Egy Maulana dan Witan Sulaeman yang sempat merumput di luar negeri, kini memutuskan untuk bermain di Liga 1. Egy terlebih dahulu diumumkan bergabung dengan Dewa United, kemudian Witan direkrut Persija Jakarta.
Di Eropa, awalnya Egy bermain di klub Polandia, Lechia Gdansk pada musim 2018. Kemudian, pada awal musim 2021, Egy direkrut oleh tim asal Slovakia, FK Senica, sebelum berlabuh ke Zlate Moravce di awal 2022.
Sementara itu, Witan bergabung dengan Radnik, klub asal Slovakia, pada Februari 2020. Setelah itu, pada September 2021, pemain asal Bantaeng, Sulawesi Selatan itu berlabuh ke Lechia Gdansk. Kemudian, FK Senica menjadi pelabuhan selanjutnya bagi Witan, dan ia kembali ke Lechia Gdansk sebelum mudik ke tanah air untuk membela Persija.
Gaya Permainan Egy dan Witan
Baik di klub maupun di tim nasional, Egy biasa beroperasi di ssayap kanan dengan mengandalkan kemampuan dribble dan kecepatan. Sebagai pemain kidal yang ditempatkan di sisi kanan, Egy biasa bergerak ke area tengah pertahanan lawan.
Di Dewa United, posisi sayap kanan biasanya ditempati Natanael Siringoringo. Di bawah pelatih baru Jan Olde Riekerink, Egy kemungkinan besar akan tetap dipasang di sayap kanan. Riekerink, yang pernah melatih Jong Ajax dari 1995 hingga 2002, tidak akan menyia-nyiakan bakat Egy. Dalam formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3 yang dipakai Riekerink dalam empat pertandingan awalnya bersama Dewa United, Egi bisa ditempatkan di pos sayap kanan dan menggeser Siringoringo ke posisi second striker.
Siringoringo, meski posisi naturalnya adalah sayap kanan, namun bisa bermain sebagai second striker atau gelandang serang. Kala Dewa United melawan Persikabo 1927 (18/1), pemain asal Medan itu ditempatkan sebagai gelandang serang.
Menempatkan Egy di sektor sayap adalah hal yang tepat untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki Egy. Selain itu, Egy juga kerap masuk ke area kotak penalti jika timnya melakukan serangan dari sisi kiri. Gol Egy ketika Indonesia menghadapi Laos di laga perdana Piala AFF 2022 pada 23 Desember 2022 menjadi bukti.
Sebagaimana Egy, Witan pun dominan di sisi sayap. Selain itu, Witan juga bisa dipasangkan sebagai second striker, seperti yang pernah dilakukan oleh Shin Tae-yong di Indonesia.
Di Persija, Witan tampaknya akan segera masuk ke susunan pertama karena Frengky Missa, Ginanjar Wahyu, dan Alfriyanto Nico, dipanggil oleh Shin untuk mengikuti pemusatan latihan Piala Asia U-20 pada Maret mendatang.
Thomas Doll, pelatih Persija, kerap memasang formasi 3-4-3 atau 3-5-2. Dalam formasi pertama, Witan bisa mengisi sayap kanan atau kiri yang biasanya diisi oleh Franky Missa dan Riko Simanjuntak. Kemungkinan besar, Witan akan menempati posisi sayap kiri yang ditinggalkan oleh Missa.
Selain itu, meski naturalnya sebagai pemain sayap, Witan juga bisa dipasang di belakang Yusuf Hilal atau Michael Krmencik. Pastinya, kehadiran Witan di lini depan Persija akan membuat Doll tak terlalu risau meski kehilangan Frengky dan Alfriyanto.
Tepatkah Keputusan Kembali ke Liga Indonesia?
Sebelum mencicipi kompetisi Eropa, kedua pemain itu sebenarnya pernah merumput di Liga Indonesia. Egy pernah bermain untuk Persab Brebes dan Witan untuk PSIM Yogyakarta.
