Angka-angka di olahraga bisa berperan besar. Dalam sebuah pertandingan, angka-angka bisa mencerminkan apa yang terjadi. Sementara sebelum pertandingan, angka-angka juga yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Hubungan angka dan sepakbola sangat tercermin dalam statistik.
Untuk memprediksi hasil pada olahraga itu bisa bersandar kepada dua hal, yang juga mencerminkan statistik: skill atau luck.
Bagi sepakbola yang merupakan olahraga tim, angka statistik pemain memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan olahraga individu (seperti tenis atau golf) atau olahraga tim yang bergantung kepada individual (seperti bisbol).
Michael Mauboussin dalam bukunya, Untangling Skill and Luck in Business, Sports, and Investing, menemukan jika hoki adalah olahraga tim yang paling mencerminkan luck (keberuntungan) sedangkan bola basket paling mencerminkan skill (kemampuan). Sepakbola ada di tengah tapi cenderung ke skill bersama dengan bisbol dan rugbi.
Ada banyak hal yang bisa memengaruhi olahraga lebih didominasi keberuntungan atau kemampuan, salah satunya adalah jumlah pertandingan. Jumlah pertandingan yang lebih banyak berarti variasi luck akan lebih rendah. Contohnya, semakin sering kita melempar koin (kemungkinan 50:50 untuk kedua sisinya), datanya semakin tidak akan 50:50.
Secara umum jika hanya mengerucutkan sepakbola, data yang dihasilkan dari liga akan lebih mencerminkan skill daripada data yang diambil dari turnamen. Jika sudah didominasi skill, maka akan lebih mudah memprediksi.
Jika di liga ada Fantasy Premier League yang datanya lebih bisa dijadikan acuan, hal demikian tidak betul-betul tercermin dalam Fantasy World Cup di mana jumlah sampel akan sangat terbatas.
Baca juga: Menyambut Piala Dunia dengan Fantasy World Cup 2018
Selain faktor liga dan turnamen, faktor klub dan tim nasional juga jadi pengganggunya. Jadi, statistik tidak akan sebegitu berpengaruhnya, nih, di Piala Dunia nanti?
Jumlah Pertandingan Timnas Lebih Sedikit
Tidak seperti sepakbola di tingkat klub, jumlah pertandingan timnas sangat terbatas. Jumlah terbatas tersebut juga dipisahkan oleh waktu yang relatif berjauhan (dari jeda internasional ke jeda internasional lagi). Menggali analisis data akan menjadi kompleks dan kurang akurat dari halangan-halangan seperti ini.
Meski ada pola di setiap turnamen antar negara, analis sepakbola jarang menemukan konsistensi data.
Pada sebuah tulisan di Stats Bomb, Mike Goodman mengambil contoh Timnas Perancis yang selalu dilatih oleh Didier Deschamps setelah Piala Eropa 2012. Deschamps dan Perancis selalu mengalami kemajuan: perempat finalis di Piala Dunia 2014 dan runner-up Piala Eropa 2016.
Rentang enam tahun (2012-2018) seolah sangat panjang. Padahal jika kita lihat jumlah pertandingan, sejak 2012 sampai akhir 2017, Deschamps “hanya” memimpin Perancis dalam 71 pertandingan. Jika dirata-rata, hanya ada 14 pertandingan per tahun. Kalau dibandingkan dengan level klub, satu tahun mereka bisa bermain dalam lebih dari 40 pertandingan.
Sejak perempat final Piala Dunia 2014 (kalah 0-1 dari Jerman), hanya Paul Pogba, Antoine Griezmann, dan Hugo Lloris yang juga bermain di final Piala Eropa 2016 (kalah 0-1 dari Portugal).
Pada 2014 itu, bermainnya Griezmann juga lebih karena Franck Ribery cedera pada saat menjelang turnamen. Sebagai tambahan, empat starter di final Euro 2016 (Patrice Evra, Bacary Sagna, Moussa Sissoko, dan Dimitri Payet) sudah tak ada di skuat saat ini.
Payet juga mengalami apa yang dirasakan Ribery, cedera menjelang turnamen. Namun melihat pemain yang datang dan pergi dari rentang waktu tak lebih 70 pertandingan, para analis sepakbola akan kesulitan menemukan pola konsisten untuk benar-benar memprediksi sepakbola level timnas secara akurat melalui statistik.
Tips Mengawali Fantasy World Cup
Tidak seperti level klub, pertandingan level timnas selain jumlahnya sedikit juga faktor lawan yang tak konsisten. Bagi beberapa negara kuat, dalam rentang waktu panjang di jumlah pertandingan minimalis tersebut, kebanyakan melibatkan pertandingan kualifikasi dan persahabatan melawan negara lebih lemah.
Baca juga: Apakah Statistik Selalu Bisa Dipercaya?
Apa bedanya jika Perancis mengalahkan Kepulauan Faroe dengan skor 5-0 atau 3-0? Apalagi pemain-pemain Perancis saat itu bisa jadi sangat berbeda dengan yang bermain di turnamen besar seperti Piala Eropa, Piala Dunia, atau Piala Konfederasi.
Sedangkan dalam statistik (dan football betting), rentetan pertandingan sebelumnya serta rekor antara dua kesebelasan dalam pertandingan mereka sebelumnya sangat penting untuk dilihat.
Saat melakukan prediksi untuk tim FPL, kami akan melihat minimal empat pertandingan terakhir para pemain, kesebelasan pemain tersebut, dan kesebelasan lawan di kompetisi tersebut. Dengan begitu, bias atau keganjilannya akan semakin kecil, karena form mereka lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu, memprediksi di gameweek satu sampai empat lebih banyak melibatkan intuisi alih-alih statistik, meski kami juga melihat pertandingan-pertandingan pra-musim mereka.
Sedangkan di Piala Dunia, jika satu timnas sudah memainkan empat pertandingan, itu artinya mereka sudah ada di perempat final.
Sampel yang sedikit akan menjadi masalah pada tingkat akurasi. Itu yang menjadi alasan jika statistik akan banyak menjebak di permainan seperti Fantasy World Cup. Mohamed Salah memiliki statistik terbaik di antara para pemain lainnya sepanjang musim.
Namun itu di level klub. Sedangkan di level timnas, di Piala Dunia, Salah akan bermain bersama Mesir, bukan Liverpool. Salah yang biasa menjadi buah bibir di FPL akan sangat berbeda di Fantasy World Cup nanti.
Singkatnya untuk mengawali Fantasy World Cup kali ini, kami hanya bisa memberikan satu tips: pilih pemain yang berada di “grup mudah” seperti Grup A (Uruguay), E (Brasil), F (Jerman), G (Belgia atau Inggris), dan H (Kolombia). Sisanya, banyak berdoa saja.
Komentar