Bertepatan dengan pembukaan Piala Dunia 2022, pada Minggu (20/10) siang, buruh PT Panarub melakukan aksi untuk menuntut pembayaran upah mereka yang dipotong pada 2020. PT Panarub, salah satu perusahaan mitra Adidas untuk memproduksi sepatu, memotong upah buruh sebanyak dua kali, yakni pada Juni-Juli dan Agustus-September 2020.
Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan, mengatakan bahwa rata-rata buruh PT Panarub kehilangan upahnya sebanyak Rp800.000 hingga Rp1.300.000 pada dua periode tersebut.
“Setelah Covid 19, pabrik produksinya normal. Bahkan di awal 2022, Panarub dipercaya kembali memproduksi sepatu untuk Piala Dunia. Jadi, dengan dasar itu, mereka menuntut perusahaan mengembalikan upah mereka yang dipotong di tahun 2020. Mereka sudah mengkomunikasikan hal itu dengan pihak perusahaan. Tapi perusahaan berdalih bahwa itu pandemi dan banyak perusahaan melakukan hal yang sama,” ujar Emelia kepada Pandit Football.
Para buruh juga sudah berkomunikasi dengan pihak Adidas. “Adidas juga berdalih yang sama bahwa itu kebijakan perusahaan dan mereka tidak bisa menerima pertanggungjawaban untuk membayar upah yang dipotong oleh perusahaan. Walaupun kawan-kawan di Panarub meminta adidas bisa intervensi, menekan perusahaan untuk membayarkan kembali upah yang dipotong di tahun 2020 itu,” lanjut perempuan yang juga pernah bekerja di PT Panarub itu.
Baca Juga:Messi Tidak Datang, Teriakan Buruh Tetap Lantang
Pada 2020, PT Panarub tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya. PHK kepada 400 buruh baru terjadi pada Jumat, 18 November 2022, dengan alasan berkurangnya pesanan jumlah sepatu dari Adidas.
“Tapi, pihak perusahaan tidak bisa membuktikan (dengan dokumen) ada pengurangan pesanan tersebut,” jelas Emelia.
Merespon PHK tersebut, pada Selasa (22/11), para buruh melakukan audiensi dengan PT Panarub. Sari Idayani, salah satu anggota serikat buruh mengatakan bahwa pihak PT Panarub sebelumnya tidak memberitahukan akan mem-PHK buruhnya.
“Alasan PT Panarub mem-PHK buruh adalah karena dampak perang Rusia-Ukraina, maka pesanan Adidas menurun. Perusahaan kelebihan buruh dan tidak sesuai dengan pesanan yang didapat. Perusahaan selama empat tahun ini merugi, dan pihak perusahaan meminta SPERBUPAS-GSBI untuk memahami hal itu,” ujar Sari kepada Panditfootball.
Aksi protes dari SPERBUPAS-GSBI pada Minggu ternyata membawa sedikit dampak positif. Sari mengatakan bahwa per Selasa (22/11) kemarin, PT Panarub berhenti mem-PHK secara sepihak. “Dampak dari protes SPERBUPAS-GSBI, perusahaan untuk sementara menghentikan pemanggilan buruh untuk PHK dan memproses buruh yang mengajukan secara sukarela PHK, karena ada yang ingin pulang kampung dan sebagainya,” terang Sari.
Aksi protes buruh PT Panarub itu ramai diperbincangkan di media sosial Twitter, setelah Emelia mengunggah foto seorang buruh sambil membawa poster yang bertuliskan "Hii.. Messi. I am a worker from PT. Panarub Industry, Indonesia. Who made soccer shoes for you during Covid-19 in 2020. Adidas cut my wages and don`t want to pay it back. What about you? Do Adidas cut your contract fee too?."
“Di Twitter, saya mention Messi, karena Messi sebagai brand ambassador Adidas. Kami asumsikan kontrak yang dibayarkan Adidas kepada Messi sama sekali tidak berkurang. Ini jadi tidak adil. Buruh dipotong upahnya, buruh di-PHK setelah mereka memproduksi sepatu bola untuk Piala Dunia, tapi Messi tidak,” jelas Emelia.
“Maksud kampanye medsos itu adalah untuk menggugah sisi kemanusiaan dari Messi. Messi perlu tahu bahwa Adidas membayarkan fee pada dia itu dari keuntungan yang diperoleh Adidas yang didapat dengan pelanggaran hak-hak buruh, salah satunya upah yang dipotong, kemudian PHK yang semena-mena,” pungkasnya.
Pada 2004, Adidas dan sebuah organisasi non-pemerintah asal Australia, Oxfam Community Aid Abroad (OCAA), pernah meminta Worker Rights Consortium (WRC) untuk meninjau tuduhan pelanggaran hak-hak buruh di PT Panarub, yang salah satunya adalah PHK secara sepihak.
WRC menemukan bahwa PT Panarub secara ilegal telah memecat para pekerja dan menggunakan cara-cara paksaan untuk memaksa para buruh untuk mengundurkan diri. PT Panarub, misalnya, memecat buruh yang sakit atau memaksa buruh yang sakit untuk mengundurkan diri. Alih-alih diizinkan mengambil jatah cuti sakit, para buruh itu justru dipecat dan dipaksa mengundurkan diri.
Selain itu, WRC juga menemukan bahwa PT Panarub tidak membayar dengan layak buruh di bagian kebersihan dan kafetaria, padahal mereka bekerja 12 jam, dari jam enam pagi hingga enam sore di hari Senin sampai Jumat, dan bekerja sampai jam tiga sore pada hari Sabtu. Temuan WRC menyebut bahwa para buruh di sektor tersebut hanya dibayar sebesar Rp629.000.
***
Panditfootball sudah menghubungi PT Panarub untuk meminta penjelasan terkait pemotongan upah dan PHK terhadap para buruh. Sampai berita ini tayang, pihak PT Panarub belum memberikan jawaban.
Komentar