Permainan apik di Indonesia U-20, membuat kedua pemain itu dibawa oleh agen masing-masing ke Eropa. Hanya saja pengalaman yang masih minim, membuat mereka jarang mendapatkan jam terbang.
Egy pun hanya dimainkan dua kali di musim pertamanya bersama Gdansk.
Di musim pertamanya bersama Lechia Gdansk, yaitu di musim 2018/2019, Egy bermain dua kali bersama tim senior. Di musim terakhirnya, atau pada 2020/2021, jumlah bermain Egy meningkat meski tidak signifikan, yakni tujuh kali.
Di musim 2022/2023 ini, Egy hanya bermain selama enam kali dan mencetak satu asis untuk Zlate Moravce. Egy pun mengakui bahwa salah satu alasannya bergabung dengan Tangsel Warriors (julukan Dewa United) adalah karena ingin mendapatkan menit bermain.
“Yang paling utama adalah menit bermain. Setelah lima tahun di Eropa, saya akui menit bermain saya sangat sedikit. Saat di timnas Sea Games (Mei 2022) saya juga sempat cedera. Pada momen itu, saya merasa mengalami penurunan dan yang dibutuhkan adalah menit bermain," ujar pemain berusia 22 tahun itu dilansir dari situs resmi klub.
Sama halnya dengan Egy, Witan pun minim menit bermain. Di musim pertama bermain untuk Radnik Surdulica di Serbian Super Liga, Witan hanya bermain dua kali. Ketika membela FK Senica di musim 2021/2022, Witan mencatatkan 10 kali penampilan dan mencetak dua gol.
Di musim 2022/2023, Witan bermain sepuluh kali dari 18 pertandingan yang telah dilalui Trencin dan mencetak satu gol.
Tidak dimungkiri kedua pemain itu membutuhkan menit bermain yang tinggi. Egy dan Witan adalah andalan Shin Tae-yong di Timnas. Apalagi tahun ini Timnas akan menghadapi Piala Asia (meski belum ditentukan waktu pelaksanaannya). Jika tidak mendapat menit bermain lebih, meski dipanggil ke Timnas, penampilan kedua pemain pun tetap kurang maksimal.
Di sisi lain, banyak warganet yang menganggap kembalinya mereka ke Liga Indonesia merupakan sebuah kemunduran.
Rochmat Setiawan, pelatih akademi yang pernah menangani beberapa akademi klub Liga 1 seperti Persebaya Surabaya dan PSS Sleman, serta pernah menjadi analis Timnas U-19 dan U-23 menilai permainan Egy dan Witan masih bisa berkembang meski bermain di Liga 1.
“Kalau develop harusnya tetap bisa. Tapi mungkin hasilnya yang bisa saja enggak sebagus di Eropa. Cuma itu balik ke kualitas klubnya sendiri,” ujar Rochmat kepada Panditfootball.
***
Dengan kembalinya Egy dan Witan ke Indonesia, praktis pemain Indonesia yang bermain di Eropa hanya Marselino Ferdinan. Itu pun hingga artikel ini ditulis (31/1), belum jelas ke mana pemain 19 tahun itu akan berlabuh. Namun demikian, masih ada dua pemain naturalisasi yang bermain di Benua Biru, yakni Sandy Walsh yang bermain untuk KV Michelen di Liga Belgia dan Shayne Pattynama yang bermain untuk Viking FK di Liga Norwegia.
Indonesia pun masih mempunyai pemain yang bermain di liga negara Asia, yakni Asnawi Mangkualam yang bermain untuk Jeonnam Dragons (K League 2), Pratama Arhan di Tokyo Verdy (J League 2), Saddil Ramdani (Sabah FA), dan pemain naturalisasi Jordi Amat (Johor Darul Ta’zim).
Bagaimanapun, Liga Indonesia harus segera mengejar ketertinggalan dari liga negara-negara lain, baik dari segi manajemen maupun kualitasnya.
Komentar