Kompetisi Liga 1 musim 2023/24 akan segera dimulai dengan segala pro dan kontra mengenai format ataupun regulasinya. Salah satu yang disorot adalah tentang regulasi penggunaan pemain asing yang dinilai tidak sesuai porsinya. Komposisi 5+1 Asean dinilai terlalu mubazir apalagi cuma dipakai untuk satu kompetisi resmi.
Ketimbang mempersoalkan regulasi pemain asing yang sebenarnya bukanlah kewajiban, lebih baik bicara tentang kompetisi atau turnamen sepakbola - selain Liga 1, yang seharusnya dijalankan. Karena itu sebuah keniscayaan.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, sempat menyinggung tentang harapan untuk membuat Liga Indonesia naik kelas pada konferensi pers peluncuran kompetisi Liga 1 2023/24. Saat itu, Erick mengungkapkan syarat agar Liga bisa naik kelas, seperti kompetisi dan keuangan yang sehat.
Namun ada satu hal yang luput dari apa yang seharusnya dilakukan untuk membuat liga Indonesia bisa naik kelas, yaitu rutin menjalankan kompetisi berjenjang.
Di awal terpilihnya menjadi ketua umum PSSI, Erick kerap menggaungkan soal VAR, Namun dibanding memprioritaskan teknologi VAR, lebih baik menjalankan kembali kompetisi yang berjenjang, dengan kata lain, tidak hanya satu kompetisi yang rutin dijalankan. Salah satunya Liga 2.
Vakumnya Liga 2 pada musim 2022/23 - akibat tragedi Kanjuruhan, membuat kompetisi Indonesia berakhir dengan tidak adanya sistem degradasi. Ini yang bikin liga jadi kurang menarik. Di pekan terakhir, tim-tim yang ada di peringkat bawah klasemen - seharusnya degradasi, jadi tidak punya sesuatu untuk diperjuangkan. Ini membuat liga jadi kurang kompetitif.
Selain Liga 2 ada kompetisi lain yang seharusnya rutin terlaksana, yaitu Piala Indonesia dan liga untuk level junior, Elite Pro Academy (EPA). Mengapa turnamen seperti Piala Indonesia wajib rutin terlaksana?
Dengan dua atau tiga kompetisi resmi yang rutin dijalankan setiap tahunnya akan membuat rotasi pemain berjalan dengan baik. Pemain yang hanya sedikit bermain di liga, bisa bermain di kompetisi seperti Piala Indonesia.
Selain itu, dengan rutin berjalannya turnamen tersebut membuat euforia penonton dan pemain akan semakin tinggi. Sebagai contoh, bertemunya tim Liga 2 dengan tim Liga 1 di sebuah kompetisi tentu akan jadi tontonan menarik bagi masyarakat pecinta sepakbola, terutama yang mendukung tim asal daerahnya.
Hal ini juga bisa meningkatkan roda ekonomi di sekitar stadion tim Liga 3 atau Liga 2 yang menjadi kandang di turnamen seperti Piala Indonesia. Pemain-pemain Liga 2 juga punya kesempatan caper ke tim kasta atas agar setidaknya bisa dilirik dan bermain di Liga 1.
Hadirnya turnamen seperti Piala Indonesia akan membuat semakin banyak trofi yang diperebutkan, ini bisa membuat kompetisi semakin sengit dan kompetitif. Karena selama ini, tim-tim di kompetisi Indonesia hanya bersaing memperebutkan satu gelar Liga. Ini membuat tim yang memang serius untuk berjuang meraih trofi kerap berakhir dengan tangan hampa di akhir musim.
Presiden Madura United, Achsanul Qosasi, dalam acara diskusi bersama SJFC bahkan berharap PSSI bisa mengadakan kompetisi lain seperti Piala Indonesia ini yang melibatkan semua klub di kompetisi Indonesia, terlebih agar pemain asing yang dikontrak tim bisa lebih maksimal lagi karena 5+1 dinilai mubazir hanya untuk satu kompetisi.
