Kabar Michael Essien yang akan bermain di salah satu kesebelasan Indonesia semakin santer terdengar. Pemain kelahiran Accra, Ghana tersebut sudah berada di Jakarta sejak kemarin (12/03).
Awalnya, media-media hanya melaporkan jika mantan pemain Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan ini hanya sedang berlibur. Tapi melihat status Essien sekarang yang tidak memiliki kesebelasan, bisa jadi ia memang sedang didekati oleh salah satu kesebelasan peserta Liga 1 Indonesia.
Kesebelasan terakhir Essien adalah Panathinaikos di Liga Yunani. Setelah ia diputus kontrak oleh Panathinaikos, pemain berusia 34 tahun ini juga dikabarkan mendapat penolakan dari tiga kesebelasan Liga Swedia, yaitu AIK, Hammarby, dan IFK Goteborg.
Kontraknya diputus oleh kesebelasan asal Yunani tersebut karena pihak Panathinaikos menganggap Essien lebih banyak berkutat dengan cedera daripada beraksi di lapangan. Sejak 2015 sampai 2016, ia hanya memainkan 15 pertandingan untuk Panathinaikos, dan berhasil mencetak satu gol.
Meskipun belum ada komentar resmi, salah satu kesebelasan yang paling nyaring digosipkan akan menjadi kesebelasan baru Essien adalah Persib Bandung. Namun, apakah Essien merupakan pemain yang tepat untuk didatangkan dan bermain di Indonesia?
Update: Essien resmi berseragam Persib Bandung
https://twitter.com/persib/status/841509608149606400
Melihat kecocokan cara bermain Essien di Indonesia
Usia 34 tahun bagi seorang pemain sepakbola sebenarnya merupakan usia yang tergolong tua. Tapi jika kita melihat Keith Kayamba Gumps atau Cristian Gonzalez saja, kita bisa mendapatkan bukti jika usia bukanlah hambatan bagi pemain untuk tidak bisa bersinar di Indonesia.
Namun, Essien adalah tipe pemain yang berbeda dari kedua pemain yang disebutkan di atas. Baik Gumps maupun Gonzalez berposisi sebagai penyerang, sedangkan Essien adalah gelandang bertahan.
Kesebelasan di Indonesia biasanya cenderung akan mendatangkan pemain asing yang berposisi sebagai penyerang, bukan pada posisi lainnya, karena mereka menganggap penyerang adalah posisi yang paling mungkin membuat sebuah kesebelasan memenangkan pertandingan, yaitu melalui gol-golnya.
Hal ini juga diamini oleh Robert René Alberts, manajer PSM Makassar. Ia berkata: “Biasanya kesebelasan mencari penyerang asing, selain karena kualitas, juga karena aspek lainnya seperti tinggi, berat badan, dan panjang [kaki].”
Hal ini sepertinya tidak berlaku bagi Essien. Pemain bernama lengkap Michael Kojo Essien ini adalah tipe gelandang yang jarang mencetak gol. Ini bisa dimaklumi karena ia memainkan perannya dengan baik, yaitu sebagai seorang gelandang bertahan.
Tapi sebenarnya, sepanjang karier sepakbolanya, Essien sudah berhasil mencetak total 53 gol dari 492 pertandingan. Tapi dalam lima tahun terakhir, ia hanya berhasil mencetak tiga gol dari 80 pertandingan.
Jadi sudah jelas, jika Essien benar akan bermain di Indonesia, penghakiman permainannya bukanlah pada golnya.
Dalam formasi berlian (4-1-2-1-2) saat masih di Chelsea dahulu (2005 sampai 2014), Essien bisa bermain sebagai salah satu gelandang terbaik, terutama ketika Chelsea dilatih oleh Guus Hiddink. Ia bekerja tanpa lelah melindungi pertahanan dan merebut penguasaan bola.
Ketika full-back naik, Essien juga menjadi pemain yang bisa diandalkan dalam melakukan cover.
Sedangkan di Chelsea pada masa Jose Mourinho (masa pertama Mourinho, bukan yang kedua), saat itu Chelsea memainkan formasi 4-3-3. Claude Makelele bermain sebagai jangkar di depan empat bek. Duet Frank Lampard dan Essien di depan Makelele menjadi duet yang ditakuti. Lampard menjadi pemain yang bisa bergerak bebas (free role) sementara Essien menjadi perusak (destroyer).
Mungkin dari dua kualitas itulah kita bisa menilai Essien nantinya. Jadi, kita juga jangan salah kaprah. Apalagi Essien adalah pemain yang sudah berusia 34 tahun, lebih banyak berkutat dengan cedera (kaki), dan sempat ditolak oleh beberapa kesebelasan di Swedia sebelum ini.
Bersambung ke halaman selanjutnya
Komentar