Patrick Schick merupakan salah satu penyerang muda yang bersinar selama Serie-A 2016/2017. Tak heran memasuki bursa transfer musim panas namanya dikaitkan dengan klub-klub besar. Apalagi Schick mampu mengoleksi 13 gol dan lima asis dari 35 laga berbagai kompetisi yang diikuti Sampdoria.
Kontribusinya itu pun mengantarkan Sampdoria ke peringkat 10 klasemen akhir Serie-A musim lalu dengan 48 poin. Sampdoria pun untung besar karena mendapatkannya dari Spartak Praha dengan harga 4 juta euro. Padahal kedatangannya pada waktu itu cuma diproyeksikan sebagai pelapis Fabio Quagrliarella dan Luis Muriel saja.
Juventus kemudian menjadi kesebelasan pertama yang menjajaki Schick. Biaya 25 juta euro disebut-sebut sebagai mahar untuk Sampdoria agar Schick bisa mengikuti tes medis. Tapi nyatanya pemain asal Ceko itu batal bergabung dengan Juventus karena tidak lolos tes kesehatan saat itu. Batalnya Schick berlabuh ke Juventus membuat kesebelasan lain mulai mencari celah untuk mendapatkannya, di antaranya adalah Borussia Dortmund, Internazionale Milan, Paris Saint-Germain (PSG).
Tapi nyatanya justru AS Roma yang memimpin pengejaran penyerang 21 tahun tersebut. "Saya bisa memastikan bahwa Roma jauh lebih maju daripada pelamar lainnya untuk Schick," beber Massimo Ferrero selaku Presiden Sampdoria, seperti dikutip dari ESPN FC.
Apalagi pada nyatanya Schick resmi dibeli Roma dengan harga 42 juta yang sudah termasuk dengan bonus. Ia pun sudah menjalani tes medis di Klinik Villa Stuart kemarin, Selasa (29/8), dan sudah resmi diumumkan sebagai pemain Roma. Schick sendiri akan mengenakan nomor punggung 14 bersama Roma ke depannya.
https://twitter.com/ASRomaEN/status/902581158629736448
Harga pembeliannya itu pun melebihi rekor transfer termahal Roma ketika membeli Gabriel Batistuta seharga 36 juta euro pada 2001 silam. Tapi jika mempertimbangkan soal inflasi sepakbola, Batistuta tetap menjadi pemain termahal Roma karena biayanya kemungkinan setara dengan 47,9 juta euro saat ini.
"Saya sangat puas bisa berada di sini dan sangat senang. Saya melihat ke depannya untuk berlatih dengan grup ini dan siap untuk pertandingan yang akan datang," ujar Schick.
Sebenarnya, pembelian Schick adalah anomali bagi rencana Roma ke depannya. Hal itu karena Roma sudah memiliki dua penyerang tengah di skuatnya saat ini, yaitu Edin Dzeko dan Gregoire Defrel. Maka dari itu Roma sangat gencar mencari pemain sayap kanan dalam beberapa waktu terakhir bursa transfer musim panas 2017.
Pembelian Schick pun dianggap sebagai kegagalan Roma memboyong Riyad Mahrez dari Leicester City. Mungkin Defrel-lah yang akan bermain lebih melebar setelah kedatangan Schick. Di Francesco tahu betul kemampuan Defrel karena ia merupakan mantan anak asuhnya di Sassuolo.
Di bawah kepelatihan Eusebio Di Francesco, Roma mengandalkan formasi 4-3-3, seperti yang ia terapkan sejak menangani Sassuolo. Tapi potensi Schick tetap akan terbatas karena sulit menggeser Dzeko sebagai penyerang tengah utama Roma. Dzeko adalah penyerang tengah andalan Roma sejak 2015 dan sudah 50 gol ia cetak dari berbagai ajang yang diikutinya.
Musim lalu pun Dzeko menjadi pencetak gol terbanyak Serie-A setelah 29 kali menjebol gawang lawan. Tapi Di Francesco bisa menggunakan alternatif lain agar Dzeko bisa tetap diandalkan dan potensi Schick pun terjaga. Caranya adalah Di Francesco harus mengubah formasi 4-3-3 andalannya menjadi 4-3-1-2. Formasi baru itu bisa menduetkan Dzeko dengan Schick di lini depan karena pemain barunya itu bisa melakoni sebagai penyerang kedua. Salah satu andalannya adalah keunggulan duel udara dengan posturnya setinggi 187 cm.
Selama musim lalu ia memenangkan 1,1 duel udara per laga dari 14 pertandingan awal dan 18 kali sebagai pengganti. Rataan itu sama dengan Quagliarella yang bermain 35 kali sejak awal dan dua kali menjadi pengganti. Kendati berbadan tinggi, ia memiliki gerakan yang cepat dan kemampuan menggiring bola yang baik. Pemain berusia 21 tahun itu melakukan 0,9 dribel sukses perlaga. Rataan itu membuatnya sebagai pemain ketujuh Sampdoria dengan rataan dribel terbaik selama musim lalu.
Akselerasinya dan aksi individunya memang menjadi kelebihan tersendiri bagi Schick. Meski begitu, postur dan gaya bermainnya mengingatkan banyak ora pada Zlatan Ibrahimovic sewaktu muda. Hanya saja ia kerap menunjukkan gerakan-gerakan mengejutkan, seperti saat ia melakukan gerakan Dennis Bergkamp yang melegenda pada musim lalu.
https://twitter.com/PronosoftSite/status/857221039662804995
Lalu bagaimana dengan sayap Roma yang biasa dilakoni Diego Perotti atau Gregoire Defrel? Perotti sendiri bisa menjadi penyerang lubang pada formasi 4-3-1-2 dengan ditopang tiga gelandangnya, yaitu Daniele De Rossi, Kevin Strootman dan Radja Nainggolan. Atau bahkan Perotti bisa berotasi dengan Nainggolan sebagai penyerang lubang sesekali waktu sehingga Lorenzo Pellegrini bisa mendapatkan menit bermain di tengah.
Namun pilihan itu bisa mengorbankan Defrel yang belum maksimal dalam dua pertandingan terakhir bersama Roma. Ia sendiri belum menyumbangkan gol dan asis pada seluruh penampilannya itu. Bahkan ia yang diturunkan menjadi pemain sayap kanan Roma belum pernah melepaskan umpan silang. Tendangan mengarah ke gawangnya pun cuma 1 kali di setiap pertandingannya. Di sisi lain, Defrel bisa dijadikan opsi rotasi Schick sebagai penyerang kedua di lini depan Roma.
Komentar