The Matrix akan mengunjungi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Sabtu (21/5). Namun, yang datang bukanlah si ganteng Keanu Reeves, melainkan si garang dari Italia, Marco Materazzi. Ia, bersama dengan legenda sepakbola Italia yang tergabung dalam Calcio Legend, akan menghadapi para pesepakbola Indonesia yang tergabung dalam Primavera Baretti.
Sejatinya Materazzi tak punya kaitan apapun dengan film The Matrix. Selain tak pernah berlaga di film tersebut, wajahnya pun tak mirip dengan Reeves. Namun, sifatnya yang susah ditebaklah yang membuat Materazzi dijuluki Matrix. Ya, terkadang banyak yang tidak tahu apa isi pikiran pemain berposisi bek tengah itu. Maklum, terkadang emosinya bisa meledak-ledak, di lain kesempatan bermain tenang. Bahkan di sisi lain ia bisa menjadi orang yang disukai karena selera humor dan tingkah konyolnya.
Materazzi bisa begitu akrab dengan teman-temannya, terkadang ia jahil, terkadang ia marah tanpa alasan. Kendati demikian, jangan ragukan totalitas untuk kesebelasan yang dibelanya. Bahkan sampai mencaci rekan kesebelasannya soal totalitas, seperti Mario Balotelli yang melempar seragamnya sendiri sewaktu bersama-sama membela Internazionale Milan sehingga Balotelli harus mendapat pukulan dari Materazzi di lorong pemain.
Sosoknya di I Nerrazuri, julukan Inter, sangat familiar. Begitu juga dengan timnas Italia, terutama pasca Piala Dunia 2006 di Jerman. Materazzi sendiri dikenal dengan permainan agresif dan tanpa kompromi menekel keras lawanya. Ia pun suka beradu fisik dengan lawan, terutama dalam duel udara karena mengandalkan tubuhnya yang tinggi dan kekar.
Kendati namanya identik dengan Inter, namun kariernya merangkak dari beberapa kesebelasan kecil terlebih dahulu. Karier sepakbolanya dibangun dari akademi Messina Peloro dan Tor di Quinto. Siapa juga yang mengenal dua akademi tersebut? Begitu juga dengan kesebelasan senior pertamanya, yaitu Marsala dan kemudian Trapani.
Pemain yang identik dengan nomor punggung 23 ini pun kemudian tampil menjanjikan bersama Carpi. Sebagai bek tengah, ia mencetak tujuh gol dari 18 laga. Sehingga Perugia menjadikannya bek utama dan membuat Everton kepincut untuk merekrutnya pada musim 1998/1999. Materazzi memang mendapatkan tempat di lini belakang Everton, namun aksinya di lapangan dicoreng dengan tiga kartu merah dari 25 laga di Liga Primer Inggris 1998/1999.
Everton pun memutuskan menjualnya kembali kepada Perugia. Pilihan Materazzi untuk pulang memang tepat. Ia tampil gemilang bersama Perugia dan menjadikan kesebelasan tersebut sebagai kuda hitam sejak 1999 sampai awal 2000-an. Dan lagi-lagi penampilannya bersama Perugia membuat kesebelasan-kesebelasan lain kepincut untuk merekrutnya, namun Inter menjadi kesebelasan yang berhasil mendapatkannya.
Bersama Inter-lah namanya mulai melambung di Eropa. Sebab ia bisa bermain di berbagai kompetisi Eropa bersama Inter. Namun gelar pertamanya bersama Inter baru bisa diraih pada 2005 ketika berhasil meraih juara Coppa Italia pada musim tersebut. Kendati demikian, ia bisa mempersembahkan Scudetto pada musim berikutnya. Total, Materazzi mempersembahkan lima Scudetto untuk Inter, empat Coppa Italia, dan satu Liga Champions serta Piala Dunia antarklub.
Bersama Inter juga ia bisa merasakan tampil di Piala Dunia. Materazzi mulai bermain di ajang tersebut pada Piala Dunia 2002, Korea dan Jepang. Namun untuk prestasi negara, ia baru bisa mempersembahkan gelar pada Piala Dunia 2006. Dan kompetisi itu bisa dibilang menjadi momentum sepakbola yang paling krusial darinya. Pria yang kini berusia 42 tahun tersebut, kerap menjadi penolong Italia di kala buntu pada Piala Dunia 2006.
Materazzi memecah kebuntuan Italia melalui golnya ke gawang Republik Cheska pada laga ketiga grup E. Ia juga yang mencetak gol penyama kedudukan ke gawang Prancis pada laga final. Sehingga kedudukan 1-1 membuat laga dilanjutkan pada perpanjangan waktu, dan saat itulah momentum Materazzi yang paling krusial pada laga ini. Ia beradu mulut dengan Zinedine Zidane kala situasi sedang tegang-tegangnya karena skor imbang di waktu perpanjangan. Adu mulut itu membuat Zidane menyundul dada Materazzi yang menghasilkan kartu merah. Alhasil, pria yang saat ini menjadi Pelatih Real Madrid tersebut dikeluarkan pada menit ke-110.
Dikeluarkannya Zidane, sama saja dengan kehilangan gelandang andalan sekaligus motor serangan Prancis. Mental para pemain Prancis pun terganggu sejak insiden itu. Alhasil, Prancis kalah adu penalti dan Italia sah menjuarai Piala Dunia 2006, gelar yang terakhir diraih mereka sejak 1982. Materazzi pun menjadi buah bibir atas kontroversinya pada laga final tersebut. Jika di Prancis ia dibicarakan dengan kebencian, namun di Italia ia adalah pahlawan yang dipuja.
Jika Anda ingin bernostalgia menyaksikan permainan The Matrix, Anda bisa menyaksikan langsung penampilannya di Stadion Gelora Utama Bung Karno pada Sabtu (25/2). Materazzi menjadi salah satu pemain Best XI Lippi yang akan menghadapi para pemain legenda Indonesia.
ed: fva
Komentar