Misi Kroasia melangkah ke final Piala Dunia dalam dua edisi beturut-turut mendapat hadangan Argentina pada hari Rabu (14/12) pukul 02.00 WIB di Stadion Lusail Iconic. Laga yang memperebutkan tiket final ini akan dipimpin oleh wasit asal Italia, Daniele Orsato.
Meninjau dari ketersediaan pemain, situasi Argentina relatif lebih sulit. La Albiceleste dipastikan tidak akan diperkuat oleh Marcos Acuna dan Gonzalo Montiel akibat diganjar kartu kuning kedua pada babak perempat final. Berdasarkan aturan FIFA, semua catatan kartu kuning dihapus setelah perempat final (kecuali pemain yang mendapatkan kartu kuning keduanya pada babak tersebut).
Walaupun demikian, Lionel Scaloni masih memiliki Nicolas Tagliafico untuk menggantikan Acuna di bek kiri. Absennya Montiel juga seharusnya tidak terlalu berdampak karena posisi bek kanan lebih sering diisi oleh Nahuel Molina. Angel Di Maria yang pada pertandingan sebelumnya masuk sebagai pemain pengganti karena cedera ringan kemungkinan besar bisa bermain sejak menit pertama.
Di kubu lawan, Kroasia kemungkinan besar mempertahankan susunan pemain yang diturunkan pada babak perempat final. Pelatih Zlatko Dalic akan tetap mengandalkan Matteo Kovacic, Marcelo Brozovic, dan Luka Modic di lini tengah. Josko Gvardiol yang mendapat banyak sorotan tetap menjadi pilihan utama bersama Dejan Lovren di posisi bek tengah.
Gambar 1 - Potensi Sebelas Pertama Argentina dan Kroasia
Jika bercermin pada kualitas individu setiap pemain, catatan sejarah, pengalaman, dan jam terbang, Argentina jelas lebih diunggulkan. Tapi, Kroasia sudah bukan berstatus sebagai kuda hitam lagi. Kesuksesan mereka mencapai dua semifinal berturut-turut menunjukkan bahwa mereka memiliki pengalaman dan mental yang kuat.
Zonal Marking dan Tutup Ruang Tembak Messi
Sosok Messi di tim nasional Argentina sangat dominan dan superior. Selama Piala Dunia 2022 berlangsung, Messi menjadi pencetak gol terbanyak tim Tango dengan catatan empat gol. Mantan pemain Barcelona tersebut itu total melepaskan 22 tembakan, sembilan tembakan ke gawang, dan 16 operan kunci.
Setiap tim yang melawan Argentina sudah pasti berniat untuk mematikan Messi. Tapi, catatan di atas menunjukan bahwa belum ada tim yang berhasil. Meksiko merupakan tim yang paling “aman” sebab Messi hanya mengancam sebanyak dua kali. Padahal, tim lain minimal menderita empat ancaman.
Di sisi lain, catatan di atas membuat kontribusi pemain lain terkesan kecil. Jika melihat dari jumlah tembakan, hanya Julian Alvarez yang mendekati capaian Messi dengan selisih 14 tembakan, sangat jauh. Di Maria sebagai pemain senior tidak memiliki catatan secemerlang Messi bahkan Alvarez. Hal ini menunjukan bahwa permainan Argentina berputar di sekeliling pria berusia 35 tahun tersebut.
Kroasia patut mencoba untuk menerapkan taktik bertahan zonal marking dengan garis pertahanan rendah hingga menengah. Tujuanya untuk fokus menjaga ruang di lini belakang agar tidak bisa dimanfaatkan oleh penyerang Argentina. Dalic bisa membentuk struktur pertahanan 4-5-1 dengan jarak antar lini yang rapat. Selain itu, Kroasia perlu waspada terhadap pergerakan dua bek sayap Argentina yang rajin membantu serangan dari sektor sayap.
