Pasang surut perjalanan Aston Villa sebagai tim “penggembira” di Liga Inggris berlangsung cukup lama. Selama era Premier League, prestasi terbaik mereka adalah finis di peringkat kedua, itu pun terjadi tiga puluh tahun silam. Tim asal Birmingham tersebut lebih sering menghuni papan tengah tanpa prestasi. Jarang sekali mereka tampil sebagai pesaing gelar.
Situasi tersebut sangat wajar dan layak sebab Aston Villa dalam dua dekade terakhir tidak memiliki kapasitas untuk dapat bersaing di papan atas. Pergantian pemilik dari Doug Ellis ke Randy Lerner lalu Tony Xia gagal memenuhi janjinya untuk melakukan transformasi. Berbagai masalah dari sisi manajerial, kepelatihan, dan finansial menghambat perkembangan tim. Pemilihan pelatih dan pemain jauh dari kata efektif dan cenderung hanya membebani keuangan klub. Maka tidak heran jika pada musim 2015/2016 Aston Villa mendekam di dasar klasemen dan terdegradasi ke Divisi Championship.
Di tengah keterpurukan, Aston Villa menemukan secercah harapan ketika Nassef Sawiris dan Wes Eddens membeli saham mayoritas dari Tony Xia. Kebangkitan The Villa mulai tercium ketika dua pria tersebut berani berinvestasi dengan jumlah besar sekaligus mengubah beberapa kebijakan yang selama ini menghambat perkembangan klub. Perlahan, masalah finansial hingga manajerial terurai hingga Aston Villa menjadi klub yang “sehat”. Perbaikan tersebut secara tidak langsung berdampak pada permainan di lapangan. Setelah berhasil promosi pada musim 2018/2019, perkembangan Aston Villa berkembang secara eksponensial.
Nassef Sawiris dan Wes Eddens sadar bahwa ia perlu melakukan transformasi di lapangan. Dean Smith dan Steven Gerrard terbukti gagal meningkatkan level permainan Aston Villa agar dapat bersaing di papan atas. Tiga musim pertama The Villa setelah promosi selalu finis di bawah 10 besar. Hal ini menunjukan bahwa meski mereka berhasil menyembuhkan manajemen klub, mereka masih harus mencari figur baru yang mampu memecahkan masalah Aston Villa di lapangan.
Pilihan jatuh ke Unai Emery. Mantan pelatih Arsenal tersebut tiba di Villa Park pada November tahun 2022. Ia mengambil alih kursi nahkoda dari Aaron Danks yang menjadi pelatih interim selama satu bulan setelah Steven Gerrard dipecat. Kedatangan Emery memberi dampak instan hingga membawa Aston Villa ke peringkat tujuh hanya dalam waktu kurang dari satu musim. Capaian tersebut sejalan dengan target Emery ketika bergabung dengan tim asal Birmingham tersebut. Ia bahkan memiliki tahapan yang spesifik untuk membawa Aston Villa ke level yang lebih tinggi.
“Ketika saya tiba di sini, saya mengatakan kepada semua orang dan para penggemar tentang tujuan saya. kami telah mencapai tujuan pertama yaitu tampil di Eropa. Langkah selanjutnya adalah melakukan sesuatu (gelar) di Eropa dan secara bertahap masuk ke kompetisi Eropa lainnya seperti Europa League atau Champions League. Itu adalah mimpi saya.” ujar Unai Emery dilansir dari The Athletic.
Berkaca pada perjalanan Aston Villa hingga pekan ke-23 musim 2023/2024, peluang Emery merealisasikan targetnya terbuka cukup lebar. Sebelum pekan ke-24 dimulai, mereka duduk di peringkat keempat dengan torehan 47 poin. Tidak hanya itu, kontribusi mantan pelatih Paris Saint Germain tersebut pada tahun pertamanya sangat terasa dengan menjadi tim dengan poin keempat tertinggi. Hanya kalah dari Manchester City, Arsenal, dan Liverpool. Demi mewujudkan target Unai Emery soal berdansa di Eropa, The Claret and Blue Army hanya memiliki 15 pekan laga untuk mencetak sejarah.
Transformasi oleh Unai Emery
Tujuh belas pertandingan tanpa kekalahan di kandang. Unai Emery menjadi satu-satunya pelatih dalam sejarah Aston Villa yang mencapai rekor tersebut. Villa Park menjadi tempat yang sangat sulit ditaklukan. Musim ini, Manchester City yang berstatus sebagai juara bertahan dan Arsenal sebagai tim yang terakhir kali mengalahkan mereka di kandang, gagal mencetak gol dan sama-sama kalah dengan skor tipis 1-0.
Keberhasilan tersebut merupakan hilir dari rangkaian proses transformasi yang dilakukan Unai Emery. Mantan pelatih Villareal tersebut cukup berani menerapkan kebijakan-kebijakan baru baik di dalam maupun luar lapangan. Ia sadar dan belajar dari cerita pahitnya bersama Arsenal, ketika dipecat setelah menjabat 18 bulan saja. Emery mengakui bahwa pikiranya terlalu fokus pada segala sesuatu yang ada di lapangan sehingga hal-hal di luar lapangan cenderung terabaikan. Perlahan ia menyadari bahwa politik internal, termasuk sruktur organisasi dan pembagian wewenang yang adil dan proporsional adalah satu faktor yang sangat amat penting.
