Gelandang Box-to-Box yang Menuntut Segala Atribut

Analisis

by Randy Aprialdi 54071

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Gelandang Box-to-Box yang Menuntut Segala Atribut

Halaman kedua

Gelandang box-to-box harus mengisi ruang yang ditinggalkan rekannya, menyisir area luar kotak penalti lawan, mengamankan bola liar, dan memberikan tekanan kepada lawan meskipun jaraknya cukup jauh. Maka dari itu dibutuhkan etos pekerja keras dalam seorang gelandang box-to-box, ketangguhan fisik yang mumpuni, menguasai area luas, tidak segan beradu fisik dan mampu melepaskan tendangan jarak jauh akurat untuk memecahkan kebuntuan kesebelasannya.

Merebut bola dan mencoba mencetak gol memang tugasnya, karena gelandang box-to-box merupakan peran yang harus menjalankan tugas bertahan dan menyerang sama baiknya. Gelandang box-to-box harus penuh determinasi dan petarung, sehingga membutuhkan stamina yang kuat karena menuntut kecepatan dan kekuatan fisik. Bahkan Ramsey bisa berlari lebih dari 12 ribu kilometer pada Liga Primer Inggris 2015/2016.

Grafis sentuhan bola Aaron Ramsey ketika melawan Swansea City. Sumber: Whoscored.

"Jika Anda bermain sebagai box-to-box, Anda harus menghemat energi untuk berlari untuk bekerja keras di posisimu dan mencoba berlari lebih cepat. Entah itu masuk ke dalam kotak penalti, menerima umpan atau mengejar lawan. Jadi Anda tidak perlu berlari ke posisi semula. Tahan godaan mengelilingi lapangan, terutama di pertandingan besar. Dapatkan posisi yang lebih baik dan baca permainan sambil menghemat energi," papar Rodwell.

Tempat-tempat Tepat Bagi Gelandang Box-to-Box

Studi tentang taktik sepakbola selalu berkembang dengan sendirinya, begitu pun dengan peran gelandang box-to-box ini. Sepakbola Inggris merupakan dampak yang paling terlihat dari gelandang bertipikal seperti itu. Pada 1990-an, seorang manajer di Liga Inggris bisa memasukkan dua gelandang box-to-box dalam formasi 4-4-2. Mereka bekerja naik turun lapangan dan berkontribusi bertahan maupun menyerang.

Tapi seiring dengan waktu, muncul argumen terbesar tentang gelandang box-to-box yang sering gagal saat transisi, terutama saat bertahan. Itulah mengapa Inggris tetap kesulitan meskipun memainkan Lampard dan Steven Gerard secara bersamaan dalam formasi 4-4-2.

Wilayah di depan kotak penalti selalu menjadi kelemahan, apalagi ketika Lampard-Gerrard naik membantu serangan. Dua pemain itu hanya membutuhkan satu pemain bertahan tambahan. Maka dari itu gelandang box-to-box ditemani pemain tengah peran lainnya seperti gelandang bertahan atau deep-lying playmaker atau ball winning midfielder seiring dengan waktu. Manchester United memulai hal itu terlebih dahulu dengan memasang duet Roy Keane dengan Scholes.

Keane digunakan untuk bertahan dan Scholes supaya menyerang. Agar bisa berfungsi dengan baik, mereka diwajibkan memiliki chemistry yang serupa untuk menghubungkan pertahanan dan serangan. Keduanya harus saling bekerja sama untuk memenangkan bola dari lawan kemudian dialirkan kepada rekan-rekannya.

"Bangunlah pemahaman dengan rekan satu tim dan memainkan kelebihan masing-masing. Ketika saya bermain dengan Tim Cahiil dan pemainan melebar, saya tahu harus mempertahankan posisi di tengah untuk menyeimbangkan tim. Jika saya bermain dengan Marouane Fellaini dan dia menguasainya (bola), maka saya mendapatkan izin untuk maju," cerita Rodwell ketika menjadi gelandang box-to-box di Everton, seperti dikutip dari Fourfourtwo.