Jika rencana ini berjalan efektif, kemungkinan besar Messi akan lebih sering turun menjemput bola hingga ke tengah lapangan. Barisan pertahanan Kroasia tidak perlu panik. Mereka perlu menjaga struktur pertahanan sementara Messi sudah menjadi tanggung jawab Brozovic, Modric, dan Kovacic untuk menutup ruang geraknya agar tidak leluasa mengirim umpan-umpan terobosan ke arah Alvarez, Di Maria, bahkan Alexis Mac Allister.
Insting Messi untuk mencetak gol hadir dalam situasi apapun, termasuk pada situasi terkurung oleh tiga pemain lawan. Ia juga mampu melesatkan tembakan dari luar kotak penalti. Terbukti, 10 dari 22 tembakan yang ia lepaskan berasal dari luar kotak penalti. Dengan demikian, penting bagi unit pertahanan Kroasia untuk selalu waspada dan menutup ruang tembak bagi Messi.
Rencana ini bukan mendiskreditkan pemain Argentina yang lain. Tapi, sulit untuk dipungkiri bahwa peran Messi sangat dominan, terutama dalam situasi menyerang. Maka wajar jika setiap tim yang bertemu tim Tango memprioritaskan untuk meredam ancaman dari La Pulga.
Hukum Lewat Sayap
Pada situasi tidak nyaman, Scaloni mengandalkan Messi untuk turun ke tengah lapangan agar lebih mudah mendapatkan bola. Pada situasi ini, dua bek sayap Argentina akan maju ke depan untuk mengisi area flank. Sebab Alvarez dan Darmian bergerak ke tengah untuk mengisi ruang yang ditinggalkan Messi.
Bek sayap yang maju ke depan tentu akan meninggalkan ruang di pertahanan Argentina. Celah ini bisa dimanfaatkan oleh Modric untuk merencanakan serangan balik. Perisic sebagai salah satu pemain senior tidak memiliki kecepatan untuk mengeksploitasi sisi kiri, tapi kecepatan Mario Pasalic di sayap kanan bisa diandalkan. Terlebih, dua bek sayap yang akan menutup celah tersebut tidak memiliki atribut kecepatan.
Jika Kroasia ternyata mampu mendominasi penguasaan bola, mereka bisa memanfaatkan sektor sayap untuk mengirimkan umpan silang ke arah Andrej Kramaric. Tidak perlu terlalu dekat ke kotak penalti, yang penting mereka punya cukup ruang dan kenyamanan untuk mencari target paling tepat di kotak penalti Argentina. Persis seperti yang dilakukan Louis van Gaal ketika Belanda berhasil menyamakan kedudukan pada pertandingan sebelumnya melalui aksi dari sisi sayap.
Adu Penalti Terlalu Berisiko
Bagi tim yang tidak diunggulkan, mengincar adu penalti adalah rencana logis untuk meruntuhkan mimpi lawan yang lebih diunggulkan. Tugas mereka adalah bertahan serapat mungkin, fokus selama 120 menit, bergerak se-efisien mungkin untuk menjaga stamina, sambil berhadap muncul momen serangan balik yang bisa membuat mereka mencuri gol.
Adu penalti juga sangat bergantung pada kondisi fisik dan mental pemain pada hari pertandingan. Situasi ini membuat catatan statistik, rekor kemenangan, dan kuantitasi lainnya menjadi kurang valid sebab tidak ada ukuran untuk mengukur mental pemain. Oleh karena itu, adu penalti menjadi momen 50:50 bagi kedua tim.
Rencana tersebut tentu relevan dengan Kroasia tapi berisiko besar. Kroasia hanya memenangkan adu penalti dalam sejarah Piala Dunia (tiga kali). Sementara sang lawan memiliki catatan kemenangan yang lebih banyak (lima kali). Terpaut dua kemenangan.
Jika melihat dari sudut pandang penjaga gawang, kedua tim memiliki sosok di bawah mistar yang cemerlang dalam adu penalti. Keberhasilan mereka menggagalkan dua penalti lawan masing-masing menjadi kunci utama Kroasia dan Argentina melaju ke babak semifinal. Emi Martinez dan Dominik Livakovic akan menjadi sorotan utama jika laga ini harus ditentukan melalui babak adu penalti.
Komentar