Chelsea bantu Liverpool catatkan sejarah. Kemenangan 0-1 anak asuh Thomas Tuchel menambah jumlah kekalahan beruntun The Reds di Anfield. Untuk pertama kalinya dalam 129 tahun keberadaan Liverpool, mereka kalah lima kali beruntun di kandang sendiri.
Protagonis utama The Blues dalam laga Liverpool vs Chelsea adalah produk akademi mereka, Mason Mount. Ia mencetak gol semata wayang di pertandingan ini. Permainan energik Mount juga membantu Chelsea menjinakkan Liverpool yang hanya membuat satu tembakan tepat sasaran sepanjang laga.
Bertandang ke Anfield, Tuchel memakai sistem 3-4-2-1 dengan dua gelandang serang di belakang Timo Werner. The Blues berniat mengeksploitasi garis pertahanan tinggi tuan rumah dengan kecepatan eks striker RB Leipzig tersebut. Mason Mount dan Hakim Ziyech diturunkan mendukung Werner dan menjadi lini pressing pertama Chelsea.
Werner berulangkali merepotkan pertahanan lawan dengan gerak gesitnya menembus duo bek tengah. Ia bahkan sempat mencetak gol, tetapi dianulir karena dianggap offside setelah tinjauan VAR.
Namun, momen pembeda justru diciptakan oleh gelandang serang. Sepanjang laga, Mount lebih sering berkutat di sepertiga akhir, mengincar Werner dengan umpan terobosan. Tiga menit sebelum jeda, saat beroperasi di tempat favoritnya, halfspace kiri, Mount menyadari kesempatan menembak. Ia menerima umpan jauh dari N’Golo Kante. Tanpa kesulitan berarti, Mount mengelakkan diri dari adangan Fabinho dan melepaskan tembakan mendatar dari batas kotak penalti. Tembakan itu bersarang di sudut gawang Alisson. 1-0 untuk Chelsea.
Meski performanya sedikit menurun di babak kedua, Mount tetap berperan penting dalam duel lini tengah dan menjadi ancaman berbahaya di sepertiga akhir. Pemain berusia 22 tahun itu kemudian diganti Mateo Kovacic pada menit 81. Di tribun, jelang laga berakhir, Mount tersenyum puas.
Kemenangan tersebut amat berharga bagi perjuangan Chelsea menembus empat besar. Mereka naik ke peringkat empat klasemen sementara, unggul tipis atas Everton dan West Ham yang punya simpanan satu pertandingan. Selain itu, kemenangan ini memutus tren negatif The Blues lawan Liverpool. Sebelumnya, Chelsea menelan empat kekalahan beruntun dari The Reds di ajang Premier League.
Gol kemenangan adalah ganjaran pantas untuk penampilan apik Mount bersama Chelsea. Ia adalah salah satu pemain The Blues yang paling konsisten, menunjukkan level ancaman yang setara di tiap pertandingan. Mount kini adalah pencetak gol terbanyak Chelsea sejak kedatangan Tuchel, mencetak tiga gol dari delapan pertandingan Liga Inggris.
Meskipun demikian, Mount sejatinya bukanlah pencetak gol yang prolifik. Peran utamanya di Chelsea adalah sebagai kreator serangan. Sifatnya yang energik juga diandalkan dalam duel lini tengah dan progresi bola The Blues.
Frank Lampard tahu betul akan potensi Mount. Legenda Chelsea itu bekerja sama dengan sang pemain saat melatih Derby County. Saat menangani The Blues, Lampard pun mengorbitkan Mount sebagai pemain andalannya.
Ketika Lampard pergi dan Tuchel datang, toh situasinya tak berbeda. Mount memang absen dari starting line-up saat eks pelatih PSG itu menjalani partai debut. Tetapi, absennya pemain bernomor punggung 19 itu disebabkan alasan taktikal, bukan karena Tuchel tak memercayai Mount.
“Dia (Mount) memberi 100 persen setiap dia bertanding, dan ini adalah basis terbaik untuk perkembangan yang besar. Saya sangat senang mendapatinya di sini dan saya tidak akan berhenti mendorongnya. Saya tidak akan berhenti membimbingnya dan memercayainya,” kata Tuchel di awal kedatangannya.
Kepercayaan sang pelatih baru pun terbayar tuntas. Mount konsisten menjaga level permainan dan terus menjadi penampil elite Chelsea musim ini.
Pada 2020/21, Mount adalah pemain unggulan The Blues di banyak metrik, baik ofensif maupun defensif. Pemain yang sempat menimba pengalaman di Vitesse Arnhem ini reliabel dalam segala fase permainan.
Sebagai no. 10, Mount membuktikan diri sebagai kreator serangan ulung. Ia memang baru mencatatkan tiga asis sejauh ini. Tetapi, catatan umpan kuncinya (66) jauh mengungguli siapa pun di Chelsea. Mount rata-rata membuat 2,91 umpan kunci per laga. Hanya Hakim Ziyech (2,88) dan Callum Hudson-Odoi (2,64) yang mendekati Mount dalam hal ini.
Sebagai catatan, tiga pemain tersebut memperoleh menit bermain yang jauh lebih sedikit dari Mount. Di Liga Inggris, gelandang dengan 10 caps The Three Lions ini bermain selama 2.047 menit. Sedangkan Ziyech (722) serta Hudson-Odoi (823) mendapat menit bermain tak sampai seribu.
Nilai expected assists (xA) Mount pun menjadi yang tertinggi di Chelsea (4,5). Jika dibagi 90 menit, xA Mount (0,2 per pertandingan) hanya kalah dari Ziyech (0,3) dan Hudson-Odoi (0,25).
Di lain sisi, Mount juga menunjukkan kemampuan box-to-box yang sama baiknya. Jebolan akademi Chelsea ini berperan signifikan dalam transisi menyerang The Blues, rutin menggulirkan bola ke depan baik melalui umpan atau giringan. Tak ada pemain Chelsea yang lebih sering menggiring bola ke area lawan (progressive carries) dari Mount (170 kali). Dalam hal progressive carries, Mount juga mencatatkan entri ke sepertiga akhir terbanyak (51).
Statistik tersebut menunjukkan bahwa Mount bukanlah no. 10 yang hanya menunggu bola dari lini tengah. Ia cakap membantu pressing dan turun tangan ketika timnya berupaya memotong serangan lawan. Setelah bola berhasil direbut, Mount kerap menjadi poin penting serangan balik Chelsea dan bersedia menjadi jembatan ke lini serang.
Selain itu, gelandang kelahiran Portsmouth ini juga memiliki kemampuan duel yang baik. Mount rajin melakukan pressing dan tak ragu beradu fisik. Mount adalah pemain dengan statistik pressing tertinggi (467) di antara skuad Chelsea. Jumlah tekelnya (53) pun hanya diungguli N’Golo Kante. Sebanyak 143 dari keseluruhan pressing Mount dilakukan di sepertiga akhir, menunjukkan peran vitalnya dalam skema high press Chelsea.
Mount adalah gelandang komplet dan Chelsea patut bersyukur pemain sekaliber dia tumbuh-berkembang dari Cobham. Sejak diorbitkan Super Frank Lampard hingga diasuh tangan dingin Tuchel, siapa pun pelatihnya, Mount konsisten tampil energik dari pertandingan ke pertandingan, dari pekan ke pekan. Dia adalah Super Mason Mount yang terus berkembang dan patut dinantikan “bentuk final”-nya di usia puncak.
Komentar