Real Madrid nyaris disingkirkan Schalke 04 kala keduanya bersua di Santiago Bernabeu. Secara mengejutkan, Madrid takluk dari Schalke yang bermain tanpa sejumlah pemain pilarnya dengan skor tipis 3-4. Namun, Madrid tetap lolos ke babak berikutnya karena bermodalkan kemenangan 2-0 pada leg pertama .
Mencetak empat gol di Santiago Bernabeu tentu merupakan suatu pencapaian luar biasa yang ditorehkan Schalke. Terakhir kali Santiago Bernabeu kebobolan empat gol di UCL sendiri terjadi pada 15 tahun lalu, saat Real Madrid dijungkalkan oleh raksasa Jerman, Bayern Munich, dengan skor 2-4.
Dari empat gol yang diciptakan Schalke pada laga ini, tiga di antaranya tercipta ruang kosong di sisi kanan. Dan ruang kosong ini tercipta berkat strategi bertahan Madrid yang hanya menggunakan tujuh pemain dengan menyimpan trio BBC, Benzema-Bale-Cristiano, di garis tengah lapangan.
Kesalahan dari strategi ini adalah gelandang tengah yang tak melakukan penjagaan pertama saat pemain Schalke hendak melancarkan serangan. Gelandang kiri dan kanan Madrid, Isco dan Sami Khedira pada laga ini, bermain terlalu ke tengah berdekatan dengan Toni Kroos.
Ini mengakibatkan dua wingback Schalke, Tranquillo Barnetta dan Christian Fuchs, bisa bergerak agak leluasa. Gol pertama yang menjadi momentum permainan trengginas Schalke diciptakan oleh Fuchs hasil asist dari Barnetta. Pada gambar di bawah, para pemain Madrid fokus pada pemain Schalke yang menguasai bola, Max Meyer. Hasilnya terjadi situasi dua pemain Madrid melawan satu pemain Schalke (lihat gambar 2 di bawah).
Proses terjadinya gol pertama Schalke, Barnetta dan Fuchs tak mendapat kawalan berarti.
Barnetta dan Fuchs memang seolah menjadi tulang punggung permainan Schalke pada laga ini. Karena pada pertandingan ini, perubahan skema permainan yang digunakan Roberto Di Matteo, pelatih Schalke, sebisa mungkin memaksimalkan Barnetta dan Fuchs baik dalam menyerang maupun bertahan.
Saat menyerang, keduanya bertugas menjadi pemain yang mengirimkan umpan-umpan silang pada Klaas Jan Huntelaar dan Maxim Choupu-Moting/Leroy Sane di kotak penalti. Sementara ketika bertahan, keduanya ditugaskan sebagai pemain pertama yang menahan serangan sayap Real Madrid.
Di Matteo tampaknya menyadari kegagalan timnya pada leg pertama adalah tak mampu meredam serangan Madrid yang berawal dari kedua fullback mereka. Maka pada leg kedua, ia menempatkan Fuchs dan Barnetta lebih ke depan sehingga Schalke mengubah formasinya dari 5-3-2 pada leg pertama, ke 3-4-1-2 pada leg kedua.
Skema bertahan ini membuat serangan Madrid yang menyusun serangan dari sisi kanan dapat dengan mudah di antisipasi. Gareth Bale tak berdaya pada laga ini. Setiap operan yang mengarah padanya kerap mampu diintersep dengan baik oleh pemain bertahan Schalke. Dua percobaan melewati lawannya pun tak satupun yang berhasil. Who Scored memberikan nilai 6,2 pada pemain timnas Wales ini, kedua terburuk setelah Iker Casillas (5,4).
Skema ini pun sebenarnya berhasil membuat Cristiano Ronaldo tak nyaman menjalani laga ini. Hanya satu kali ia berhasil melewati hadangan lawan. Akurasi umpannya hanya 80%. Dalam setiap duel udara di tengah, ia selalu kalah.
Meskipun begitu, Ronaldo adalah Ronaldo. Ia bisa memanfaatkan peluang terbuka ketika ia mendapatkannya. Dua gol adalah bukti bahwa Ronaldo memang tak bisa dihentikan dengan begitu mudah, dua gol yang menjadikannya sebagai pencetak gol terbanyak kompetisi Eropa (78 gol) sepanjang sejarah.
Namun yang perlu menjadi catatan, Schalke menjalani laga ini tanpa kekuatan penuhnya. Empat pemain absen karena cedera dan satu lainnya terkena hukuman kartu. Di antaranya adalah Julian Draxler, Jefferson Farfan, Chinedu Obasi, Kevin Prince-Boateng, dan kiper utama mereka Ralf Fahrmann.
Ya, pada laga ini, dan laga pertama sebenarnya, di bawah mistar Schalke dihuni oleh kiper cadangan, Timon Wellenreuther. Musim ini ia baru mencatatkan enam pertandingan di Bundesliga dan dua penampilan di Liga Champions. Dengan usianya yang masih 19 tahun, wajar bila Wellenreuther kerap melakukan kesalahan-kesalahan kala mengawal gawang Schalke.
Meskipun begitu, badai cedera ini tak membuat gentar pasukan The Royal Blues ini. 20 tembakan dilancarkan ke gawang Real Madrid. Bahkan Schalke bisa saja menyingkirkan Los Galacticos andai saja tendangan Huntelaar di menit-menit akhir pertandingan tak membentur mistar gawang.
Laga ini pun berhasilkan melahirkan talenta yang tampaknya akan mulai bersinar: Leroy Sane. Pemain berusia 19 tahun ini  berhasil mencetak gol perdananya di Liga Champions, pada pertandingan pertamanya di Liga Champions, melawan kesebelasan sebesar Real Madrid. Gol yang diciptakannya pun cukup indah, melepaskan tendangan melengkung dari luar kotak penalti.
Karenanya, meski Schalke gagal mencuri tiket lolos ke babak delapan besar Liga Champions dari Real Madrid, skuat asuhan Di Matteo ini mampu mencuri perhatian dengan performa gemilangnya sepanjang pertandingan, tak henti-henti menjaga asanya untuk tetap lolos ke babak berikutnya. Meski pada akhirnya mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka tersingkir, seluruh penggawa Schalke bisa pulang dengan kepala tegak dengan hasil yang mereka raih pada laga ini.
Foto: abendblatt.de
Komentar