Jika sebuah pertandingan menampilkan dua kesebelasan yang sama-sama memainkan tekanan di garis pertahanan lawan, maka pertanyaan yang bisa dikemukakan untuk menentukan hasil akhir adalah "kuat berapa lama tekanan tersebut berjalan efektif?". Pertandingan Bayern Muenchen melawan Real Madrid pada leg pertama semifinal Liga Champions 2017/18 adalah laga yang tepat untuk mengajukan pertanyaan tersebut.
Pada laga yang digelar Kamis (26/4) dini hari WIB tersebut Madrid menang 2-1. Mungkin banyak yang berpendapat jika berdasar penampilan, Madrid sebenarnya tidak layak menang. Tapi Madrid menang karena superioritas Bayern pada laga ini justru menjadi keuntungan bagi Madrid sehingga mereka akhirnya bisa meraih kemenangan.
Bayern dan Madrid saling menekan saat tak menguasai bola hampir di sepanjang pertandingan. Keduanya tak membiarkan lawan membangun serangan dengan leluasa sejak dari pertahanan. Tapi tujuan kedua kesebelasan dalam menekan ini berbeda. Bayern menekan Madrid lebih dini untuk merebut penguasaan bola, agar pemain Madrid cepat-cepat melakukan kesalahan umpan. Sementara Madrid menekan Bayern lebih dini untuk sesegera mungkin menyerang ketika lini pertahanan Bayern belum siap. Sederhananya, Bayern press to gain possession, Madrid press to counter attack.
Saat Bayern berhasil merebut bola, para pemain mereka memang tidak terlalu terburu-buru untuk menyerang. Beberapa kali bahkan bola dikembalikan ke belakang hingga ke penjaga gawang mereka, Sven Ulreich. Ya, setelah berhasil merebut bola, Bayern ingin menyerang dengan teratur dan serangan teratur itu dibangun sejak zona pertahanan untuk melihat area mana yang bisa dieksploitasi.
Sementara itu, Madrid tidak demikian. Merebut bola berarti membangun serangan dengan cepat. Setelah bola dalam penguasaan, Madrid berusaha dengan cepat mengirim bola ke kotak penalti lawan. Maka dari itu, jumlah operan Madrid pada laga ini lebih sedikit dari Bayern, yakni 585 operan berbanding 392 operan (data WhoScored), karena setelah bola direbut, bola selalu diupayakan ke depan, yang risikonya lebih cepat hilang.
Dengan gaya permainan seperti ini Madrid pun menunjukkan kualitasnya. Gol kemenangan Madrid yang dicetak Marco Asensio pada menit ke-67 tercipta melalui serangan balik cepat yang dimulai dari perebutan bola hasil pressing. Asensio sendiri baru masuk pada babak kedua menggantikan Isco, di mana ini menjadi kejelian pelatih Madrid, Zinedine Zidane, dalam melihat peluang serangan balik.
https://twitter.com/CY_STADIUM_9/status/989234297885245440
Sebenarnya jika kita mengingat pertandingan leg pertama perempat final antara Juventus melawan Real Madrid, yang dilakukan Juventus kala itu sama seperti yang dilakukan Bayern pada laga ini. Hasilnya serupa:Juve dan Bayern sama-sama kelabakan mendapatkan serangan balik. Bedanya, Juventus kebobolan tiga kali sementara Bayern hanya dua kali.
Sementara itu, leg kedua Madrid melawan Juventus berbeda. Sang tamu lebih santai dalam menekan. Juventus bahkan membiarkan Madrid lebih banyak menguasai bola (Madrid unggul penguasaan bola hingga 61% saat itu). Hasilnya, Juventus justru berhasil menang walau pada akhirnya tetap tersingkir karena kalah agregat.
Bayern bukannya tidak menyadari hal tersebut. Sebagai kesebelasan besar yang punya filosofi permainan tersendiri, sang pelatih, Jupp Heynckes, percaya diri bahwa penguasaan bola anak asuhnya bisa menembus pertahanan Madrid. Walau begitu, ketidakmampuan para pemainnya menekan saat tak menguasai bola sekaligus harus bertahan dengan cepat secara terus menerus menghadapi serangan balik Madrid membuat skema dan rencana Heynckes tak berjalan baik.
Arjen Robben dan Jerome Boateng, dua pemain penting Bayern, harus ditarik keluar lebih dini saat babak pertama. Robben menit ke-8 sementara Boateng menit ke-34. Situasi ini merupakan dampak dari skema pressing Bayern yang membuat intensitas laga ini berjalan dengan cepat. Belum lagi ketika pertandingan mendekati akhir, serangan-serangan Bayern mulai menumpul. Hanya dua peluang emas yang diciptakan, yakni melalui Franck Ribery dan Robert Lewandowski.
Di Bundesliga, Bayern mungkin sebenarnya terbiasa juga menghadapi situasi banyak menguasai bola lalu lawan coba mengancam melalui serangan balik. Tapi lawan yang dihadapi mereka kali ini adalah Real Madrid yang justru sangat mahir melancarkan serangan balik. Ditambah cederanya pemain kunci, hasilnya Bayern bertekuk lutut.
Pada leg kedua nanti, Bayern mungkin bisa lebih menekan egonya agar bisa membalas kekalahan di kandang mereka ini. Skema serangan balik seperti yang dilakukan Real Madrid perlu lebih banyak dilakukan. Karena saat Bayern unggul lebih dulu melalui gol Joshua Kimmich, mereka berhasil memanfaatkan celah di lini pertahanan Madrid melalui serangan cepat. Saat itu Bayern memanfaatkan area yang ditinggalkan Marcelo, yakni sisi kiri pertahanan Madrid. Simak video di bawah ini dan lihat posisi Marcelo yang tertinggal jauh dari bola serangan Bayern.
https://twitter.com/CY_STADIUM_9/status/989221922985553925/video/1
Situasi serangan Bayern seperti pada gol Kimmich tidak banyak terjadi pada laga ini karena seperti yang sudah diungkapkan di atas, serangan balik cepat bukan default serangan Bayern. Pada menit akhir pertandingan misalnya, ketika Bayern berhasil merebut bola dari Marcelo yang mencoba menyerang, dan Marcelo terjatuh, Bayern tak buru-buru mengirimkan bola ke pertahanan lawan. Bahkan saat itu serangan justru dialirkan ke sisi kanan pertahanan Madrid.
Maka dari itu, kemenangan Real Madrid pada laga ini lebih karena strategi Bayern yang memang menguntungkan Cristiano Ronaldo cs. Walau begitu, kredit khusus juga perlu diberikan kepada Zinedine Zidane yang melakukan pergantian pemain dengan jitu. Selain memasukkan Asensio, pergantian jitu lainnya terjadi ketika Dani Carvajal harus ditarik keluar. Ia memilih Karim Benzema untuk menggantikan Carvajal dan menginstruksikan Lucas Vazquez mengisi pos bek kanan.
Untuk mengantisipasi area bermainnya Ribery yang tampil bermain cukup impresif itu, Zidane juga lantas memasukkan Mateo Kovacic untuk menggantikan Casemiro. Pergantian ini menempatkan Kovacic di sayap kanan (untuk menambah kekuatan pertahanan di kanan) sementara pos Casemiro diisi oleh Toni Kroos. Keputusan-keputusan Zidane itulah yang pada akhirnya membuat Real Madrid selangkah lebih maju untuk melenggang ke final.
Komentar