Setelah duel semifinal Piala Bhayangkara di Bandung menghasilkan Persib Bandung sebagai pemenang dan melangkah ke final, giliran tuan rumah semifinal lainnya, Arema Cronus, yang memastikan diri ke babak final. Menghadapi Sriwijaya FC di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Kamis (31/3), Arema menang tipis dengan skor 1-0.
Gol John Alfarizie jelang babak pertama berakhir menjadi satu-satunya gol yang tercipta pada laga ini. Pemain yang menempati posisi bek kiri ini memanfaatkan sepak pojok yang dilepaskan Srdjan Lopicic dengan tandukannya yang tak mampu dibendung kiper Sriwijaya FC, Dian Agus Prasetyo.
Duel ini memang menghadirkan adu taktik di antara kedua pelatih kesebelasan, Milomir Seslija dan Benny Dollo. Strategi yang diturunkan kedua pelatih membuat pertandingan berjalan ketat sehingga kedua kesebelasan kesulitan untuk mencetak gol.
Sriwijaya Menghindari Blunder Duo Bek Tengah
Benny Dollo sudah mengantisipasi laga ini dengan perubahan pola bermain timnya sejak awal laga. Pada susunan pemain, ia memilih pemain-pemain yang bisa menguatkan lini pertahanan. Formasi 4-4-2 ditanggalkan dan memasang 4-2-3-1.
Achmad Jufriyanto yang biasanya menempati posisi bek tengah, dipasang sebagai gelandang bertahan. Ia diduetkan dengan gelandang asal Korea Selatan, Yu Hyun Koo, untuk menjadi double pivot. Ichsan Kurniawan dipasang sebagai gelandang serang.
Penempatan Jufriyanto sebagai gelandang bertahan dan perubahan formasi 4-2-3-1 ini dilakukan karena Sriwijaya selalu kebobolan di setiap laga. Kelemahan Sriwijaya memang terlihat di area tengah, khususnya duet di jantung pertahanan yaitu Jufriyanto dan Fachrudin. Keduanya pernah melakukan blunder di babak grup yang menyebabkan Sriwijaya kebobolan.
Awalnya lini tengah Sriwijaya, khususnya Jufriyanto, terlihat canggung dan kerap kali melakukan pelanggaran di depak kotak penalti. Namun perlahan-lahan, permainan Sriwijaya mulai membaik dan mampu membendung serangan tengah Arema.
Skema ini terbilang berhasil untuk menghindari blunder yang dilakukan pemain bek tengah. Namun mereka kecolongan melalui skema sepak pojok. Selain itu, Arema cukup kesulitan menciptakan peluang. Meski melepaskan 15 tembakan, hanya tiga kali tembakan Arema yang mengenai sasaran.
Kelemahan 4-2-3-1 Sriwijaya
Secara bertahan, formasi 4-2-3-1 cukup memberikan keamanan bagi lini pertahanan Sriwijaya. Namun skema yang diinstruksikan Benny Dollo ini membuat lini serang Sriwijaya yang sebelumnya menjadi kesebelasan terproduktif menjadi tumpul.
Hal ini dikarenakan Sriwijaya seolah bermain dengan dua unit; unit bertahan dan unit menyerang. Jufriyanto dan Hyun Koo yang menjaga kedalaman di tengah membuat hanya empat pemain saja yang melakukan penyerangan; Beto Goncalves, Ichsan Kurniawan, Hilton Moreira, dan Muhammad Ridwan.
Ketika bertahan, sebenarnya empat pemain terdepan tersebut ikut mundur. Namun ketika melakukan transisi dari bertahan ke menyerang, hanya keempat pemain tersebut yang bergerak. Supardi Nasir yang biasanya rajin melakukan overlap di sisi kanan pun terlihat lebih hati-hati untuk memutuskan naik hingga ke pertahanan lawan.
Akhirnya para pemain Sriwijaya yang hendak melakukan serangan balik atau membangun serangan sering kalah jumlah. Hilton yang sering menjadi jembatan Sriwijaya kala melakukan serangan, cukup mudah kehilangan bola.
Dengan formasi 4-2-3-1, Hilton menempati pos sayap kiri. Hal ini membuat pergerakan Beto dan Hilton menjadi kurang cair. Pergerakan yang kurang cair ini membuat sulitnya celah yang bisa diciptakan Sriwijaya di lini pertahanan Arema.
Bola pun akhirnya lebih sering diarahkan ke kanan pertahanan Arema, area Hilton. Sementara di kubu lawan, pada area tersebut terdapat pemain muda yang tampil impresif yaitu Ryuji Utomo. Belum lagi Hendro Siswanto sering bergeser ke sisi kanan.
