Sebagai pemenang medali emas Piala Dunia 1994, tak ada yang menyangsikan kedekatan emosional Romario dan kompetisi sepakbola terbesar di jagat raya itu. Tapi, ketika Brasil akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014, Romario justru jadi orang yang  berulang kali menentang keras kehadiran gelaran akbar tersebut.
Romario, yang telah 3 tahun menjadi politisi sayap kiri dari Partai Sosialis Brasil, memang tak segan mengutarakan pendapatnya tentang Piala Dunia 2014 yang menghabiskan terlampau banyak dana. Romario pun tak ragu untuk mengeluarkan kritik tajam untuk FIFA.
"FIFA datang ke Brasil dan mendirikan negara di dalam negara, dan (sesudah piala dunia) akan pergi dengan keuntungan 2-3 miliar dollar di tangan. Terus bagaimana? Bagaimana dengan stadion-stadion yang menyedot dana hingga dua miliar dollar? Padahal uang itu bisa digunakan untuk pendidikan dan kesehatan rakyat Brasil," ujar Romario pada wawancaranya dengan BBC tahun lalu.
Kekesalan Romario tak berhenti sampai di situ. Para pengambil kebijakan di Brasil pun turut dihadiahi ucapan yang pedas di telinga.
"Jika FIFA datang ke Jerman dan menuntut 100 permintaan, maka pemerintah Jerman akan mengabulkan 30 diantaranya, sementara pemerintah Amerika Serikat akan menyediakan 10. Tapi, ketika mereka datang ke Brasil , mereka bisa mendapatkan 90. Brasil terus saja melacurkan dirinya sendiri. Dan sampai piala dunia nanti berakhir, FIFA akan terus mendikte Brasil," tambah Romario lagi dalam wawancara yang sama.
Itu diucapkannya pada Juni 2013.
Enam bulan kemudian, kemarahan dan kesedihan Romario ini tak kunjung surut. Perwakilan kota Rio de Janeiro di Kongres Brasil ini pun kembali meluncurkan pernyataan negatif untuk Piala Dunia 2014.
"Piala Dunia Brasil akan jadi perampokan terbesar dalam sejarah negeri ini," ujarnya pada Desember 2013.
Kepiluan pemain yang telah membela Brasil 70 kali dan menyumbangkan 55 gol ini sebenarnya bisa dimengerti, terutama jika dilihat dari latar belakang kehidupan pribadinya. Romario memutuskan untuk menjadi politikus pada 2005, setelah anak keenamnya, Ivy, didiagnosa Down Syndrome. Kala itu Romario berusia 39 tahun dan berada di akhir-akhir karirnya sebagai pemain bola. Ia kemudian memutuskan untuk memasuki arena politik demi membela mereka yang berkebutuhan khusus.
Pada awal-awal masa karir politiknya, Romario juga berperan penting di Kongres dalam memutuskan kebijakan untuk memberikan bantuan lebih banyak untuk para difabel. Melihat uang miliaran dollar yang kemudian digunakan untuk pembangunan stadion, hatinya tentu miris dan berontak.
Tapi kekuatan politik  dan ucapan-ucapan Romario di media nampaknya tetap tak bisa menghentikan Piala Dunia 2014 yang tinggal beberapa puluh hari lagi. Dana telah digelontorkan dan stadion telah berdiri, meski beberapa diantara bangunan itu masih tak jelas kapan bisa digunakan. Meski demikian, Romario tak mau lelah dalam mengingatkan publik sepakbola tentang kebobrokan FIFA.Â
Baru-baru ini Romario lagi-lagi meluncurkan komentar pedas. Kali ini ditujukan untuk Sekjen FIFA, Jerome Valcke, dan Sepp Blater.
"Sepanjang sejarah keterlibatannya di olahraga, Valcke telah menjadi orang yang tak jujur. Ia melakukan praktek pemerasan bersama dengan presiden FIFA, Sepp Blatter, yang juga seorang pencuri, koruptor, dan bajingan! Kata-kata itu memang kasar, tapi memang ini yang sedang kita hadapi bersama," ujar Romario.
(vws)
Komentar