunjukkan bahwa lini tengah yang dimiliki Newcastle sangat konsisten.
Kreativitas Kieran Trippier
Konsekuensi dengan membebankan peran “otot” kepada tiga gelandang adalah aspek kreativitas. Meskipun Joe Willock pernah bermain sebagai gelandang serang di Arsenal, ia belum cukup membuktikan mampu berkontribusi di posisi tersebut. Sean Longstaff memiliki tipe permainan mirip seperti Guimaraes. Oleh karena itu, soal kreativitas, Eddie tidak berharap banyak kepada tiga gelandang tersebut.
Solusinya adalah mengalihkan sebagian besar aspek kreativitas kepada Kieran Trippier. Pemain asal Inggris ini di atas kertas berperan sebagai bek sayap. Tapi, apa yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa Trippier adalah kreator utama Newcastle. Pada pertandingan ini, Trippier adalah pemain yang paling banyak menciptakan peluang (2 peluang), paling rajin melepaskan umpan silang (10 umpan), dan 13 umpan ke sepertiga akhir. Tidak hanya itu, kemampuannya dalam menemukan celah dan memilih target umpan menjadi alasan utama mengapa Trippier diplot sebagai eksekutor bola mati.
Komentar