Maka dari itu, ketika Unai Emery tiba di Villa Park, ia ingin terlebih dahulu membangun struktur organisasi yang kuat dan saling mendukung. Pembagian wewenang yang mampu saling menguatkan ketika klub memiliki penurunan performa, atau masalah non teknis lainnya. Emery secara gamblang memaparkan rencananya kepada para pemilik. Nassef Sawiris dan Wes Edens sangat tertarik dengan rencana Emery dan bersedia mendukung sepenuhnya.
Tindak lanjut dari rencana tersebut adalah terbentuknya segitiga kekuasaan di bawah pemilik. Unai Emery sebagai pelatih kepala, Damian Vidagany sebagai direktur operasional, dan Monchi sebagai direktur olahraga. Vidagany bertugas untuk mengurusi segala hal non teknis, termasuk memberi saran kepada Emery untuk pengembangan klub. Vidagany bekerja secara paralel bersama Monchi yang lebih fokus terhadap hal teknis seperti pencarian bakat, negosiasi, pengembangan akademi, perekrutan pemain, dan sebagainya. Emery juga merekrut beberapa staf kepelatihan berbahasa Spanyol, termasuk seorang asisten pelatih yaitu Pako Ayestaran.
Struktur Organisasi Aston Villa (Sumber : The Athletic)
Struktur kekuasaan secara tidak langsung membentuk segitiga dengan Unai Emery berada di puncak dibantu oleh Vidagany dan Monchi. Dua sosok tersebut sangat mempengaruhi pengambilan keputusan Emery dalam persoalan teknis, terutama yang berhubungan langsung dengan performa tim. Salah satu tugas Monchi yang sangat amat krusial adalah perekrutan pemain. Ia sangat terkenal sebagai perekrut pemain sejak bergabung dengan Sevilla. Salah satu keunikan Monchi adalah indikator penilaian pemain yang mempertimbangkan aspek psikologis. Ia menganggap bahwa semua pemain yang akan direkrut harus memiliki psikologi yang kuat sehingga mampu mengatasi intensitas dan tekanan dari metode latihan yang diterapkan Emery juga menghadapi jadwal yang padat.
Berkat kendali penuh yang Emery dapatkan dari sang pemilik, Emery menggunakan wewenangnya dengan efektif. Pemilihan staf yang tepat, efektif, dan efisien secara tidak langsung berdampak luas di berbagai sektor. Terutama pengembangan pemain muda.
Reputasi Unai Emery membuat para pemain muda merasa bangga dilatih oleh yang telah mengemas empat gelar Europa League. Meski ia biasanya memilih menjaga jarak dengan anak asuhnya, Emery rela memelihara berbagai percakapan yang lebih dalam dan personal dengan pemain muda. Ia menceritakan latar belakang, ambisi dan rencana ke depan bersama pemain muda.
Efektivitas Transfer dan Metode Latihan
Kedalaman skuad merupakan faktor penting untuk bisa bersaing di Liga Inggris. Tim dengan skuad yang dalam mempermudah mereka untuk tampil konsisten setiap pekan. Tentu setiap klub mengincar peningkatan kualitas permainan, namun dengan konsistensi, setidaknya meminimalisasi kemungkinan tim tersebut mengalami penurunan kualitas permainan.
Ada berbagai cara untuk memperdalam skuad, salah satunya adalah dengan merekrut pemain. Bukan sembarang rekrut, tapi perlu didadasari atas kebutuhan tim, atribut pemain incaran, dan pertimbangan kemampuan finansial. Tiga poin tersebut sama pentingnya, apalagi poin terakhir yang sering terabaikan hingga membuat klub tersebut tidak sehat. Perekrutan pemain dalam sebuah klub melibatkan banyak pihak. Tapi, keputusan terakhir idealnya berada di tangan pelatih kepala. Oleh karena itu, efektivitas dan efisiensi transfer pemain menjadi salah satu indikator dalam menilai seorang pelatih.
Jika membandingkan empat pelatih terakhir Aston Villa, Unai Emery menunjukan efektivitas yang lebih baik. Mantan pelatih Paris Saint Germain tersebut baru merekrut delapan pemain yang mayoritas dilakukan di awal musim 2023/2024. Total biaya yang ia keluarkan kurang dari separuh yang dikeluarkan Dean Smith dengan hari kerja kurang dari setengah dari total hari kerja pelatih Charlotte FC tersebut. Pemain-pemain yang Emery datangkan secara kasat mata memiliki kontribusi aktif terhadap perkembangan tim. Contoh terbaiknya adalah Moussa Diaby, Pau Torres, Alex Moreno, dan Youri Tielemans.
