Klub yang lahir dari revolusi. Kalimat itu sepertinya layak disandangkan kepada Internazionale Milano atau yang lebih dikenal Inter Milan.
Kelahiran klub ini tak lepas dari aksi pembangkangan dari 43 pemain AC Milan Football dan Cricket Club. Aturan baru pelarangan pemain asing non Italia di klub tersebut ditolak mentah-mentah oleh mereka dan berinisiatif melakukan pertemuan di restoran L`Orologio pada 9 Maret 1908.
Pertemuan yang dilangsungkan malam hari itu pun memutuskan bahwa mereka membentuk klub baru. Internazionale Milano kemudian dipilih menjadi nama klub sebagai perlambang landasan dan cita-cita klub baru ini; memberikan kesempatan untuk pemain non-Italia untuk bisa berprestasi.
Meski pada 1926 sempat dicekal oleh pemerintah Italia yang saat itu dikuasai paham fasisme, landasan Inter Milan di atas tadi tetap bertahan hingga kini. Sampai sekarang, klub dengan seragam kebesaran Nerrazzuri atau hitam-biru itu menjadi klub Italia dengan jumlah pemain non Italia yang tertinggi.
Ada semangat perlawanan dalam kisah kelahiran Inter Milan. Dan itulah sebabnya Inter kerap diidentifikasikan/mengidentifikasikan dirinya dengan semangat anti-globalisasi. Jangan heran jika, misalnya, gerakan perlawanan masyarakat bumiputera di Meksiko, Zapatista, sempat mengundang Inter untuk melakukan pertandingan persahabatan.
Kisah tentang hubungan Inter Milan dan Zapatista, baca artikel: Potret Zanetti sebagai Gerilyawan.
Zapatista adalah gerakan revolusioner kaum petani dan buruh di wilayah Chiapas, Mexico. Mereka berusaha untuk mengubah sistem pemerintahan di Meksiko, dan berusaha melakukannya tanpa kekerasan. Zapatista dikenal vokal sebagai anti- globalisasi dan ekonomi neoliberal di Meksiko.
Dalam otobiografinya Zanetti menuliskan bahwa dirinyalah sosok yang mendorong Inter Milan untuk mendukung gerakan Zapatista. "solidaritas itu tak mengenal warna, agama dan maupun ideologi politik. Mereka berjuang untuk membuat budaya mereka diakui. Apa yang mereka lakukan untuk mempertahankan identitas mereka sendiri," tulisnya.
Berkat dorongannya itu, Inter sempat memberikan bantuan pangan, sanitasi air, ambulans,pakaian sepak bola dan peralatan lainnya. Diketahui secara rutin Zanetti pernah merogoh kocek pribadi sebesar 5000 euro untuk mendukung kelompok pemberontak ini.
Tapi agak sulit kini membicarakan Inter sebagai bagian dari gerakan anti-globalisasi apalagi anti-kapitalisme. Inter agak sulit untuk mendaku dirinya masih menjadi bagian dari sejarah perlawanan gerakan kiri. Diambilalih oleh juragan minyak yang sangat kaya, Massimo Moratti. Kendati memang bersimpati dengan bandul politik kiri-tengah di Italia, tapi ia mengelola Inter dengan prinsip-prinsip kapitalisme.
Penjualan saham kepemilikan mayoritas Moratti atas Inter kepada Erick Thohir, misalnya, justru kian menegaskan bahwa Inter sudah sah menjadi bagian tak terpisahkan dari globalisasi dan kapitalisme sepakbola. Penjualan itu menegaskan bahwa, hingga batas tertentu, Inter tak beda jauh dengan Chelsea, Manchester City, Manchester United atau Paris Saint Germain.
Franklin Foer, dalam buku How Soccer Explain the World, menggambarkan ironi itu sebagai contoh irasionalitas kelompok kiri di Italia. Jadi, bagi Foer, ini memang tendensi yang juga terjadi di peta politik Italia.
Apa pun itu, selamat ulang tahun, Inter Milan. Buon Compleanno, La Beneamata!
Komentar