Sriwijaya tak bisa menembus sisi kanan pertahanan Arema.
Respon Tepat Milomir
Sempat tertekan pada babak pertama, Sriwajaya mulai bisa keluar dari tekanan pada babak kedua. Sejak Bayu Gatra dan Asri Akbar dimasukkan pada babak kedua, menggantikan M. Ridwan dan Hyun Koo, lini serang Sriwijaya memang menjadi lebih hidup.
Namun hal tersebut tak berlangsung lama. Pelatih Arema, Milomir Seslja, memberikan respon yang tepat terhadap meningkatnya kualitas serangan Sriwijaya. Dengan skor yang sudah unggul, Arema lebih berhati-hati dalam menyerang. Garis pertahanan pun menjadi lebih rendah dengan tanpa tekel dan pressing agresif.
Untuk menyerang, Arema lebih memilih untuk melancarkan serangan balik. Gonzales bahkan harus mundur hingga area tengah lapangan ketika bertahan. Penyerang kelahiran Uruguay ini bahkan diperankan sebagai penahan bola untuk men-delay permainan, memberikan waktu bagi rekan-rekannya agar bisa segera berada di posisi menyerang.
Hanya saja hal tersebut kurang efektif. Jangan lupakan lini tengah Sriwijaya yang semakin membaik di babak kedua. Hal inilah yang menjadi alasan Dendi Santoso harus ditarik keluar karena penampilannya tak maksimal pada laga ini.
Arema kemudian menguatkan pertahanan dengan memasukkan gelandang yang berkarakter lebih defensif seperti Ferry Aman Saragih dan Juan Revi untuk menggantikan Raphael Maitimo dan Hendro Siswanto. Menjaga skor 1-0 menjadi prioritas utama skuat berjuluk Singo Edan tersebut. Hal ini dilakukan untuk menandingi lini tengah Sriwijaya, di mana pada akhirnya Sriwijaya tetap gagal mencetak gol.
Arema Menggempur Sisi Kanan Sriwijaya
Sunarto sering disebut âjokerâ karena ia selalu menjadi pemain andalan Arema yang masuk pada babak kedua. Melawan Persija Jakarta misalnya, ketika skor bertahan 1-0, ia muncul menjadi pahlawan dengan mencetak gol satu-satunya pada laga tersebut.
Pada laga ini, Sunarto masuk menggantikan Esteban Vizcarra yang berposisi sebagai sayap kiri pada menit ke-76, berbarengan dengan masuknya Juan Revi. Ia memang tak mencetak gol, namun pengaruhnya di sisi kiri memberikan ancaman tersendiri bagi Supardi.
Supardi yang sempat keluar menyerang pada pertengahan babak kedua, kembali tertahan pada menit-menit akhir pertandingan. Hal ini membuat Sriwijaya kembali kesulitan menciptakan peluang.
Tak hanya sampai di situ, aksi Sunarto di sisi kanan pertahanan Sriwijaya bahkan membuat Sriwijaya tersentak. Setelah mampu melewati Supardi, ia memberikan umpan cutback pada Alfarizie yang melakukan overlap. Tendangan Alfarizie tersebut berhasil mengelabui kiper Sriwijaya, Dian Agus, dan bola bergulir ke gawang Sriwijaya. Namun gol tersebut dianulir karena ketika bola ini ditendang, Ferry Aman Saragih yang berada di depan Dian Agus berada di posisi offside.
Arema mengincar sisi kanan pertahanan Sriwijaya
Leluasanya Alfrazie naik hingga sepertiga akhir sendiri menjadi  pertanda bahwa tekanan Sriwijaya begitu longgar. Supardi yang tertahan di belakang meminimalisasi efektivitas serangan balik Sriwijaya karena Supardi tertahan di lini pertahanan.
Kesimpulan
Hasil 1-0 yang dirayakan dengan sukacita oleh Aremania, pendukung Arema Cronus, menjadi pertanda bahwa laga ini berlangsung ketat. Wajar memang, kedua kesebelasan merupakan dua kesebelasan besar di Indonesia dan memiliki juru taktik yang mengambil keputusan dengan baik.
Kelengahan yang dilakukan Sriwijaya jelang babak pertama akhir harus dibayar mahal dengan kekalahan. Mereka tak menyangka akan kebobolan melalui skema sepak pojok karena sebelumnya di babak grup Arema tak mencetak gol melalui sepak pojok. Pada laga ini, ternyata sepak pojok Arema yang disambut Alfarizie menentukan hasil akhir pertandingan.
ed:Â fva
Komentar