Pelatih | Masa Kerja (hari) | Pengeluaran Transfer (Juta Paun) | Jumlah Pemain Dibeli | Pemain Termahal |
Unai Emery | 462 | 124,5 | 8 | Moussa Diaby (48,37 juta paun) |
Steven Gerrard | 343 | 84,44 | 4 | Diego Carlos ( 27,72 juta paun) |
Dean Smith | 1124 | 326,96 | 24 | Emiliano Buendia (33,78 paun) |
Steve Bruce | 721 | 30,6 | 11 | Scott Hogan (9.3 juta paun) |
Pemain-pemain rekrutan Emery diperkirakan sesuai dengan yang tim butuhkan. Sebab, jika mengacu pada wewenang yang diberikan kepadanya dan hasil yang ditunjukan di lapangan, pemain-pemain tersebut terlihat beradaptasi dengan cepat. Keberhasilan tersebut tentu tidak muncul secara instan, tapi melalui proses yang dilakukan pada sesi latihan.
Semenjak memimpin Aston Villa, Unai Emery langsung dikenal sebagai pelatih yang detail. Emery sangat mencintai pekerjaanya dengan dedikasi yang sangat tinggi. Ia belajar dari kesalahanya di Arsenal yang terlalu fokus pada hal-hal teknis di lapangan. Kali ini, Emery juga memperhatikan pengembangan individu tanpa menyampingkan aspek teknis seperti taktik, sains, dan sebagainya.
Menurut laporan The Athletic, para pemain sangat mempercayai Emery termasuk dengan metode latihannya. Salah satu metode yang membedakanya dengan pelatih-pelatih sebelumnya adalah usaha Emery untuk memastikan setiap pemainya paham betul dengan taktik yang ia desain. Salah satu contohnya adalah Emi Martinez dan Tyronne Mings yang mendapat arahan khusus untuk meningkatkan kemampuan distribusi bola.
Salah satu pemainnya, John McGinn mengakui bahwa Unai Emery sangat serius dalam menyiapkan taktik termasuk cara menyampaikan kepada pemain agar dipahami dengan baik. Menurut gelandang Skotlandia tersebut, Emery memiliki setengah lusin analisis terhadap calon lawan yang dijelaskan kepada para pemain dengan detail namun mudah dipahami. Bahkan, dalam sesi latihan Emery mengalokasikan waktu lebih dari satu jam untuk membahas dengan pembawaan yang tidak membosankan.
Revolusi dan Adaptasi Taktikal
Soal taktik, Unai Emery salah satu yang terbaik. Selama karirnya sebagai pelatih, Emery menunjukan kemampuannya beradaptasi. Ia cerdik menerapkan sistem yang paling cocok dengan komposisi tim yang sedang ia tangani. Maka tidak heran, di mana pun Emery berlabuh, piala selalu datang kepadanya, kecuali Arsenal.
Kepiawaian Emery dalam meracik taktik disampaikan secara eksplisit oleh penyerang andalanya di Aston Villa. Melansir dari laman Coach Voices, Ollie Watkins menjelaskan perhatian Emery yang menyasar hal-hal paling detail.
“Dia mengarahkanmu bagaimana cara bermain, di mana harus berdiri, dan bagaimna caranya agar menampilkan permain terbaikmu” ujar Ollie Watkins.
Sistem permainan adalah hal fundamental yang menunjukan wajah dari seorang pelatih. Beberapa pelatih cenderung menggunakan sistem yang serupa untuk setiap tim yang ia latih. Tapi Emery, ia mempunyai segudang wajah. Emery selalu menemukan wajah paling efektif untuk timnya. Di Sevilla dan Valencia, Emery menggunakan sistem yang mengedepankan serangan balik. Berbeda ketika ia menukangi Villareal. Emery menilai tim ini memungkinkan untuk bermain dengan sistem yang cenderung bertahan sangat dalam dan mengincar serangan balik.
Sistem yang lebih kompleks ia terapkan di PSG, Arsenal, dan Aston Villa. Secara garis besar, dengan tiga tim tersebut Emery menerapkan sistem permainan yang lebih dominatif, mengincar penguasaan penuh, dan menyerang. Perbedaanya adalah pembagian tugas antar gelandang dan bek sayap. Di PSG, Rabiot turun sangat dalam hingga hampir sejajar dengan bek tengah sehingga bek sayap bisa lebih leluasa membantu serangan. Di Arsenal, tiga gelandang sering dipasang sejajar. Hector Bellerin di sisi kanan sering mendapat porsi menyerang lebih besar dibanding bertahan. Sedangkan di Aston Villa, Emery menempatkan tiga gelandang pekerja yang membuat para penyerang dan pemain sayap sangat nyaman dan tidak khawatir soal pertahanan.
Wajah yang Emery pasang dalam sistem permainan Aston Villa menunjukan revolusi yang cukup instan. Sebab, baru di era Emery Aston Villa tampil dengan orientasi menyerang. Pada era Steve Bruce dan Dean Smith, Aston Villa cenderung lebih pasif dan reaktif. Tidak banyak terlihat inisiatif dan minim kreativitas. Steven Gerrard dengan Coutinho mencoba mengubah sistem tersebut. Sayangnya gagal terwujud dan justru Unai Emery yang berhasil merealisasikanya.
Komentar