Kemudian gelandang box-to-box dalam tradisi 4-4-2 pun mulai berkembang lebih modern. Interpretasi box-to-box modern itu pun ditemukan di Jerman yang nyaman dengan gelandang box-to-box pada formasi 4-2-3-1. Jerman pun diberikan kelebihan karena beberapa gelandangnya mampu bermain dalam peran box-to-box sejak lama. Franz Beckenbauer, Matthaus, Michael Ballack, Sebastian Schweinsteiger adalah sedikti contoh pemain Jerman dengan atribut gelandang box-to-box.

Pada formasi 4-2-3-1, biasanya gelandang box-to-box didampingi satu gelandang bertahan yang area bermainnya lebih dalam. Biasanya seorang gelandang bertahan pada poros ganda dalam formasi tersebut. Meskipun memiliki permainan yang berbeda, tapi sama-sama energik. Kuncinya adalah memilih momen menyerang dan mengontrol permainan mereka. Hanya saja gelandang box-to-box jarang masuk sampai kotak penalti karena ada gelandang serang pada formasi tersebut.

Kendati demikian, keberadaannya membuat lini tengah menjadi tempat menahan bola sekaligus menciptakan serangan. Dampaknya pun terlihat di Inggris melalui Fernandinho dan Yaya Toure yang memberikan keuntungan dalam variasi permainan Manchester City era manajer Manuel Pellegrini. Walau Fernandinho bermain lebih bertahan, Yaya Toure yang sering maju pun tidak lupa kembali ke posisi bertahannya.

Tapi tidak jarang juga Pellegrini membebaskan keduanya untuk sama-sama maju ke depan kotak penalti. Khusus Yaya Toure, ia adalah contoh abadi gelandang box-to-box yang permainannya dibuat khusus untuk mengontrol bola, bertahan dan berkreasi di seluruh pelosok lapangan. Contoh terbaik lainnya adalah Arturo Vidal yang bekerjas sama dengan Andrea Pirlo saat keduanya masih memperkuat Juventus.

Vidal sendiri pemain yang sangat brilian dalam segala hal karena ia punya pengalaman bermain sebagai bek tengah, gelandang dan penyerang. Staminanya luar biasa, seorang yang tahu kapan harus melancarkan tekel dan konsisten mencetak gol. Vidal diberikan peran sebebas itu karena sistem Juventus itu sendiri.

Kebebasan itu tidak lepas dari kreativitas Pirlo yang bermain lebih dalam. Pirlo pun bisa memberikan kreativitasnya karena mobilitas Vidal di lini tengah. Apalagi karena Pirlo bukan pemain tengah yang hebat dalam bertahan. Kunci antara duet Fernandinho-Yaya Toure maupun Vidal-Pirlo adalah keseimbangan, sehingga gelandang menjadi pemain yang mempengaruhi kedua kotak penalti di lapangan.

Tapi ada juga pelatih hebat yang tidak menggunakan gelandang box-to-box dalam permainannya. Salah satunya adalah Josep "Pep" Guardiola yang lebih menyukai pemain tengah dengan peran lebih dalam seperti deep-lying playmaker atau gelandang bertahan. Di tangannya, Yaya Toure (Man City) dan Schweinsteiger (Bayern) terpinggirkan. Keras kepala Pep tentang gelandang bertahan, sebetulnya agak luntur ketika membeli Vidal untuk Bayern Muenchen pada musim.

Tapi Vidal seolah kehilangan perannya karena Pep justru memainkannya lebih dalam sebagai gelandang bertahan. Vidal pun menjadi kalah penting dibandingkan Thiago Alcantara. Sebelum itu di Bayern, Scheweinsteiger sudah tergusur oleh Xabi Alonso dan di Barcelona, Yaya Toure oleh Sergio Busquets. Tapi bagi pelatih yang mengkhidmatinya, gelandang box-to-box merupakan mesin utama bagi kesebelasannya.


Sumber lain: Bayern Central, BBC, ESPN FC, The Guardian

Komentar