Halaman kedua
Bayu Pradana menjadi salah satu pemain Indonesia, seorang gelandang bertahan, yang handal dalam mengubah dari tertekan menjadi menekan, diserang jadi menyerang, tidak diuntungkan menjadi diuntungkan, dalam waktu singkat. Terlebih lagi sebagai gelandang bertahan ia tak banyak merugikan tim lewat pelanggaran-pelanggarannya.
Sebagai contoh, ketika ia berhasil meloloskan Mitra Kukar dari babak grup Piala Presiden sebagai juara grup, dari tiga laga ia hanya melakukan enam pelanggaran. Padahal ia bermain penuh pada laga melawan Barito Putera dan Kalteng Putra, bermain hingga menit ke-75 pada laga melawan Martapura.
Pada laga melawan Barito (Mitra Kukar menang 1-0), Bayu berhasil mencatatkan 17 intersepsi dalam satu pertandingan. Douglas Packer dan Matias Cordoba tak banyak menguasai bola berkat kemampuan Bayu membaca serangan lawan. Sementara itu melawan Martapura, ia berhasil mencatatkan 42 operan berhasil dari 50 kali percobaan. Satu umpannya bahkan menjadi sumber terciptanya gol Mitra Kukar.
https://twitter.com/ardynshufi/status/962853691672834048
Indonesia butuh pemain gelandang yang bisa melepaskan umpan jauh akurat karena kelebihan para pemain Indonesia itu sendiri. Para pemain terbaik Indonesia dalam 20 tahun terakhir bisa dibilang mayoritas berposisi di winger, dimulai dari era Boaz Solossa, Andik Vermansah, hingga kini Febri Hariyadi. Para pemain ini akan sangat menyengat ketika bisa memaksimalkan kemampuan dribel atau berlarinya (sprint). Di situlah para pemain dengan umpan panjang akurat, seperti Firman Utina misalnya, sangat dibutuhkan timnas.
Saat ini, khususnya di Indonesia, tak banyak gelandang bertahan yang bisa melakukannya. Apalagi setelah era Ponaryo Astaman berakhir, generasi penerusnya justru tertinggal jauh (dari segi pengalaman) karena baru ada dalam diri pemain U23 seperti M. Hargianto, Evan Dimas, atau Paulo Sitanggang.
Setelah era Ponaryo, gelandang-gelandang seperti itu diharapkan muncul dalam diri I Gede Sukadana, M. Taufiq, Ahmad Bustomi, atau Eka Ramdani. Tapi nama-nama tersebut tak mencapai potensi maksimalnya, entah tak ada pelatih yang mampu memolesnya atau memang sang pemain yang kemampuannya mentok (terkena cedera misalnya).
Maka dari itu, menjadi tak heran ketika Bayu Pradana-lah yang terus-terusan terpilih dipanggil timnas. Pemain seusianya yang setipe dengannya saat ini adalah Hendro Siswanto, Asep Berlian, Rasyid Bakrie, Rizky Pellu, Dedi Kusnandar, dan Imanuel Wanggai.
Dari nama-nama tersebut, Bayu yang saat ini berusia 26 tahun bisa dibilang memiliki penampilan yang paling konsisten. Sebenarnya ada satu nama lain yang seharusnya bisa menyaingi Bayu, yakni Egi Melgiansyah, namun namanya tenggelam karena ia mengalami cedera parah beberapa tahun silam.
Jangan lupakan pula Milla yang berasal dari Spanyol. Pola 4-2-3-1 atau 4-3-3 modern yang kini populer di Indonesia, awalnya populer di Spanyol (berkat Juanma Lillo). Pada formasi dasar ini memang diperlukan gelandang bertahan yang selain jago bertahan juga handal dalam melakukan transisi bertahan ke menyerang. Di timnas Spanyol, peran ini diemban Sergio Busquets. Karenanya sama seperti Busquets, Bayu sebenarnya `hebat tapi tak terlihat hebat` karena perannya.
Luis Milla tentu tahu betul cara memaksimalkan skema 4-2-3-1 terlebih dengan para pemain sayap Indonesia yang sangat bertalenta. Namun, tidak banyak pemain bertahan yang bisa memanjakan para pemain tersebut dalam situasi serangan balik. Di matanya, termasuk pandangan Riedl juga mungkin, saat ini, pemain-pemain yang mampu melakukannya tinggal Bayu, Fadil Sausu, Dedi Kusnandar, Evan Dimas, dan Hargianto. Jadi jangan heran jika nama-nama tersebut yang terus menghiasi skuat timnas Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.
***
Saat ini Mitra Kukar dilatih oleh pelatih asal Spanyol, Rafael Berges. Mitra Kukar berhasil lolos ke babak perempat final Piala Presiden 2018 sebagai juara grup dengan tanpa kebobolan, sebelum akhirnya dikalahkan Persija Jakarta di fase gugur.
Berges, sama seperti Milla, mengandalkan Bayu sebagai double pivot dalam formasi dasar 4-2-3-1 atau single pivot pada pola 4-3-3. Mitra Kukar berpotensi menjadi kesebelasan kejutan pada Liga 1 2018 nanti. Setelah gagal nyetel dengan Mohamed Sissoko, ia kini akan berduet dengan mantan gelandang Liverpool lainnya, Danny Guthrie.
Jika tidak cedera (ia absen sejak pertandingan kedua Piala Presiden karena cedera), Guthrie dan Bayu akan menjadi duet lini tengah yang sulit ditembus lawan sekaligus mengancam lewat umpan-umpan panjangnya pada Hendra Bayauw, Rifan Nahumarury, hingga Septian David Maulana untuk kemudian diteruskan pada Fernando Ortega melalui umpan silang.
foto: pssi.org
Komentar