Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya akan tercium juga. Begitulah ungkapan yang layak disandangkan pada Brasil pada tahun ini. Bagaimana tidak, upaya mereka yang berusaha menutupi boroknya penyelenggaraan Piala Dunia, seperti pelanggaran HAM, korupsi, faktor keamanan dan masalah-masalah sosial lain, Â nyatanya terendus juga oleh masyarakat dunia dan publik Brazil itu sendiri.
Aksi demonstrasi yang tak kunjung henti membuat publik jemu dengan kondisi Brasil seperti ini. Tak ada lagi kedamaian, yang ada hanya prasangka, iri, dan nafsu untuk saling bermusuhan. Ahli keamanan, Paulo Storani, di Rio De Janeiro kepada Associtated Press mengakui angka kriminalitas telah meningkat hingga 50% di 12 kota yang menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Terlebih pelan tapi pasti skandal-skandal korupsi pada proyek pembangunan infratruktur baik itu stadion atau sarana transportasi mulai terbongkar di media massa. Proyek Stadion Mane Garrincha yang semula direncanakan menelan biaya 250 juta dollar, kini membengkak menjadi 900 juta dollar. Hal serupa terjadi pada Stadion Arena Corinthians yang anggaran awalnya 200 juta dollar membengkak menjadi 550 juta dollar.
Masalah lain muncul, karena Brasil terlalu memaksakan diri menyebarkan venue pertandingan menjadi 12 stadion, padahal FIFA sendiri hanya meminta 8 stadion. Pemerataan pun dijadikan alasan oleh pemerintah.
Namun nyatanya, empat pembangunan stadion baru malah berlokasi di kota kecil yang tak memiliki klub sepakbola yang besar. Misalnya saja kota Manaus,  di kota itu pertandingan sepakbola disana paling banyak ditonton oleh 1.500 fans.  Lantas untuk apa membuat stadion megah berkapasitas 35.000 tempat duduk di kota Manaus?
Masalah-masalah ini yang membuat publik Brasil yang asalnya simpati kini jadi antipati terhadap gelaran Piala Dunia di negara mereka. Berdasarkan laporan harian USA Today, sebuah survey yang baru-baru ini dilakukan di Brasil menyatakan bahwa 55% warga Brasil berharap Neymar dkk. gagal di Piala Dunia.
Pada tahun 2008, setahun setelah Brasil diumumkan sebagai tuan rumah Piala Dunia, 79% hasil dari jajak pendapat mendukung penuh acara Piala Dunia. Namun pada bulan April tahun ini, jumlah itu turun menjadi 45%. Dan 55% responden menegaskan bahwa Piala Dunia akan lebih membawa mudharat ketimbang keuntungan bagi Brasil. Karenanya mereka berharap, kekalahan Brasil di fase grup mampu menyadarkan pihak pemerintah dan penggila bola yang kini terbuai oleh gegap gempitanya ajang empat tahunan sekali itu.
"Saya berharap Brasil kalah di babak pertama," kata Maria de Lourdes (39), seorang pedagang kaki lima di Rio De Janeiro, kepada USA today.
"Dengan kegagalan di fase awal maka akan membuat masyarakat Brasil kehilangan nasionalis semu mereka terhadap Piala Dunia. Brasil, dengan segala permasalahannya, Rio dengan segala permasalahannya -banyak orang mati karena kelaparan sementara orang lainnya menghabiskan uang untuk sepakbola! Ini konyol!," katanya lagi.
Jajak pendapat publik ini menunjukkan bahwa ada emosi stabil antusiasme masyarakat Brasil pada sepakbola. Negara ini memang begitu menomersatukan sepakbola, namun tampaknya saat hajatan ritual tersakral sepakbola di gelar di tempat mereka, seolah tuhan telah mensadarkan mereka bahwa sepakbola terkadang bukanlah segalanya.
sumber foto : sportsndtv.com
(wam)
Komentar