Ekspektasi besar muncul ketika Josep "Pep" Guardiola resmi menjadi manajernya untuk musim 2016/2017. Harapan itu langsung terwujud karena City berhasil memenangkan enam pertandingan awal Liga Primer musim lalu secara beruntun.
Tapi nyatanya ekspektasi kepada Pep justru luntur seiring dengan angin-anginannya permainan City. Kesebelasan berjuluk "The Citizens" itu justru dihiasi enam kekalahan dan sembilan kali ditahan imbang sehingga gagal meraih target sebagai juara Liga Primer musim 2016/2017.
Bahkan tidak ada satu pun gelar yang dipersembahkan Guardiola kepada City selama musim lalu. Padahal mantan Pelatih Bayern München itu selalu identik dengan gelar juara dengan setiap kesebelasannya, bahkan pada musim perdananya. Maka dari itu Pep sadar bahwa kegagalannya musim lalu membuat reputasinya dipertaruhkan. Bahkan secara tidak sadar bisa terancam didepak jika musim ini kembali tidak meraih satu gelar pun.
Permasalahan Musim Lalu: Josep "Pep" Guardiola Terlalu Keras Kepala
Kelabilan City dimulai ketika mereka ditahan imbang 3-3 oleh Glasgow Celtic pada pertandingan fase grup Liga Champions 2016/2017. Saat itu Vincent Kompany dkk terlihat kerepotan menghadapi serangan-serangan balik Celtic. Kemudian kesulitan City itu diperhatikan Tottenham yang menggunakan strategi counter-pressing dalam laga di Liga Primer. Betul saja, pada laga itu City yang mengutamakan penguasaan bola justru terdesak oleh pressing tinggi yang dilakukan Tottenham.
Apalagi saat itu City bermain tanpa Kevin de Bruyne yang selalu menjadi gelandang serang andalannya. City pun tambah kesulitan lagi ketika Tottenham melancarkan serangan balik yang cepat dan merepotkan kedua bek sayapnya di dalam formasi 4-2-3-1. Cara Tottenham mengalahkan penguasaan bola City itu ditiru kesebelasan-kesebelasan lain. Dan Pep tetap mengandalkan filosofi penguasaan bola itu pada laga-laga selanjutnya.
Dua pertandingan seterusnya pun City ditahan imbang Everton dan Southampton. Kemudian kekalahan atau hasil imbang melawan kesebelasan lain pun tidak lepas dari kesulitan menghadapi kesebelasan dengan pertahanan kuat dan melancarkan serangan balik melalui umpan panjang langsung. Belum lagi ditambah dengan beberapa blunder yang dilakukan pemain belakang atau kipernya. Soal ini, Claudio Bravo dan John Stones paling sering disalahkan.
Memperbaiki dan Meremajakan Lini Belakang
Taktik penguasaan bola Pep bersama City sendiri tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Walau bagaimana pun, Pep tetap menjaga peluang City di empat besar klasemen walau gagal juara adalah noda baginya. Pep pun sadar bahwa lini belakang adalah masalahnya selama musim lalu walau City merupakan kesebelasan keempat paling sedikit kebobolan di Liga Primer di musim 2016/2017. Namun, sekecil apapun masalahnya, memang harus diperbaiki dan City mengalaminya di lini belakang.
Pep pun mengisyaratkan melakukan perbaikan dan peremajaan di sektor itu pada bursa transfer musim panas ini. Posisi pertama yang dibenahi adalah penjaga gawang karena mengingat blunder-blunder yang pernah dilakukan Bravo. Bahkan Squawka mencatat bahwa ia menjadi pemain terburuk dalam pertandingan City. Kemudian Ederson Moraes didatangkan dari Benfica dengan harga 35 juta paun yang membuatnya menjadi kiper termahal di dunia.
Pep mendatangkan Ederson karena diharapkan bisa memberikan umpan yang baik sehingga bisa berpartisipasi dalam serangan City dari belakang. Ederson juga memiliki keberanian naik ke depan untuk memotong serangan lawan layaknya peran sweeper-keeper. Sementara peremajaan di lini belakang terlihat ketika Pep melepas tiga full-back berusia di atas 30 tahun, yaitu Aleksandar Kolarov (AS Roma), Bacary Sagna (tanpa klub), Gael Clichy (Basaksehir) dan Pablo Zabaleta (West Ham United).
Kepergian para full-back itu diganti dengan kedatangan Benjamin Mendy (AS Monaco), Danilo (Real Madrid) dan Kyle Walker (Tottenham Hotspur). Sementara ketajaman City selama musim lalu hanya ditambah pembelian Bernardo Silva dari Monaco. Berbeda dengan lini depan City yang tidak mendatangkan penyerang baru karena masih percaya kepada kemampuan Gabriel Jesus, Sergio Aguero dan Wilfried Bony.
Prediksi
Upaya transfer City dalam pembenahan utama di sektor belakang memang mampu memperbaiki kesalahan musim lalu. Buktinya, City cuma kebobolan tiga kali dari empat pertandingannya dan berhasil nirbobol pada dua laga pra-musim terakhir. Dua gol yang bersarang di gawang City ketika melawan Manchester United pun terjadi ketika City tidak menurunkan bek tengah utamanya. Pada waktu itu Pep memainkan Tosin Adarabioyo yang merupakan pemain promosi dari akademi City pada formasi empat bek.
Kebobolannya City pun saat Adarabioyo masih bermain selama satu babak penuh. Kemudian sejak ia digantikan Nicolas Otamendi pada pergantian babak, pertahanan City tidak lagi kebobolan sampai pertandingan berakhir. Kemudian Pep mulai mengganti formasi dengan tiga bek dengan memainkan pemain bertahan andalannya sehingga cuma kebobolan satu kali pada tiga laga berikutnya.
Catatan perbaikan pertahanan City itu juga didukung dengan filosofi permainan Pep yang mulai berubah. Pep mulai mengurangi penguasaan bola terlalu lama. Kompany dkk pun lebih sering melancarkan operan-operan cepat langsung diarahkan ke depan. Tidak seperti musim sebelumnya yang lebih lama dengan memutar-mutarkan bola agar memenangkan penguasaan dari lawan.
Hasilnya, lawan-lawan tangguh mampu dikalahkan selama pra-musim. Setelah dikalahkan MU, perubahan formasi dan pola serangan City mampu melibas Madrid, Tottenham dan West Ham dengan selisih kemenangan tiga gol. Transfer, perubahan taktik dan permainan City pun bisa kembali diyakini para pendukungnya agar masuk ke dalam kandidat juara Liga Primer Inggris 2017/2018.
Komentar