“Klub itu menggaji 6 pemain asing, kalo kita gaji 100 juta per bulan, sayang kalo kompetisinya cuman satu, akan lebih bagus di sela rabu-kamis itu ada Piala Indonesia, Piala Nusantara, Piala Ketua Umum PSSI, atau apapun, jadi kita menggaji pemain maksimal, pemain juga bekerja maksimal,” kata Achsanul di diskusi bersama SJFC pada (31/05/23).
Adanya turnamen seperti Piala Indonesia juga berkah bagi pemain muda. Mereka bisa menambah jam terbang di sana. Tidak jelasnya sistem kompetisi liga usia muda di Indonesia membuat para pemain muda kurang mendapatkan jam terbang untuk naik ke tingkat selanjutnya.
Di sinilah pentingnya EPA dilaksanakan, bukan dengan sistem turnamen, melainkan sistem Liga dari level U 16 sampai U 21. Sejauh ini, pendekatan kompetisi usia muda di Indonesia cenderung salah.
Biasanya, EPA hanya berjalan selama dua sampai tiga bulan. Setelah berakhir, pemain muda kembali tidak punya kompetisi. Ditambah dengan tidak ada kejelasan tiap tahunnya, membuat pemain muda tidak mendapatkan waktu bermain yang layak untuk mereka berkembang. Idealnya, kompetisi EPA yang diproyeksikan untuk U 16 sampai U 21, dibuat seperti liga pada umumnya.
Sedangkan untuk pemain U 23, bisa diproyeksikan untuk bermain di Liga 1. Terlebih, di Liga 1 musim ini ada regulasi untuk memainkan pemain U 23. Selain di Liga 1, mereka bisa bermain di Piala Liga dan merasakan pengalaman bermain di kompetisi teratas senior atau nantinya mungkin ada liga khusus untuk pemain U23 di Liga Indonesia.
Bagi pemain muda, bisa bermain di liga level senior akan membuat mental mereka terbentuk. Karena akan terasa sangat berbeda. Bermain di level senior membutuhkan kekuatan transisi dan adaptasi yang baik. Maka dari itu jangan heran jika ada banyak pemain muda berbakat di Indonesia yang bukannya semakin berkembang, justru malah menghilang di usia emasnya sebagai seorang atlet.
Hal ini disebabkan karena banyaknya pemain muda yang tidak mampu beradaptasi dengan tuntutan fisik, teknik dan juga taktis di kompetisi level senior. Di sinilah pentingnya liga level junior terlihat bagi para pemain muda, agar setidaknya, proses adaptasi mereka bisa terbantu lewat kompetisi yang sudah mereka jalani di usia mudanya.
Dari pembenahan EPA juga nantinya memudahkan Timnas usia muda untuk memetakan pemain-pemain berbakat dan lebih menghemat waktu untuk persiapan karena tak perlu lagi banyak seleksi, karena nanti bisa dapat rekomendasi dari pelatih-pelatih tim yang berkompetisi di EPA.
Selain itu, Ketua Umum PSSI juga sempat menyinggung soal standarisasi klub Liga 1 yang dinilai bisa menjadi salah satu syarat agar liga bisa naik kelas. Mungkin alangkah lebih baik jika nantinya standar klub untuk bisa bermain di Liga 1 salah satunya adalah mempunyai akademi sendiri.
Lalu, akademi dari klub Liga 1 bisa bermain di kompetisi usia muda seperti EPA. Bisa juga mengikuti negara tetangga, Malaysia yang punya wacana membuatkan liga khusus untuk pemain U 23 dari tim yang bermain di kasta tertinggi liga. Sebuah rencana yang baik dari liga yang ada di peringkat 10 terbaik se-Asia.
Paling tidak, dengan adanya kompetisi yang berjenjang di level junior dan senior akan membuat kompetisi Indonesia naik level ke yang lebih tinggi dan membantu Timnas untuk bisa lebih berprestasi. Karena hanya dengan VAR tidak akan membuat liga ini naik kelas. Apalah artinya VAR, jika hanya ada satu kompetisi yang dijalankan secara rutin.
Komentar