Liga Primer Inggris musim 2022/2023 dibuka dengan pertandingan antara Crystal Palace melawan Arsenal di Selhurst Park. Pasukan Mikel Arteta berhasil mencuri poin penuh berkat gol Gabriel Martinelli dan gol bunuh diri Marc Guehi.
The Gunners turun dengan tim yang sama kala menggulung Sevilla 6-0 dalam helatan Emirates Cup di Amerika Serikat. Oleksandr Zinchenko, Gabriel Magalhaes, William Saliba, dan Ben White dipercaya untuk menjaga Aaron Ramsdale dalam mengawal pertahanan Arsenal. Thomas Partey berperan sebagai distributor utama, sementara Granit Xhaka dan Martin Odegaard ditugaskan sebagai sumber kreativitas serangan. Di depan, trio Martinelli, Gabriel Jesus dan Saka masih jadi andalan Arteta.
Patrick Vieira sebagai mantan punggawa Meriam London paham betul gaya permainan lawannya. Ia menempatkan banyak pemain yang punya keunggulan fisik: Joachim Andersen, Cheick Oumar Doucoure, dan Eberechi Eze adalah tiga nama yang punya peran penting di posisinya masing-masing.
Gambar 1 - Susunan Pemain Crystal Palace dan Arsenal
Sumber : premierleague.com
Tiga puluh menit laga berjalan, Arsenal berhasil mendominasi penuh di segala sisi. Terbukti mereka menguasai 65% penguasaan bola dengan 290 sentuhan. Kedua tim langsung menerapkan penekanan yang tinggi. Bedanya, Arsenal berhasil berulang kali lepas dari tekanan Palace. Kuncinya ada di Thomas Partey yang memiliki pendistribusian bola yang baik sehingga menghindarkannya dari kepanikan saat mendapatkan tekanan dari lawan. Selain itu, Granit Xhaka dan Zinchenko bergantian membantu Partey untuk menciptakan opsi passing tambahan ketika The Gunners memulai serangan dari lini belakang.
Sebaliknya, The Eagles kesulitan untuk membangun serangan dari kaki ke kaki. Doucoure dan Schlupp gagap dalam mencari posisi yang tepat saat Andersen atau Guehi sedang mendapatkan bola sehingga opsi membuka ruang lewat area tengah tidak terbuka.
Kondisi diperparah oleh lini depan Crystal Palace (Zaha, Edouard, dan Ayew) yang berdiri cukup jauh dari lini tengah dan belakang. Sehingga Andersen tidak memiliki opsi yang alhasil hanya bisa memberikan umpan panjang langsung ke lini serang, itupun tak selalu berhasil.
Dominasi Arsenal nyatanya tidak mampu menggandakan gol meski mereka berhasil menciptakan beberapa peluang. Gol justru lahir dari situasi tendangan pojok yang skematis. Nicolas Jover (pelatih set piece Arsenal) menginstruksikan Magalhaes, Saliba dan pemain depan untuk berkumpul di kotak penalti sehingga para pemain Crystal Palace hanya berfokus pada mereka, sehingga tercipta ruang untuk Zinchenko menerima umpan dari Saka di belakang kerumunan. Proses ini menjadi bukti bahwa kelemahan fisik bisa diatasi dengan skema yang disusun dengan rapi dan presisi.
Situasi justru berbalik setelah Arsenal memperoleh keunggulan. Lini tengah Crystal Palace mendadak mengambil alih dominasi Thomas Partey, Granit Xhaka, dan Martin Odegaard. Bahkan, 15 menit terakhir babak pertama, Ramsdale dipaksa melakukan dua penyelamatan penting.
Kedua tim konsisten menerapkan permainan yang agresif. Namun, justru Arsenal yang kini kesulitan keluar dari tekanan. Xhaka dan Zinchenko yang sebelumnya rajin turun membantu Partey, tiba-tiba hilang karena berdiri terlalu ke depan.
