Tim nasional Indonesia akan menghadapi tim nasional Burundi dalam laga FIFA Matchday. Pertandingan tersebut akan dihelat pada tanggal 25 dan 28 Maret 2023 di Stadion Patriot Chandrabaga, Bekasi. Penting bagi timnas Indonesia untuk memenangkan dua pertandingan tersebut agar poin Ranking FIFA bertambah.
Selain menambah poin Ranking FIFA, laga melawan Burundi penting untuk mengembalikan mentalitas dan menguji kemampuan melawan negara dengan peringkat FIFA lebih tinggi. Saat ini, Indonesia duduk di peringkat 151 dengan total 1033,9 poin. Sedangkan Burundi, 10 peringkat lebih tinggi dengan koleksi 1075,27 poin.
Bagi Indonesia, negara asal Benua Afrika bukan tim yang mudah dikalahkan. Dari 15 laga sebelumnya, Indonesia hanya berhasil meraih tiga kemenangan, dua seri, dan 10 kekalahan. Bahkan kemenangan terakhir terjadi pada 14 September 1997. Kala itu timnas Indonesia mengalahkan timnas Tanzania dengan skor 3-1 dalam laga persahabatan.
Timnas Indonesia besutan Shin Tae-yong juga baru mengalami hasil menyedihkan karena lagi-lagi gagal merebut juara Piala AFF. Mereka hanya mencapai babak semifinal pada Piala AFF 2022 sebelum ditumbangkan Thailand. Meski demikian, pengalaman pada FIFA Matchday sebelumnya bisa menjadi modal positif dengan dua kemenangan melawan tim nasional Curacao.
Pelatih Baru
Laga melawan Indonesia akan menjadi debut bagi Etienne Ndayiragije. Saat ini, ia memegang lisensi pelatih UEFA Pro. Ia baru menjabat sebagai pelatih timnas Burundi pada 5 Januari 2023. Ia menggantikan Jimmy Ndayizeye yang menukangi Burundi sejak Agustus 2020.
Sebelum menjadi pelatih Burundi, Etienne sempat melatih beberapa klub, antara lain Vital`O, Mbao FC, Kinondoni Municipal Council (KMC FC), dan Azam FC. Prestasi puncak di level klub ia raih ketika menukangi Vital’O pada musim 2015/2016. Ia berhasil membawa Vital`O menjuarai Liga Premier Burundi dan Piala FA Burundi. Tidak puas di level klub, Etienne menemukan tantangan baru di level tim nasional dengan menjadi pelatih Tanzania pada tahun 2019.
Ia pun punya jasa besar dengan meloloskan Tanzania ke Piala Afrika 2019. Sayangnya, Tanzania gagal total di ajang tersebut karena The Taifa Stars finis tanpa poin di fase grup setelah kalah dalam tiga pertandingan melawan Aljazair, Kenya, dan Senegal.
Berdasarkan catatan-catatan tersebut, Etienne bukan pelatih yang bisa dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, salah satu faktor yang harus diwaspadai adalah aspek kejutan.
Padat di Tengah dan Mengandalkan Transisi
Jika berkaca pada tiga pertandingan sebelumnya, Burundi dua kali mengandalkan skema tiga bek. Mereka memiliki beberapa opsi pemain di lini belakang yang terbiasa bermain dengan sistem tersebut. Frederic Nsabiyumva, Karim Niziyimana, dan Christophe Nduwarugira merupakan tiga pemain yang berpotensi menjadi pilar utama lini belakang Burundi. Selain itu, masih ada Marco Weymans dan Youssouf Ndayishimiye yang berusia lebih muda dan berpotensi menampilkan permain terbaiknya.
Struktur bertahan Burundi lebih sering menggunakan 5-3-2 atau 4-2-3-1 dalam lima pertandingan terakhir. Secara keseluruhan mereka cenderung merapat ke tengah dibanding melebar. Struktur ini cukup kuat selama sang lawan tidak menemukan celah memancing mereka untuk lebih melebar. Salah satu contohnya adalah ketika Burundi menghadapi Pantai Gading pada laga persahabatan. Pada laga tersebut, dua dari empat gol Pantai Gading berawal dari keberhasilan mereka merenggangkan pertahanan Burundi.
Burundi juga bukan tim yang gemar menekan dengan garis pertahanan tinggi. Mereka lebih memilih menunggu di area sendiri. Hal ini dilakukan karena mereka tidak ingin mengambil risiko bermain high press dengan garis pertahanan tinggi. Sebab, berpotensi menimbulkan celah di belakang garis pertahanan yang bisa dimanfaatkan lawan.
Ketika menyerang, Burundi cenderung mengandalkan bola-bola direct ke arah dua penyerang mereka. Mereka jarang membangun serangan secara konstruktif dari lini belakang. Pemain belakang cukup percaya diri mengirim umpan panjang langsung ke area lawan, atau satu dari tiga gelandang turun untuk menjemput bola lalu mengambil alih peran distributor. Di antara semua penyerang Burundi, Saido Berahino, yang sempat merumput di Liga Inggris tentu akan menjadi pengancam utama lawan.
Berkaca pada beberapa pertandingan sebelumnya, cara Burundi menciptakan peluang lebih sering menggunakan momen transisi dengan mengandalkan Berahino. Maka tidak heran jika secara statistik, penguasaan bola Burundi tidak lebih dari 52 persen. Hal ini menunjukan bahwa gaya sepakbola Burundi bukan posisional, namun transisional. Jika ini menjadi senjata utama Burundi, maka lawan harus memiliki kedisiplinan tingkat tinggi.
Low Pressure, Kurang Konstruktif, dan Ketumpulan Lini Depan
Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, Burundi tidak menerapkan high press. Hal ini membuat lawan lebih mudah dalam membangun serangan. Struktur pertahanan 5-3-2 dengan garis pertahanan rendah praktis diterapkan di area nya sendiri. Ketika lawan mulai membangun serangan dari belakang, Burundi bahkan cenderung tidak melewati garis tengah lapangan.
Selain itu, ketika lawan berhasil memasuki area pertahanan, mereka tidak mampu memberi tekanan dan terlalu fokus dalam menjaga ruang. Kemungkinan besar ini merupakan instruksi pelatih, Namun jika demikian, kebijakan ini berbahaya jika bertemu dengan tim yang memiliki kemampuan aliran bola cepat. Sebab, dengan perpindahan bola tersebut perlahan akan merusak organisasi pertahanan yang berorientasi pada penjagaan ruang. Kebiasaan ini cukup berisiko karena tanpa sadar memberikan kebebasan kepada lawan.
Ketika menguasai bola, Burundi kesulitan dalam membangun serangan dari lini belakang. Mereka tidak memiliki seorang gelandang yang mampu menghubungkan antara lini belakang dan lini depan. Kemampuan gelandang mereka lebih unggul dalam sirkulasi, bukan progresi. Situasi ini diperparah ketika dua penyerang mereka tidak cukup mobile untuk turun ke tengah menciptakan opsi umpan lebih banyak. Maka tidak heran jika mereka lebih memilih untuk bermain bola direct dari belakang ke depan.
Dari beberapa kelemahan tersebut, satu kelemahan yang membuat Burundi sulit mencetak gol adalah efektivitas. Hal ini diperburuk ketika mereka tidak memiliki penyerang yang tajam. Terbukti mereka baru mencetak 1 gol dari 2 pertandingan dalam ajang kualifikasi AFCON 2023.
Komentar