Sementara Patrick Vieira mengadaptasi apa yang lawannya lakukan di awal babak pertama. Doucoure, Schlupp, bahkan Ayew bergerak merapat ke dalam yang menyisakan Zaha di sisi kiri untuk menjaga kelebaran. Peran Zaha cukup berhasil dengan mengeksploitasi pos yang dijaga oleh Ben White di sebalah kanan, sayangnya, pemain asal Pantai Gading ini masih memiliki masalah soal pengambilan keputusan.
Lima menit babak kedua berjalan, lini belakang Arsenal dibuat kocar-kacir. Garis pertahanan yang cukup tinggi sehingga menyisakan ruang antara pemain belakang dan Aaron Ramsdale. Ruang ini yang dimanfaatkan oleh Crystal Palace saat melakukan serangan, Andersen dan Doucoure bergantian mengirimkan umpan langsung ke Zaha dan Ayew. Sepuluh dari 11 umpan yang Andersen kirimkan tepat sasaran. Hingga laga uasi, bek asal Denmark ini memiliki akurasi umpan panjang sebesar 57%.
Di sisi lain, ini memang salah satu risiko ketika tim menerapkan garis pertahanan yang tinggi. Patrick Vieira juga sadar bahwa sepanjang tim Meriam London tidak dihuni oleh pemain cepat. Terutama di lini belakang. Maka tidak heran jika Jordan Ayew walapun sudah berkepala tiga masih bisa mengungguli kecepatan empat pemain belakang Arsenal.
Gambar 2 - Heatmap Positioning Granit Xhaka dan Oleksandr Zinchenko
Sumber : WhoScored
Situasi ini diperparah dengan posisi Granit Xhaka dan Zinchenko yang sering bertabrakan. Terlihat pada heat maps di atas, posisi dari Xhaka dan Zinchenko terlalu sering di depan. Pada skema ideal, ketika Zinchenko bergerak ke depan, Granit berperan menutup celah yang ditinggalkan. Sebaliknya, jika Granit membantu Martinelli di depan, maka Zinchenko yang bergerak ke tengah untuk mengantisipasi serangan balik.
Tekanan yang bertubi-tubi kepada Arsenal terjadi hingga akhir pertandingan. Terlepas skor akhir dan gol bunuh diri Marc Guehi, Patrick Vieira cukup berhasil memaksimalkan kapasitas para pemain. Bahkan, secara kasat mata terlihat hampir semua pemain yang ia turunkan mencerminkan atribut fisik ala Vieira saat masih menjadi punggawa The Gunners. Dengan badan tinggi kekar, kaki panjang serta dilengkapi dengan agresivitas sepanjang pertandingan.
Keterlambatan respon Mikel Arteta perlu menjadi perhatian. Praktis tidak ada adaptasi yang Arteta lakukan, terutama babak kedua. Contoh paling mudah adalah kebijakan pergantian pemain. Ia baru melakukan pergantian pada menit ke 83 dengan memasukan Nketiah dan Tierney menggantikan pemain yang memiliki posisi yang sama. Dimasukkannya Tierney memang untuk mempermanenkan tiga poin di pertandingan pertama, karena Tierney lebih memiliki atribut bertahan yang baik ketimbang Zinchenko.
Gambar 3 - Statistik William Saliba vs Crystal Palace
Kredit justru layak diberikan kepada William Saliba. Perlu disadari bahwa pertandingan ini adalah debutnya di Liga Inggris. Tetapi, terlihat jelas di umurnya yang masih 21 tahun ia memiliki atribut lengkap untuk seorang bek tengah. Fisik, teknik, mental yang ia tunjukan menjadi faktor penting atas catatan clean sheets yang berhasil Arsenal raih.
Arteta tidak boleh puas dengan apa yang anak asuhnya tunjukan. Masih banyak yang harus ia perbaiki terutama soal konsistensi dan adaptasi dalam pertandingan. Jika Arsenal berkembang baik dalam segi taktikal maupun mental, bukan tidak mungkin The Gunners menjadi salah satu tim yang memperebutkan gelar juara.
Komentar